Mulai Januari 2021 Tak Ada Lagi Meterai Rp 6000, Ini Penggantinya

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi materai Rp 6.000(dok Tribun Kaltim)

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyekapakati Rancangan Undang-undang (RUU) Bea Meterai lanjut ke tahap paripurna untuk menjadi UU.

Dalam RUU tersebut tercantum bahwa meterai Rp 3.000,00 dan Rp 6.000,00 akan dihapus untuk kemudian diganti menjadi Rp 10.000,00.

Rencana kenaikan tarif bea meterai tersebut akan berlaku mulai Januari 2021.

Seperti yang diwartakan Tribunnews sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan adanya penyesuaian kenaikan ini sebenarnya sudah disampaikan ke DPR sejak 2018.

"Sudah dibahas cukup lama. Penyesuaian satu tarif jadi Rp 10 ribu, itu selama 34 tahun karena tidak pernah ada penyesuaian. Jadi, ini kita melakukan penyesuaian," ujarnya di DPR, Kamis (3/9/2020).

Baca: Viral Peserta MTQ Dipaksa Buka Cadar atau Didiskualifikasi saat Lomba, Ternyata Begini Faktanya

Sementara itu, pemberlakuan tarif baru pada tahun depan ini dikarenakan adanya gejolak dari situasi pandemi corona atau Covid-19.

"Pertama, karena situasi sekarang kita meliat kondisi Covid-19 ini, sampai 1 Januari situasi bisa lebih pulih. Kedua, juga persiapan peraturan perundang-undangan dan sosialisasi dari berbagai hal yang menyangkut UU ini masih perlu dilakukan dan kita gunakan waktu ini (sampai 2021)," kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, eks direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, pemberlakuan bea meterai Rp 10 ribu mulai 1 Januari 2021 juga mempertimbangkan aspek keadilan dari sisi nilai dokumen.

"Namun, kita juga tahu bahwa dalam situasi Covid-19 ini, pemberlakuannya baru 1 Januari 2021. Kemudian, untuk dokumen yang nilainya di bawah Rp 5 juta tidak gunakan bea meterai, ini sesuatu yang dianggap pemihakan," pungkasnya.

Sementara itu, dikutip dari laman setkab.go.id, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan tarif bea meterai dilakukan guna menyesuaikan kebijakan pengenaan Bea Meterai dengan kondisi ekonomi, sosial, hukum, dan teknologi informasi yang telah berkembang sangat pesat.

Baca: Alat Vitalnya Ditendang Sepupu, Remaja Asal Jombang Ini Terpaksa BAB Lewat Lubang di Perut

Ia juga mengatakan, hal itu akan dilakukan dengan tetap berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

“Meskipun dalam waktu yang sangat singkat, tapi pembahasan ini sudah menghasilkan draf RUU yang komprehensif yang tadi telah disampaikan oleh ketua Panja, (yaitu) 32 pasal dan hal-hal yang sangat penting dalam perubahan dari Undang-Undang yang sebetulnya sudah 34 tahun belum pernah direvisi,” ujar Menkeu.

Adapun tujuh poin yang telah disepakati oleh Kemenkeu dan DPR, di antaranya:

1. Penyetaran pemajakan atas dokumen karena Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai hanya mengatur pemajakan dokumen dalam bentuk kertas.

Sehingga, dalam perubahan kali ini diharapkan adanya regulasi dalam bentuk Undang-Undang untuk menjangkau pengaturan Bea Meterai pada dokumen elektronik.

Baca: Disuruh Kembalikan Beasiswa Rp 773 Juta, Veronica Koman Tulis Surat untuk Sri Mulyani soal Keadilan

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Tribunnews/JEPRIMA)

Penyesuaian ini diharapkan terjadi kesetaraan pengenaan Bea Meterai atas dokumen non-kertas, sehingga lebih memberikan rasa keadilan atas pengenaan Bea Meterai.

2. Tarif Bea Meterai disepakati sebesar Rp 10.000,00 dan batasan nilai dokumen yang memuat jumlah uang yang dikenai Bea Meterai disepakati sebesar Rp 5.000.000,00.

3. Penyesuaian yang ada pada RUU tersebut adalah penyempurnaan pengaturan mengenai saat terutang dan subjek Bea Meterai secara terperinci per jenis dokumen dan penyempurnaan administrasi pemungutan Bea Meterai dalam rangka memberikan kepastian hukum.

4. Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan meterai elektronik.

5. Pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai atas dokumen tertentu yang diperlukan untuk kegiatan penanganan bencana alam, kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial, serta dalam rangka mendorong program Pemerintah dan melaksanakan perjanjian internasional.

Halaman
12


Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer