Viral Honor Guru Perbatasan Tak Dibayarkan 2 Tahun, Sebulan Hanya Diberi Rp 250 Ribu

Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sepanjang tahun 2019, beberapa potret kelam tentang guru honorer menjadi pemberitaan di media. (Gambar Ilustrasi)

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sebuah kisah miris tentang guru honorer viral di media sosial Facebook.

Kisah tersebut bermula dari unggahan seorang suami yang menuntut pemerintah memperhatikan guru di perbatasan.

Pasalnya, suami tersebut mengaku mempunyai istri yang hanya dibayarkan Rp 250 ribu per bulan.

Elin, guru honorer tersebut, merupakan pekerja di SMP Budi Luhur Sebakis Kabupaten Nunukan, Kalimatan Utara.

Sang suami yang mengunggah kisah tersebut mempertanyakan sikap pemerintah daerah yang dianggap mengabaikan kondisi istrinya.

Adjie mengatakan, Elin telah lima tahun mengabdi menjadi guru di sekolah itu, tanpa pernah menerima gaji layaknya guru honorer lain.

"Sering saya suruh berhenti dia, tapi dia hanya menjawab kasihan anak-anak di sekolah, tidak ada yang mengajar, bagaimana kalau mau ujian? Itu saja jawabnya," imbuh Yudha Adjie.

Saat ini Elin tengah hamil muda sehingga kerap pusing dan mual.

Baca: Simak Batas Waktu dan Cara Dapatkan Subsidi Kuota untuk Siswa, Guru, Mahasiswa, dan Dosen

Baca: Masukkan Logo PDI-P Jadi Lambang Sila Keempat di Acara Belajar Online, Guru ini Mengaku Tak Sengaja

Bekerja untuk mencerdaskan siswa perbatasan

Bagi pribadi Elin, persoalan tak mengundurkan semangat pengabdiannya untuk mencerdaskan generasi bangsa di perbatasan RI-Malaysia.

Elin cuma mau melihat anak anak perbatasan menjadi terdidik dan memiliki daya saing tanpa harus menjadikan keterbatasan dan geografis perbatasan yang serba minim sebagai alasan dari ketertinggalan mereka.

"Dia selalu bilang kasihan, kan tidak ada gurunya di sekolah ini, kebetulan rumah kami dekat sekolah," terang Yudha Adjie.

Elin masih menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ibnu Khaldun di Pulau Sebatik.

Dua tahun belakangan, guru di SMP Budi Luhur yang merupakan sekolah filial dan menginduk pada SMPN PGRI Nunukan ini tersisa dua orang saja, hanya Elin dan kepala sekolah bernama Sugeng.

Gedung sekolah terbuat dari papan juga terlihat rusak di banyak bagian, plafon banyak yang bolong, tiang penyangga lapuk dan banyak kayu sudah lapuk dimakan usia.

Pembelajaran kepada puluhan pelajar di SMP Budi Luhur Sebakis dilakukan sistem rapel.

Elin akan memberikan materi untuk kelas VII, lalu berpindah ke kelas VIII dan begitu juga untuk kelas IX.

"Dulu pernah ada 8 orang guru, cuma karena masalah pembayaran makanya mereka pindah, itu juga kalau Elin sedang ada kegiatan kampus atau ujian, dia harus menginap sepekan di Sebatik dan tidak ada yang mengajar, sambil ujian dia buatkan materi, catat-catat dan dikirimkan ke muridnya, seperti itu terus,’’lanjutnya.

Yudha mengaku kasihan kepada Elin, tapi ia tak bisa memaksa istri berhenti mengajar karena Elin memang seakan menemukan dunianya bersama para anak didik.

Tidak jarang nasihat dan saran suaminya untuk berhenti mengajar selalu saja mampir di telinganya, namun Elin hanya bisa memberi pengertian akan arti pengabdian.

Ruang kelas di SMP Budi Luhur Sebakis, terlihat kerusakan di banyak bagian, sekolah ini berstatus filiat dan menginduk pada SMPN PGRI Nunukan, Kalimantan Utara.
Halaman
12


Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer