Rusia Kecam Penggunaan 'Pejuang Suriah dan Libya' dalam Konflik Nagorno-Karabakh

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO: Sebuah foto dari Kementerian Luar Negeri Armenia pada 28 September 2020 ini menunjukkan petugas medis membantu seorang pria, yang terluka dalam bentrokan di wilayah Nagorno Karabakh yang memisahkan diri dari Azerbaijan.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam ada penggunaan tentara Suriah dan Libya dalam konflik di Nagorno-Karabakh.

Kecaman ini datang setelah ada sumber yang menyebut Turki mengirim pasukan dari Suriah untuk membantu Azerbaijan melawan Armenia yang bertempur selama empat hari terakhir.

Bagi Rusia, ini merupakan tindakan yang ilegal.

Negara pimpinan Vladimir Putin ini meminta kepada negara-negara yang terlibat dalam konflik untuk berhenti memakai 'tentara bayaran' hingga 'teroris luar negeri'.

Sebagai informasi, ada dua sumber dari Suriah yang menyebut Turki mengirimkan para kombatan Suriah untuk mendukung Azerbaijan.

Adapun sumber ini telah dibantah oleh Turki dan Azerbaijan, dilansir Reuters, Kamis (1/10/2020).

Baca: Konflik Nagorno-Karabakh: Turki Kirim 4.000 Pejuang dari Suriah Demi Bantu Azerbaijan Lawan Armenia

FOTO: Tangkapan layar video yang dirilis oleh web resmi Kementerian Pertahanan Azerbaijan pada 28 September 2020, diduga menunjukkan pasukan Azeri sedang melakukan operasi tempur selama bentrokan melawan tentara Armenia dan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh. (Handout / Azerbaijani Defence Ministry / AFP)

Baca: Dewan Keamanan PBB Minta Armenia dan Azerbaijan Tempuh Genjatan Senjata

Respons Internasional

Konflik yang terjadi antara Armenia dan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh mendapat respons dari sejumlah negara di dunia.

Diberitakan TribunnewsWiki.com sebelumnya, komentar internasional ini datang dari berbagai pihak yang sebagian besar menginginkan agar terjadinya perdamaian antar-kedua negara yang merupakan musuh bebuyutan di Pegunungan Kaukus ini.

Respons pertama datang dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Ia mangatakan "sangat prihatin" atas konflik kedua negara tersebut.

Gutteres meminta meminta kedua belah pihak untuk segera menghentikan pertempuran.

Baca: Pertahankan Wilayah Nagorno-Karabakh, Presiden Azerbaijan Iham Aliyev: Tujuan Kami Benar!

FOTO: Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres ketika memberikan pidato dalam konferensi pers pada KTT Uni Afrika ke-33, 8 Februari 2020 di Addis Ababa. (AFP/MICHAEL TEWELDE)


Baca: Seruan PM Nikol Pashinyan untuk Warga Armenia: Bersiaplah Mempertahankan Tanah Air Kita!

Kedua datang dari Prancis yang mempunyai komunitas di Armenia.

Prancis mendorong agar kedua negara ini segera melakukan genjatan senjata.

Lebih jauh lagi, Prancis meminta agar permasalahan Nagorno-Karabakh diselesaikan dengan cara dialog.

Kemudian Iran yang berbatasan dengan Azerbaijan dan Armenia, menawarkan diri untuk menjadi penengah dalam konflik.

Lalu ada Amerika Serikat yang sedang berusaha mencari jalan perdamaian dengan menghentikan kekerasan.

Baca: Update Konflik Armenia - Azerbaijan di Nagorno-Karabakh: 23 Tentara Tewas, 100 Lebih Warga Terluka

Presiden Prancis Emmanuel Macron, mengenakan masker, mengunjungi laboratorium pengembangan industri di pabrik vaksin pembuat obat Sanofi Pasteur di Marcy-l'Etoile, dekat Lyon, pada 16 Juni 2020. (GONZALO FUENTES / POOL / AFP)


Baca: Statistik: Industri China Tumbuh 19,1 %, Laba Rp 1,3 Triliun

Selanjutnya, Uni Eropa dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan eskalasi militer.

Kedua lembaga ini mengharapkan agar adanya negosiasi, seperti yang diminta petinggi agama, Paus Fransiskus.

Sementara itu, Turki mengaku akan sepenuhnya mendukung pihak Azerbaijan, sebagaimana diketahui, mayoritas penduduk Azerbaijan merupakan Muslim.

Presiden Tayyip Erdogan mendesak publik internasional untuk berdiri dalam "pertempuran melawan invasi dan kekejaman (Armenia)". 

Halaman
12


Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer