Kericuhan tersebut membuat polisi yang bertugas berusaha untuk membubarkan massa dengan water cannon.
Polres Sukabumi dibantu oleh Satuan Pengendali Massa (Dalmas) Polres Sukabumi Kota yang dibantu Satuan Brimob Polda Jabar yang lengkap dengan tameng dan pentungan.
Diketahui, massa aksi tersebut berasal dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sukabumi (Absi).
Pembubaran aksi massa di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi pun ricuh dan kacau balau.
Ratusan mahasiswa-mahasiswi pun lari tunggang langgang ke berbagai arah menghindar kejaran aparat kepolisian.
Saat kejadian tersebut, seorang jurnalis bernama Fauzi Noviandi yang bekerja untuk Tribun Jabar langsung mengabadikan tindakan aparat kepolisian membubarkan massa aksi demosntrasi mahasiswa dengan smartphone-nya.
Namun saat ia sedang bekerja, ia diteriaki untuk menghapus file miliknya.
"Saat itu merekam video dan mengambil foto petugas kepolisian yang mengejar mahasiswa diduga provokator kericuhan. Saat itu ada anggota polisi teriak hapus tuh, hapus rekaman," ungkap Fauzy kepada wartawan di depan gedung DPRD Kota Sukabumi, Kamis sore.
Baca: Hancur Lebur, Simak Update Kondisi Halte TransJakarta Bundaran HI Setelah Demonstrasi
Baca: Risma Marah Fasilitas Umum Dirusak Pengunjuk Rasa: Saya Setengah Mati Bangun Kota Ini!
Tak berselang lama, Fauzi pun dihampiri oleh dua orang berpakaian mirip preman dari arah depan dan belakang.
Mereka memaksa Jurnalis TribunJabar itu untuk menghapus foto dan video miliknya.
Padahal Fauzi sudah mengaku sebagai jurnalis dan langsung memperlihatkan kartu pers yang tergantung kepada kedua orang berpakaian preman tersebut.
Kedua preman tersebut tak mengindahkan Fauzi dan langsung merebut handphonenya.
"Malah merebut handphone, langsung menghapus video dan foto," ujar Fauzy.
Sehari sebelumnya, saat demonstrasi ricuh di persimpangan Jalan Ir H Djuanda di Jalan RE Martadina pelarangan mengambil gambar sempat dialami beberapa jurnalis.
Menanggapi hal tersebut, tiga organisasi kewartawanan di Sukabumi yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Sukabumi Journalist Forum (SJF) memprotes tindakan menghalang-halangi tugas jurnalistik oleh oknum aparat kepolisian.
Sekretaris SJF Anza Suseno menilai sikap oknum aparat kepolisian yang menghapus video dan foto hasil liputan jurnalis melanggar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Saya menyayangkan tindakan seperti ini masih saja terjadi kepada jurnalis," kata Anza yang saat itu juga bersama-sama meliput demonstrasi mahasiswa di DPRD Kota Sukabumi.
Dia menuturkan tindakan oknum tersebut tidak sesuai dengan semangat UU Pers.
Padahal jurnalis bertugas memberikan kabar dan fakta kepada publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
"Jurnalis yang bersangkutan juga sudah memperlihatkan kartu pers dari perusahaan. Tapi hasil liputannya itu dipaksa dihapus," ujar dia.
Menurut Anza dalam UU Pers Pasal 18 menyebutkan setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp 500 juta.
Baca: Demonstrasi Meluas: Berikut Daftar Gubernur/Bupati/Wali Kota dan DPRD yang Ikut Menolak Omnibus Law
Baca: Demo Tolak Omnibus Law Berujung Panas, Halte TransJakarta & Resto di Jogja Jadi Sasaran Pembakaran
"Ketika kerja jurnalis dihalangi itu berarti pelanggaran UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Negara bertanggung jawab melindungi kerja jurnalis karena sudah diatur UU,” kata Anza.
Kepala Polres Sukabumi Kota AKBP Sumarni mengaku prihatin atas insiden yang dialami jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistiknya meliput demonstrasi mahasiswa dan terkait perkaranya segera diselidiki.
"Saya, selaku pimpinan pengamanan pada saat aksi mahasiswa, merasa prihatin dan meminta maaf atas kejadian ini kepada seluruh jurnalis," tutur Sumarni kepada wartawan di Kantor Polres Sukabumi Kota, Kamis petang.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Liput Demo Ricuh di Sukabumi, Seorang Jurnalis Dipaksa Hapus Video dan Foto"