Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah akan mengganti metode rapid test.
Ia mengungkapkan, saat ini pemerintah terus mengusahakan untuk mendapatkan metode penyaringan alternatif yang lebih baik dan akurat.
Salah satunya menggunakan rapid swab.
"Kita sedang mengusahakan metode screening alternatif yang lebih baik dan lebih akurat yaitu salah satunya menggunakan rapid swab dengan menggunakan antigen," kata Wiku, dikutip dalam keterangan pers di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (25/9/2020).
Perlu diketahui, rapid swab merupakan pemeriksaan untuk penyaringan seperti rapid test.
Metode ini berbeda dengan rapid test yang menggunakan darah untuk mengetahui keberadaan antibodi yang terdapat di dalam tubuh.
Sedangkan rapid swab dilakukan dengan usapan di bagian pangkal tenggorokan dan hidung.
Rapid swab dilakukan seperti tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Namun, pemeriksaan rapid swab ini tidak menggunakan metode PCR.
Baca: Polisi Tetapkan Petugas Rapid Test di Soetta Jadi Tersangka Kasus Dugaan Pelecehan dan Pemerasan
Baca: Berbekal Surat Non Reaktif Rapid Test, Tiga Penumpang Pesawat di Sumbar Rupanya Positif Covid-19
Adapun hasil dari rapid test maupun rapid swab masih harus dipastikan dengan tes usap (swab) dengan metode PCR untuk mengetahui secara pasti seseorang terinfeksi virus corona atau tidak.
" Rapid test itu merupakan metode screening, bukan diagnosis. Sampai dengan saat ini, rapid test masih digunakan sebagai prasyarat dalam melakukan perjalanan sesuai dengan peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan," kata Wiku.
"Pada dasarnya tes ini (rapid test) diwajibkan untuk menekan jumlah perjalanan yang tidak perlu," lanjut dia.
Sebelumnya, pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar menjadi viral setelah menyebut soal hasil rapid test positif maupun negatif palsu.
Pernyataan itu disebutkan oleh Humas IDI Makassar dr Wachyudi Muchsin terkait Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin berkontak langsung dengan ketua KPU RI yang dinyatakan positif Covid-19.
Ia menyayangkan sikap yang ditunjukkan Pj Wali Kota Makassar itu karena hanya memilih rapid test ketimbang tes swab.
Baca: Harus Lakukan Rapid Test, Bayi di Kandungan Ibu asal Mataram Meninggal karena Terlambat Ditangani
Menurutnya, rapid test selama ini tidak dapat dijadikan acuan untuk menentukan orang tersebut positif atau tidak.
“Hasil rapid test positif maupun negatif itu semua palsu dan alat itu bukan rekomendasi IDI. Harusnya, Pak Pj Wali Kota Makassar setelah bertemu dengan orang yang terkonfirmasi positif langsung melakukan isolasi mandiri dan melakukan tes swab,” katanya saat dikonfirmasi, Senin (21/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Ia pun kemudian menjelaskan terkait pernyataannya yang viral itu.
“Jadi istilahnya palsu itu tidak akuratnya hasil pemeriksaan rapid test, bukan alat rapid-nya yang palsu. Rapid test hanyalah sebagai pemeriksaan skrining atau pemeriksaan penyaring, bukan pemeriksaan penegakan diagnosa infeksi virus Covid-19 dan gold standard diagnosa Covid-19 adalah swab atau PCR,” jelas Wachyudi.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa rapid test sudah dilarang oleh WHO.
Baca: Ini Syarat Baru Naik Pesawat di Saat Pandemi Covid-19, Wajib Tunjukan Hasil Rapid Test
Baca: Harus Lakukan Rapid Test, Bayi di Kandungan Ibu asal Mataram Meninggal karena Terlambat Ditangani
IDI Medan pun sejak Juli 2020 sudah melarang penggunaan alat rapid test. Untuk tes ada atau tidak virus Covid-19 dalam tubuh manusia semua pakai swab PCR.
"Saya secara pribadi dan profesi dokter mengajak masyarakat untuk paham rapid tes bukan takaran ukuran seseorang kena atau bebas Covid-19, tapi swab/PCR yang menjadi tolok ukur seseorang terpapar Covid-19 atau tidak," tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pemerintah Siapkan Metode Pengganti Rapid Test