Sementara itu, Korut menuduh Korsel telah meningkatkan ketegangan karena memasuki wilayah lautnya.
Militer Korsel menuduh pasukan Korut membunuh pejabat itu, menyiraminya dengan minyak, dan membakarnya di dekat perbatasan laut kedua negara.
Dilansir dari Channel News Asia, (28/9/2020), para pejabat di Seoul menyerukan Korut agar setuju untuk melakukan penyelidikan bersama atas insiden tersebut.
Kim Jong Un, pemimpin tertinggi Korut, sempat meminta maaf dan berkata bahwa pembunuhan itu seharusnya tidak terjadi.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Senin, (28/9/2020), mengatakan hotline militer dengan Korea Utara harus dipulihkan agar mencegah insiden yang tidak inginkan.
Baca: Militer Korea Selatan Sebut Pasukan Korea Utara Bunuh Pejabat Korsel yang Hilang, Tubuhnya Dibakar
Korut memutus hotline antar-Korea pada tahun ini karena hubungannya dengan Korsel memburuk.
Moon menyebut permintaan maaf Kim "belum pernah terjadi sebelumnya, sangat langka dan spesial" dan menjadi tanda bahwa Korut tak ingin memperburuk hubungan.
Dia juga mengatakan komunikasi harus berlanjut agar mencegah masalah-masalah di masa depan.
Namun, Korut belum menanggapi pemintaan untuk melakukan penyelidikan bersama.
Pada Minggu lalu, media pemerintah Korut mengeluarkan pernyataan yang berisi keluhan, karena operasi angkatan laut Korsel memasuki wilayah laut Korut dan meningkatkan ketegangan.
Korut menyangkal tuduhan ini dan mengatakan mereka tidak pernah melewati Garis Perbatasan Utara.
Baca: Pejabat Korea Selatan Dibunuh Secara Brutal Kemudian Dibakar oleh Pasukan Korea Utara
"Kami tak pernah melewati Garis Perbatasan Utara sampai ke wilayah [Korea] Utara, tetapi ada perbedaan mengenai bagaimana dua Korea menandai perairannya," kata Penjaga Pantai Korea Selatan Letnan Lee Hong-chear merujuk pada garis perbatasan laut yang disengketakan.
Setidaknya ada enam pesawat dan 45 kapal yang disertakan dalam pencarian, termasuk 36 kapal penjaga pantai dan angkatan laut, dan sembilan perahu dari Kementerian Perikanan dan pihak swasta.
Korea Utara pada hari Minggu juga mengatakan menggelar pencarian jenazah pejabat tersebut, dan akan menyerahkannya jika menemukan.
Dilansir dari Reuters, (24/9/2020), militer Korsel mengatakan bukti menunjukkan pejabat tersebut berusaha menyeberang ke Korea Utara ketika dia dilaporkan hilang dari kapal ikan pada Senin, (24/9/2020), sekitar 10 km di selatan Garis Perbatasan Utara.
Militer Korsel belum mengetahui alasan pasti pejabat berusia 47 tahun itu ditembak.
Namun, militer Korsel mengatakan pasukan Korut sepertinya bertindak di bawah perintah pengendalian virus corona.
Kantor kemanan nasional di Gedung Biru (kantor kepresidenan) mengatakan pembunuhan itu merupakan "kejahatan kemanusiaan".
Mereka mendesak Korut untuk meminta maaf dan melakukan tindakan agar kejadian seperti itu tidak terulang di masa depan.
Berdasarkan sumber intelijen, militer mengatakan pria tak dikenal itu sepertinya sudah ditanyai di laut, sebelah utara Garis Batas Utara dan sekitar 38 km dari tempat dia hilang.
Dia ditanyai sebelum dieksekusi atas "perintah dari pihak berwenang yang lebih tinggi".
Badan pria itu disiram minyak oleh pasukan yang memakai masker gas, dan dia kemudian dibakar.
Presiden Korsel Moon Jae-in mengatakan penembakan yang dilakukan Korut terhadap warga Korut "tidak dapat dimaafkan" dan "mengejutkan", menurut kantor berita Yonhap yang mengutip ucapan juru bicara kepresidenan.
Moon juga meminta milter Korsel untuk mengetatkan kewaspadaan agar bisa melindungi warganya.
Militer mengatakan mereka telah mengirim pesan ke Korea Utara pada Rabu, (23/9/2020), melalui perbatasan darat.
Melalui surat itu mereka meminta penjelasan, tetapi belum ada tanggapan apa pun.
"Militer kami mengutuk keras kekejaman seperti itu dan meminta Korut memberikan penjelasan dan menghukum mereka yang bertanggung jawab," kata Jenderal Ahn Young-ho.
Komandan militer Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan mengatakan pada bulan ini pasukan Korut telah diberikan "perintah tembak mati" untuk mencegah virus corona memasuki negara pimpinan Kim Jong-un.
Perintah tersebut mungkin adalah sebuah usaha agar parade militer besar yang akan dilaksanakan pada 10 Oktober mendatang tidak diganggu wabah corona.
Pada hari tersebut, Korut akan memperingati berdirinya Partai Buruh Korea.
Hal ini diungkapkan oleh Chad O'Carrol, CEO Korea Risk Group yang mengamati Korut.
"Dalam banyak hal, parade ini memiliki risiko [penyebaran] virus yang sangat besar," kata dia melalui Twitter.
Pada bulan Juli, seorang pria yang menyeberang ke Korsel tiga tahun yang lalu memicu ketakutan terhadap virus corona ketika dia kembali ke perbatasan Korut yang diawasi ketat.
Kedatangannya membuat para pejabat Korea Utara mengunci kota perbatasan dan mengarantina ribuan orang karena takut pria itu membawa virus corona.
Pekan lalu, polisi Korsel juga menangkap seseorang yang akan menyeberang ke Korut secara ilegal.