Terlalu Keras Respons Kritik Vanuatu, Amnesty International: Indonesia Tak Elegan Menjawab Tuduhan

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi blokade jalan oleh warga Papua di Kota Manokwari, Senin (19/8/2019) pagi. Mereka memprotes tindakan rasisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Papua dan isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih menjadi hal yang sensitif dibicarakan hingga kini.

Indonesia, dalam beberapa kesempatan sidang Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendapat gempuran terkait isu Papua dan HAM.

Baru-baru ini, di sidang Majelis Umum PBB, Indonesia mendapat kritik dari negara Vanuatu, terkait isu pelanggaran HAM di Papua.

Indonesia dalam hal ini pun menjadi membalas sikap Vanuatu dan menyatakan negara Oseania tersebut tak perlu ikut campur urusan dalam negerinya.

Hal ini dipicu oleh Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman yang mengungkit permasalah isu pelanggaran HAM di Papua.

Sontak saja, sikap tersebut kemudian direspon cukup keras oleh Indonesia melalui perwakilan diplomat, Silvany Austin Pasaribu.

Meski begitu, respons Indonesia yang mencecar balik Vanuatu mendapat tanggapan negatif dari Amnesty International Indonesia.

Amnesty International Indonesia menyayangkan respons Indonesia saat menjawab tuduhan yang dilontarkan Vanuatu terkait pelanggaran HAM pada sidang PBB.

"Kami sangat menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia di forum PBB yang masih cenderung resisten terhadap suara-suara dari negara sekecil apa pun, bahkan sekecil negara Vanuatu misalnya," ucap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam konferensi pers daring, Senin (28/9/2020).

Usman Hamid menyatakan, Indonesia seharusnya menjawab tuduhan tersebut dengan cara yang lebih elegan, misalnya, dengan cara yang memperlihatkan komitmen Indonesia dalam penegakkan hukum dan HAM.

Baca: Vanuatu Kritik Indonesia Terkait Papua dan Isu HAM, DPR: Mereka Menghasut Dunia dan Sebar Hoaks

Hal itu mengingat Indonesia yang merupakan negara hukum.

Maka dari itu, Indonesia seharusnya mengusut kasus-kasus pelanggaran yang ada.

"Negara hukum itu artinya harus ada penghukuman yang efektif kepada mereka yang melakukan kejahatan yang sangat serius."

"Di dalam konteks kejahatan serius itu, kejahatan tidak bisa diampuni, tidak boleh diampuni," ucap dia.

Diplomat perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu saat memberikan hak jawab untuk tuduhan Vanuatu tentang pelanggaran HAM di Papua. (YouTube/United Nations) (Kompas.com)

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Vanuatu bukan perwakilan warga Papua saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilontarkan negara Pasifik itu terhadap Indonesia.

“Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia menggunakan hak jawab di Sidang Umum PBB, Sabtu (26/9/2020).

Dalam rekaman video resmi PBB, Silvany menyebut Vanuatu memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana Indonesia harus bertindak atau memerintah negaranya sendiri.

Sebab, hampir setiap tahun dalam Sidang Umum PBB, Vanuatu selalu menyinggung isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua.

Ini merupakan tuduhan yang dianggap Indonesia sengaja digaungkan untuk mendukung separatisme.

Baca: Indonesia Balas Kritikan Vanuatu di Sidang PBB soal Papua: Simpan Khotbah Itu untuk Anda Sendiri

“Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial,” kata Silvany.

Ia menegaskan bahwa sejak 1945, Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari Indonesia yang merupakan keputusan final dan tidak dapat diubah.

Hal ini juga telah didukung dengan tegas oleh PBB serta komunitas internasional sejak beberapa dekade lalu.

“Prinsip-prinsip Piagam PBB yang jelas tidak dipahami Vanuatu adalah penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial,” ujar Silvany.

DPR Indonesia ikut komentari Vanuatu

Dengan tegas, Diplomat perwakilan Indonesia Silvany Austin Pasaribu membantah tudingan tersebut dan meminta Vanuatu untuk tidak ikut campur permasalahan Papua.

Perdebatan di sidanh Majelis Umum PBB ini pun mendapat komentar dari perwakilan rakyat di negeri ini.

Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam), Azis Syamsuddin menyerukan agar Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman belajar tentang etika hubungan internasional.

Azis juga meminta Bob Loughman memahami dulu sejarah dan mengerti akan Papua secara mendalam agar tidak lagi mengulang kebiasaan ikut campur urusan Papua.

Baca: Kronologi Kecelakaan Truk TNI di Papua yang Menewaskan Dua Prajurit, Rem Diduga Blong

Menurut Azis, ucapan Bob Loughman mengenai masalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Papua di dalam sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merupakan hal yang sangat tidak pantas, tidak etis dan tidak menghargai serta menghormati kedaulatan negara lain.

Azis menilai PM Vanuatu perlu memahami geografi, geopolitik dan geostratgi Indonesia sebagaimana di atur dalam norma dan hukum Hubungan International.

"Papua adalah bagian penting dari NKRI, dan hal ini sudah clear serta di kukuhkan oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi 2504 (XXIV)."

"Fakta inilah yang perlu di hormati oleh Vanuatu maupun kelompok-kelompok yang berusaha memprovokasi keutuhan NKRI."

"Mungkin PM Vanuatu perlu belajar Ilmu Hubungan International sehingga memahami norma dan hukum secara benar," kata Azis pada Senin (28/9/2020).

Isu persoalan HAM di Papua sering menjadi topik perdebatan di sidang Majelis Umum PBB. (Kontributor Papua, Banjir Ambarita)

Politikus Partai Golkar itu merasa heran dengan Negara Vanuatu yang kerap melontarkan masalah Papua sejak tahun 2016 hingga sidang Umum PBB ke 75 tahun 2020 saat ini.

Azis mengatakan jangan sampai isu yang dilontarkan merupakan sebuah pesanan atau tidak berdasar yang akan berdampak pada Negara Vanuatu tersebut nantinya.

"Sudah jelas dalam PBB kita sepakat bahwa seluruh anggota PBB menjaga stabilitas keamanan dan menciptakan Perdamaian Dunia."

"Vanuatu justru menghasut Dunia dan menyebarkan hoaks kepada dunia. Ada apa, apakah mereka Pro Separatis?," ujarnya.

Azis menekanan agar Vanuatu perlu belajar etika dari konsep ASEAN sehingga bisa menerapkan nilai-nilai peradaban yang baik tanpa mengintervensi apa lagi menuduh sesama negara berdaulat.

Baca: Papua Nugini Menolak Kedatangan Pekerja China yang Telah Disuntik Vaksin Covid-19

Di saat yang sama Azis mengapresiasi tanggapan melalui hak jawab oleh Diplomat Indonesia Silvany Austin Pasaribu.

Sebagaimana diketahui Diplomat muda Indonesia memberi respon terhadap Perdana Menteri Vanuatu melalui hak jawab.

"Jika level Perdana Menteri Vanuatu tidak ingin dipermalukan oleh diplomat muda Indonesia, maka Vanuatu harus mulai belajar menghormati norma-norma international."

"Saya mengapresiasi dan mendukung strategi dan langkah Kemlu dalam hal ini," pungkas Azis

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Sebagian artikel tayang di Kompas.com berjudul Amnesty Sayangkan Respons Indonesia ke Vanuatu soal Papua di Sidang PBB



Penulis: Haris Chaebar
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer