Para legislator mengesahkan RUU itu untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai "tenaga kerja paksa Uighur".
Dilansir dari The Strait Times, (23/9/2020), RUU tersebut lolos dengan suara 406-3 meski ditentang perusahaan-perusahaan AS.
Para aktivis beberapa waktu lalu mengatakan ada lebih dari sejuta etnis muslim Uighur dan etnis Turki Muslim lainnya yang ditahan di kamp.
"Tragisnya, hasil kerja paksa sering berakhir di sini, di toko dan rumah-rumah Amerika," kata Ketua DPR Nancy Pelosi sebelum voting dimulai.
"Kita harus mengirim pesan yang jelas kepada Beijing: Pelanggaran ini harus diakhiri sekarang."
Baca: Para Aktivis Mengutuk Tindakan Genosida terhadap Minoritas Muslim Uighur di China
Namun, Undang-Undang Pencegahan Tenaga Kerja Paksa Uighur ini masih harus diloloskan oleh Senat
AS sudah melarang produk yang dibuat melalui perbudakan, tetapi UU tersebut akan melarang produk dari Xinjiang.
"Kami tahu kerja paksa tersebar luas dan sistematis dan eksis di dalam dan di luar kamp penawanan," kata Jim McGovern, anggota DPR dari Partai Demokrat.
"Fakta-fakta ini ditegaskan dengan testimoni dari mantan tahanan kamp, citra satelit, dan dokumen resmi yang bocor dari pemerintah China," kata dia dalam mimbar pidato.
Sementara itu, anggota DPR dari Partai Republik, Chris Smith berkata, "Kita tidak bisa diam. Kita harus menuntut praktek biadab ini diakhiri, dan tanggung jawab dari pemerintah China."
Baca: Malaysia Tak Akan Ekstradisi Muslim Uighur ke China, Bahkan jika Diminta China
Xinjiang adalah pusat kapas dunia dan diperkirakan 20 persen garmen yang diimpor ke AS mengandung benang dari kapas Xinjiang.
Puluhan kelompok aktivis pada Selasa, (15/9/2020), mengatakan kejahatan kemanusiaan dan genosida terhadap Muslim Uighur sedang terjadi di Xinjiang.
Dalam surat terbuka, mereka menyebut ada lebih dari 1 juta orang yang ditahan di kamp-kamp Xinjiang.
Dilansir dari Reuters, (15/9/2020), Kementerian Luar Negeri China tidak segera menanggapi tuduhan tersebut ketika dihubungi Reuters.
Berbeda dari tuduhan para aktivis, China mengatakan kamp tersebut digunakan untuk pendidikan vokasional dan pusat pelatihan.
Kamp tersebut menjadi bagian dari langkah deradikalisasi dan perlawanan terhadap terorisme.
Baca: AS Berikan Sanksi kepada XPCC, Organisasi Paramiliter di China, terkait Etnis Uighur
Surat terbuka itu ditandatangani berbagai kelompok, termasuk Proyek Hak Asasi Manusia Uighur yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) dan Genocide Watch.
Mereka meminta Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan penyelidikan.