Sejak 1988 kedua pernah negara saling memperebutkan wilayah kantong Nagorno-Karabakh dan meski sempat mereda, sengkete itu kembali memanas.
Konflik pun tak bisa dihindari oleh Armenia dan Azerbaijan yang merupakan negara bekas Uni Soviet.
Di wilayah Nagorno-Karabakh, mayoritas didiami warga etnik Armenia dan minoritas Azeri.
Namun, mayoritas etnik Armenia memisahkan diri dari Azerbaijan dan keterlibatan negara Armenia pun membuat masalah Nagorno-Karabakh semakin kompleks.
Kedua negara pernah menyepakati gencatan senjata pada 1994, namun kini antara Armenia dan Azerbaijan kembali saling tuduh terkait pihak yang memulai pertempuran.
Konflik Armenia vs Azerbaijan pun negara lain, Turki hingga negara superpower, Rusia.
Baik Armenia dan Azerbaijan pun mendapat tekanan untuk berdamai dan bahkan seruan itu didengungkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Meski begitu, kedua belah pihak juga menolak tekanan untuk mengadakan pembicaraan damai.
Baca: Setelah Kirim 4.000 Pasukan Melawan Armenia, Presiden Erdogan: Turki Terus Mendukung Azerbaijan
Kondisi itu dikhawatirkan akan memicu perang habis-habisan di wilayah Nagorno-Karabakh.
Reuters memberitakan, kedua belah pihak melaporkan penembakan dari sisi lain yang melintasi perbatasan bersama mereka, di sebelah barat wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah ini merupakan lokasi pertempuran antara pasukan Azeri dan etnis Armenia pada hari Minggu (27/9/2020) lalu.
Insiden tersebut menandakan eskalasi konflik lebih lanjut meskipun ada permintaan mendesak dari Rusia, Amerika Serikat, dan negara lainnya agar perang dihentikan.
Konflik tersebut telah menghidupkan kembali kekhawatiran tentang stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor pipa yang menjembatani pengiriman minyak dan gas ke pasar dunia.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, berbicara kepada televisi pemerintah Rusia, dengan tegas mengesampingkan kemungkinan pembicaraan damai.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan kepada saluran yang sama bahwa perundingan damai tidak dapat berlangsung saat pertempuran masih berlanjut.
Konflik ini mengancam akan turut menarik para negara tetangga, termasuk sekutu dekat Azerbaijan, Turki.
Armenia mengatakan sebuah jet tempur F-16 Turki telah menembak jatuh salah satu pesawat tempurnya di atas wilayah udara Armenia, sehingga menewaskan pilotnya.
Namun, Armenia tidak memberikan bukti atas insiden tersebut.
Turki menyebut klaim itu "sama sekali tidak benar", dan Azerbaijan juga membantahnya.
Baca: Dewan Keamanan PBB Minta Armenia dan Azerbaijan Tempuh Genjatan Senjata
"Komunitas internasional harus dengan tegas mengutuk agresi Azerbaijan dan tindakan Turki dan menuntut Turki keluar dari wilayah ini," kata Pashinyan kepada TV pemerintah Rusia.
"Kehadiran militer Turki di wilayah ini akan membawa eskalasi lebih lanjut dan perluasan skala konflik," tambahnya.
Pemimpin Azeri Aliyev menuduh Armenia merekayasa insiden pesawat tersebut. “Turki bukanlah pihak dalam konflik, sama sekali tidak berpartisipasi di dalamnya dan tidak perlu menyeretnya untuk ini,” katanya seperti dikutip Reuters.
Perang antar kedua negara dicemaskan tidak hanya akan menyeret Turki, tetapi juga Rusia.
Moskow memiliki aliansi pertahanan dengan Armenia, tetapi juga menikmati hubungan dekat dengan Azerbaijan.
Kremlin mengatakan Presiden Vladimir Putin berbicara melalui telepon dengan Pashinyan untuk kedua kalinya sejak dimulainya krisis dan mengatakan semua pihak harus mengambil tindakan untuk mengurangi eskalasi.
Hingga saat ini, belum ada media yang mempublikasikan kontak apa pun antara Putin dan Aliyev.
Kremlin mengatakan Moskow terus berhubungan dengan Turki, Armenia dan Azerbaijan.
Menurut Kremlin, setiap pembicaraan tentang memberikan dukungan militer untuk pihak lawan hanya akan menambah bahan bakar ke api.
Konflik Armenia vs Azerbaijan pun pada akhirnya melibatkan Turki.
Wakil Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan, yang berkuasa di Turki, Numan Kurtulmus mengatakan, serangan terhadap Azerbaijan sama dengan agresi terhadap Turki.
