Sejarah G30S 1965: Tragedi Penculikan Jenderal Ahmad Yani, Sempat Izin Ganti Baju Namun Ditolak

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahmad Yani

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tragedi kemanusiaan peristiwa Gerakan 30 September 1965 / G30S 1965 menyisakan luka yang mendalam bagi mereka yang terlibat baik sebagai pelaku maupun korban.

Gerakan 30 September 1965 adalah peristiwa penculikan 6 Jenderal dan 1 Perwira yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September" pada dini hari 1 Oktober 1965.

Kronologi peristiwa G30S tersebut melibatkan banyak tokoh, baik sebagai pelaku maupun korban, di antaranya: anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), internal anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), dan sebagainya.

Peristiwa Gerakan 30 September merupakan serangkaian kejadian yang komprehensif, di mana kejadian penculikan baru dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari.

Satu di antara jenderal militer yang menjadi target penculikan adalah Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani.

Baca: Dokter Otopsi Ungkap Kondisi Jasad Korban G30S, Berbeda dengan Pernyataan Soeharto : Tak Ada Siksaan

Ahmad Yani (Istimewa/Tribun Batam)


Baca: G30S, G30S/PKI, Gestok atau Gestapu, Mana Istilah yang Paling Tepat Penggunaannya?

Berikut kronologis penculikan Letjen Ahmad Yani yang Tribunnewswiki.com himpun dari beberapa sumber.

Penulisan ini adalah bagian dari kajian data yang dimaksudkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Tidak ada niatan untuk membuka aib atau menyudutkan orang-orang atau organisasi yang terlibat.

Sampai tulisan ini diterbitkan, Tribunnewswiki.com masih terus melakukan validasi data.

Baca: Mengenang Letjen Ahmad Yani, Target Utama G30S, Disebut Sangat Dekat dengan Presiden Soekarno

Asal usul Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, kaitan G30S/PKI, bedanya Hari Lahir Pancasila 1 Juni. (makassar.tribunnews.com)


Baca: Hari Ini dalam Sejarah: 5 Oktober 1965, Pemakaman Korban G30S

Kronologi

Pada pagi hari, 1 Oktober 1965, Komandan Satuan Tugas (Satgas) Pasopati, Letnan (Inf) Doel Arif membentuk tujuh pasukan dari Satgas Pasopati di Lubang Buaya untuk menculik ketujuh jenderal.

Satu di antara tujuh jenderal yang akan diculik adalah Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani .

Dalam buku Julius Pour, G30S Fakta atau Rekayasa, Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2013, hlm.2-6, pasukan yang bertugas menangkap Ahmad Yani dipimpin oleh Peltu Mukidjan dan Brigade Infantri I/Djaja Sakti.

Pasukan ini terdiri dari satu peleton Yin 530/Para Brawidjaja, satu Regu PPP AURI dan dua regu sukarelawan organisasi pemuda bernama Pemuda Rakyat, salah satu organisasi afiliasi dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Setelah selesai briefing, pasukan yang akan menangkap Letjen Ahmad Yani dilaporkan telah berada di rumah target di Jalan Lembang.

Baca: G30S 1965 - Angkatan Bersendjata: Instruksi Pengumpulan Senjata Api Milik Sipil

Orang-orang PKI dan yang dianggap sebagai PKI ditangkap oleh tentara. Sebagian ada yang dieksekusi warga, sebagian melarikan diri. (Repro: Olle Tornquist, Marxistisk barlast, 1982, h.217))

Baca: Kisah di Balik G30S: Tewasnya Pierre Tendean dan Pertemuan Terakhirnya dengan sang Adik

Pemimpin regu Aisten Letnan Satu Mukidjan yang membawahi sekira satu setengah kompi pasukan yang dibawa dengan dua truk dan dua bus.

Mukidjan kemudian membagi regunya menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama menjaga bagian belakang, kelompok kedua menjaga bagian depan rumah, dan kelompok ketiga yang dipimpin langsung oleh Mukidjan dan Sersan II Raswad masuk ke halaman utama dan masuk rumah.

Mereka langsung berbincang-bincang dengan paa pengawal Yani dan mengatakan bahwa ada pesan penting dari presiden.

Saat para pengawal lengah, mereka kemudian disekap dan senjatanya dilucuti.

Saat Letjen Ahmad Yani muncul, Ruswad segera memberitahu bahwa Presiden Sukarno sangat membutuhkan Letjen Ahmad Yani sekarang juga.

Baca: Burhan Kampak, Algojo yang Membunuh Orang PKI Usai G30S : Daripada Dibunuh, Lebih Baik Membunuh

Wali Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rusdi Mastura (tengah) saat diwawancara jurnalis New York Times, Amerika Serikat. Ia pernah meminta maaf kepada korban tragedi kemanusiaan akibat peristiwa G30S ((https://www.skp-ham.org))

Baca: Dokter Otopsi Ungkap Kondisi Jasad Korban G30S, Berbeda dengan Pernyataan Soeharto : Tak Ada Siksaan

Yani kemudian minta izin untuk mandi dan berganti pakaian, namun permintaannya ditolak.

Ketika Yani meminca izin untuk berganti pakaian, hal ini juga ditolak.

Letjan Yani geram dan memukul salah seorang di antara mereka. Yani kembali ke kamar dan langsung menutup pintu kaca.

Saat itulah, Raswad memerintahkan Sersan Dua Gijadi untuk menembak.

Tujuh peluru menembus kaca dan akhirnya membunuh Yani.

Jenasah Letjen Ahmad Yani kemudian diseret dengan pososo badan dan kepalanya berada di lantai.

Sumber:

Benedict Anderson dan Ruth McVey, A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia, a.b. Galuh HE Akoso dan Yeri Ekomunajat, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Analisis Awal, Yogyakarta: LKPSM, 2001, hlm. 23-24

Amelia A. Yani, Achmad Yani Tumbal Revolusi, Yogyakarta: Galangpress, 2007, hlm. 18

(Sumber pustaka dan arsip diterbitkan dalam Kuncoro Hadi, dkk, Kronik'65 (Yogyakarta: Media Pressindo, 2017), hlm. 237-239)

Tribunnewswiki.com terbuka dengan data baru dan usulan perubahan untuk memperkaya informasi.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer