Covifor, Obat yang Dipakai Pasien Covid-19, Kini Turun Harga Jadi Rp 1,5 Juta per Botol

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi remdesivir yang digunakan sebagai obat Covid-19. PT Kalbe Farma siap memasarkan produk remdesivir bernama Covifor. Covifor akan dijual dengan harga Rp1,5 juta per botol.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Covifor, obat yang dipakai pasien Covid-19 dan dipasarkan PT Kalbe Farma Tbk. (Kalbe), diturunkan harganya menjadi Rp 1,5 juta per vial atau botol

Covifor (remdesivir) diproduksi oleh Hetero India dan diimpor oleh PT Amarox Global Pharma (Amarox).

Obat untuk mengatasi Covid-19 ini awalnya direncanakan dijual dengan harga Rp 3 juta per botol.

Namun, Kalbe dan Amorux melakukan penyesuaian harga setelah mendapat masukan dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan pasien.

Penyesuaian ini dilakukan untuk mendukung pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.

“Hetero menyadari dampak pandemi Covid-19 yang luas, terutama terkait beban biaya bagi pemerintah dan pasien, maka Hetero memberikan lebih banyak dukungan dan memberikan harga khusus Covifor  untuk Indonesia,” kata Sandeep Sur, Country Manager Amarox Global Pharma dalam keterangannya, Sabtu (3/10/2020), dikutip dari Kontan.

Baca: Kalbe Farma Siap Pasarkan Obat Remdesivir Atasi Covid-19 di Indonesia, Harga Rp3 Juta per Botol

“Penyesuaian harga Covifor disebabkan dengan mempertimbangkan beberapa kondisi saat ini seperti perkembangan kasus covid-19 di Indonesia, kebutuhan terhadap pengobatan covid-19 menggunakan obat Covifor  yang besar, masukan dari pemerintah, tenaga kesehatan dan pasien, dan semakin banyak pasien yang mendapatkan manfaat obat Covifor  untuk penyembuhan penyakit covid-19. Setelah diskusi bersama antara Kalbe, Hetero India dan Amarox, kami sepakat untuk memberikan harga jual khusus Covifor ,“ kata Vidjongtius, Presiden Direktur  Kalbe Farma.

Satu ampul obat Ebola remdesivir ditunjukkan dalam konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman, 8 April 2020. Remdesivir kini digunakan untuk mengobati pasien Covid-19. (POOL/REUTERS)

“Hal ini merupakan komitmen Kalbe bersama Amarox untuk mendukung pemerintah dalam mengatasi pandemik Covid-19,” kata dia.

Sandeep Sur mengatakan pihaknya tidak memberikan batasan pasokan produk ke Indonesia.

Sebab, pabrik di India memiliki kapasitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan Indonesia.

Untuk saat ini, pihaknya menyanggupi minimal pasokan ke Indonesia antara 200 ribu hingga 300 ribu unit dan tidak memberikan batasan volume ke depan.

Baca: Remdesivir

Baca: AS Dikecam karena Borong Hampir Seluruh Pasokan Remdesivir untuk Pengobatan Covid-19

"Sebanyak apa pun kebutuhan Indonesia, kami bisa menyediakan," kata Sandeep Sur, Kamis (1/10/2020).

Vidjong menambahkan KLBF saat ini masih melakukan perhitungan berapa besar kebutuhan remdesivir dari seluruh wilayah di Indonesia.

Kegunaan remdesivir

Dr. Erlina Burhan, tim pakar dokter gugus tugas nasional Covid-19, menjelaskan bahwa remdesivir ini berfungsi untuk menghambat replikasi virus.

Obat ini dapat mencegah pasien dari kondisi yang lebih parah sehingga sistem imun pasien dapat kembali mengendalikan tubuh.

Remdesivir  sebelumnya berhasil untuk menangani pasien dengan virus Ebola.

Di berbagai negara, remdesivir juga diujicobakan kepada pasien Covid-19 dan memberikan hasil yang baik.

Oleh karena itu, Erlina berharap ke depannya obat ini bisa merata tersedia ke seluruh Indonesia dengan harga yang  terjangkau.