"Setiap serangan oleh Armenia terhadap pemukiman Azerbaijan sama dengan serangan terhadap pemukiman Turki," katanya, Selasa (29/9/2020), kepada koran Sabah dan dikutip kantor berita TASS.
"Turki berharap, komunitas internasional tidak akan bertindak munafik, akan mengakhiri ledakan provokatif Armenia dan akan mendukung tindakan adil Azerbaijan," ujar Kurtulmus.
Baca: Konflik Nagorno-Karabakh: Turki Kirim 4.000 Pejuang dari Suriah Demi Bantu Azerbaijan Lawan Armenia
Sebelumnya, Presiden Turki Tayyip Erdogan menyatakan, Armenia harus segera menarik diri dari wilayah yang dia katakan diduduki di Azerbaijan.
Erdogan bilang, sudah waktunya untuk mengakhiri krisis di wilayah yang memisahkan diri itu, setelah bentrokan antara pasukan Azerbaijan dan Armenia.
“Saatnya untuk mengakhiri krisis di kawasan, yang dimulai dengan pendudukan Nagorno-Karabakh."
"Kawasan itu akan kembali damai setelah Armenia segera menarik diri dari tanah Azerbaijan yang didudukinya,” kata Erdogan dalam sebuah acara di Istanbul, Senin (28/9/2020), seperti dikutip Reuters.
Dia menyatakan, Grup Minsk, yang dipimpin oleh Rusia, Prancis, juga Amerika Serikat dan menengahi antara Armenia dan Azerbaijan, telah gagal menyelesaikan masalah tersebut selama hampir 30 tahun.
"Azerbaijan harus menangani sendiri masalah, apakah dia suka atau tidak," sebut Erdogan.
"Turki akan terus mendukung Azerbaijan dengan segenap sumber daya dan hatinya".
Ia tidak secara langsung menyatakan, apakah Turki saat ini memainkan peran aktif dalam konflik tersebut, seperti yang Armenia katakan.
Tapi, Azerbaijan membantah klaim Armenia tersebut.
Turki menyatakan diri siap mendukung Azerbaijan di medan perang.
Duta Besar Armenia untuk Rusia mengatakan, Turki telah mengirim sekitar empat ribuan pejuang dari Suriah Utara ke Azerbaijan untuk terlibat dalam pertempuran wilayah Nagorno-Karabakh, kantor berita Interfax melaporkan.
Baca: Kontak Senjata Militer Armenia dan Azerbaijan Kembali Meletus Senin Pagi, 15 Orang Tewas
Sedang Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Senin (28/9/2020), negaranya siap untuk mendukung Azerbaijan, baik di meja perundingan maupun di medan perang.
"Hanya ada satu solusi (untuk masalah ini), Armenia menarik diri dari wilayah Azerbaijan yang diduduki."
"Masalah ini tidak akan diselesaikan kecuali penarikan," kata dia seperti dikutip kantor berita Anadolu.
Pasukan Armenia dan Azerbaijan mengerahkan artileri berat pada Selasa (29/9/2020) dalam pertempuran terbaru di wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan, pasukan lawan berusaha untuk mendapatkan kembali wilayah yang hilang dengan meluncurkan serangan balik ke arah Fizuli, Jabrayil, Agdere, dan Terter.
Menurut Kementerian Pertahanan Azerbaijan dalam pernyataan yang Reuters lansir, pada Selasa pagi terjadi pertempuran di sekitar Kota Fizuli dan tentara Armenia menembaki wilayah Dashkesan di perbatasan antara kedua negara, berkilo-kilometer jauhnya dari Nagorno-Karabakh.
Armenia membantah laporan tersebut tetapi melaporkan pertempuran sepanjang malam. Mereka menyatakan, tentara Nagorno-Karabakh menangkis serangan ke beberapa arah di sepanjang garis kontak.
Nagorno-Karabakh adalah daerah yang memisahkan diri dari Azerbaijan tetapi dijalankan oleh etnis Armenia dan mendapat dukungan dari Armenia. Mereka memisahkan diri dari Azerbaijan dalam perang tahun 1990-an, tapi tidak diakui oleh negara mana pun sebagai republik merdeka.
Bentrokan antara pasukan Armenia dan Azerbaijan atas Nagorno-Karabakh, yang terbesar sejak 2016, telah menghidupkan kembali kekhawatiran atas stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Kedua belah pihak saling menuduh menggunakan artileri berat dalam bentrokan pekan ini, dengan puluhan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
Sebagian artikel tayang di Kontan.co.id berjudul Perang makin sengit, Azerbaijan dan Armenia menolak damai!