Baca: Harga Batas Tertinggi Tes Swab Covid-19 Mandiri Rp 900 Ribu, Jika Ada yang Melanggar Akan Ditegur

Ilustrasi virus corona (CDC) (CDC)

Seperti diketahui, Emergency Use Authorization (EUA) produk Covifor (Remdesivir) adalah untuk pengobatan pasien penyakit Covid-19 yang telah terkonfirmasi di laboratorium terutama untuk orang dewasa atau remaja (berusia 12 tahun ke atas dengan berat badan minimal 40 kg) yang dirawat di rumah sakit.

Jadi produk Covifor tidak dijual bebas, hanya digunakan di rumah sakit dengan rekomendasi dan pengawasan dokter.

AS Dikecam karena borong pasokan remdesivir

Pakar kesehatan mengecam keputusan Amerika Serikat untuk memonopoli hampir seluruh pasokan global remdesivir, satu-satunya obat sejauh ini yang dilisensikan untuk mengobati Covid-19, Rabu (1/7/2020).

Mereka juga memperingatkan bahwa tindakan AS yang dinilai mementingkan diri sendiri ini bisa menjadi preseden berbahaya bagi upaya untuk berbagi pengobatan di tengah pandemi.

Sebelumnya, Pemerintah AS pada Selasa kemarin mengumumkan bahwa Presiden Donald Trump telah melakukan “kesepakatan luar biasa” untuk membeli obat tersebut untuk orang Amerika, yang diproduksi oleh Gilead Sciences.

Baca: Apakah Dexamethasone Bisa Mencegah dan Mengobati Covid-19? BPOM Memberi Penjelasan

Dilansir oleh The Guardian, pemerintahan Donald Trump kini telah membeli lebih dari 500 ribu dosis Remdesivir.

Ratusan ribu dosis ini disebut-sebut merupakan jumlah seluruh produksi Gilead untuk bulan Juli, dan 90 persen untuk bulan Agustus dan September.

"Presiden Trump telah mencapai kesepakatan luar biasa untuk memastikan Amerika memiliki akses ke pengobatan resmi pertama untuk COVID-19."

"Sebisa mungkin kami ingin memastikan bahwa setiap pasien Amerika yang membutuhkan Remdesivir bisa mendapatkannya. Pemerintahan Trump telah melakukan segala upaya untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengobatan COVID-19 dan mengamankan opsi ini (membeli Remdesivir) untuk rakyat Amerika," ungkap Sekretaris Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (HHS), Alex Azar.

Langkah Trump untuk memborong remdesivir ini tak ayal mendapat kritikan dari sejumlah ahli.

Ohid Yaqub, seorang dosen senior di Universitas Sussex. menyebut langkah tersebut sebagai "berita mengecewakan".

Baca: Daftar 5 Obat yang Diklaim Efektif Sembuhkan Pasien Covid-19, dari Dexamethasone hingga Avigan

"Ini sangat jelas menandakan keengganan untuk bekerja sama dengan negara lain dan efek dinginnya ini terhadap perjanjian internasional tentang hak kekayaan intelektual," kata Yaqub dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir oleh South China Morning Post.

Dr. Peter Horby, yang menjalankan uji coba klinis besar menguji beberapa perawatan untuk Covid-19, mengatakan kepada BBC bahwa "kerangka kerja yang lebih kuat" diperlukan untuk memastikan harga yang adil dan akses ke obat-obatan utama untuk orang dan negara di seluruh dunia.

Dia mengatakan bahwa sebagai perusahaan Amerika, Gilead kemungkinan berada di bawah tekanan politik tertentu secara lokal.

Sementara itu, Juru bicara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, James Slack, menolak untuk mengkritik Amerika Serikat atas tindakan tersebut.

Ia juga mengatakan Inggris memiliki persediaan remdesivir.

“Inggris telah menggunakan remdesivir untuk beberapa waktu, pertama dalam uji coba dan sekarang dalam 'Skema Akses Awal ke Obat-obatan',” katanya.

(Tribunnewswiki/Amy/Tyo/Kontan/Tendi Mahadi)

Artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul "Harga obat Covifor yang dipasarkan Kalbe Farma (KLBF) turun jadi Rp 1,5 juta per vial"



Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer