Mega heran karena PDI-P belum diterima sepenuhnya oleh rakyat Sumbar.
Padahal, kata Mega, sudah beberapa kantor DPD dan DPC di provinsi tersebut.
Mega mengatakan hal ini menyulitkan partai tersebut ketika menentukan calon kepala daerah di Sumbar.
"Kalau saya melihat Sumatera Barat itu, saya pikir kenapa ya rakyat di Sumatera Barat itu sepertinya belum menyukai PDI-P, meskipun sudah ada daerah yang mau ada DPC atau DPD," ujar Mega.
"Kalau untuk mencari pemimpin di daerah tersebut menurut saya masih akan agak sulit," kata dia.
Baca: Segini Anggaran APBN untuk Kegiatan BPIP yang Diketuai Megawati Soekarnoputri
Padahal, kata Mega, banyak pahlawan nasional yang lahir dari Sumbar.
"Padahal, kalau kita ingat sejarah bangsa, banyak orang dari kalangan Sumbar yang menjadi nasionalis yang pada waktu itu kerja sama dengan Bung Karno (Soekarno), Bung Hatta (Moh Hatta). Bung Hatta kan sebenarnya datang dari Sumbar," imbuh Mega.
Namun, pernyataan tersebut justru membuat bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubenur Sumatera Barat yang diusung PDI-P, Mulyadi dan Ali Mukhni, memutuskan mengembalikan surat rekomendasi.
Mulyadi menganggap pernyataan Puan secara khusus menyudutkan masyarakat Sumbar.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menilai Mulyadi tidak memiliki sikap kepemimpinan yang kokoh.
Baca: Ditanya Soal Idola, Gibran Rakabuming Mengaku Kagumi Megawati dan Sederet Tokoh PDI-P
"Sejak awal, saya sudah menduga bahwa Mulyadi tidak kokoh dalam sikap sebagai pemimpin, sehingga mudah goyah dalam dialektika ideologi," kata Hasto, Minggu (6/9/2020).
Hasto menilai, apa yang disampaikan oleh Puan merupakan suatu harapan agar Sumatera Barat jauh lebih baik. Puan, menurut Hasto, berharap Sumatera Barat melahirkan tokoh-tokoh seperti Bung Hatta, K.H. Agus Salim, Prof. Mohammad Yamin, Rohana Kudus, H.R. Rasuna Said, M. Natsir, Tan Malaka, dan selainnya yang telah berjuang untuk Indonesia.
Hasto mengatakan PDI-P ingin masyarakat Sumatera Barat meneladani para tokoh tersebut sebagai para pejuang bangsa dan sosok pembelajar yang baik.
Ia mengatakan sikap Mulyadi tersebut sangat dipahami karena politik kekuasaan bagi yang tidak kokoh dalam prinsip, hanya menjadi ajang popularitas.
“Sedangkan bagi PDI-P menjadi pemimpin itu harus kokoh dan sekuat batu karang ketika menghadapi terjangan ombak, terlebih ketika sudah menyangkut Pancasila," ujarnya.
Baca: Mengenal Eri Cahyadi, Bakal Calon Wali Kota Surabaya, Dapat Restu PDIP Teruskan Program Risma
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas Ilham Aldelino Azre berpendapat bahwa PDI-P harus mengubah strategi politik apabila mau meraup suara di Sumatera Barat.
Salah satunya, PDI-P mesti merekrut sosok tokoh adat atau tokoh agama lokal yang memiliki basis massa yang kuat.
"Harus mengubah strategi politik dengan merekrut orang-orang lokal yang punya basis massa yang kuat dan lebih diterima masyarakat," kata Ilham, Senin (7/9/2020).
Sebab, menurut Ilham, selama ini PDI-P tidak memiliki figur yang kuat, baik di tingkat nasional maupun lokal, yang mampu menarik hati akar rumput di Sumbar.
Ilham mengatakan ketokohan Soekarno tidak bisa "dijual" di Sumbar.
Baca: Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa Resmi Diusung PDI-P pada Pilkada Solo 2020
Ditarik ke sejarah di masa lalu, Sumbar merupakan basis Masyumi, yang saat itu merupakan partai politik Islam terbesar.
Masyumi diketahui sempat dilarang oleh Soekarno karena diduga mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
"Ada faktor historis yang tidak diterima masyarakat Sumbar (tentang) ideologi Soekarno," ujar dia.
Sosok Megawati dan Puan pun dinilai sulit digunakan untuk meraih simpati masyarakat.
Kendati demikian, Ilham mengatakan, bukan berarti masyarakat Sumbar terikat dengan partai politik berbasis Islam.
Sebab, pada kenyataannya, partai-partai nasionalis lebih sering menang di Sumbar saat pemilihan umum.
Menurut Ilham, salah satu faktor yang membuat partai-partai tersebut menang karena mampu merangkul tokoh lokal yang memiliki massa atau memiliki figur nasional yang memang berpengaruh.
Guru Besar Sejarah Universitas Andalas Gusti Asnan sepakat bahwa sulitnya PDI-P diterima di Sumbar salah satunya karena kenyataan historis.
Baca: Rekaman CCTV DPRD Fraksi PDI-P Baku Hantam Dengan Polisi di Klub Malam, Begini Kronologinya
Menurut Gusti, sejak era reformasi, PDI-P memang hanya sedikit memperoleh kursi legislatif di Sumatera Barat. "Kita akui ada satu, dua, tapi perolehan PDI-P secara nasional ya dibandingkan prestasi di Sumbar jauh dari yang mereka harapkan," katanya, Senin (7/9/2020).
Gusti mengatakan penyebab sedikitnya perolehan suara PDI-P di Sumatera Barat karena belum dilakukannya pendekatan sesuai budaya dan kearifan lokal.
Oleh karena itu, ia berharap Megawati dan PDI-P melakukan introspeksi.
"Menurut saya, kegagalan PDI-P di Sumbar ini ada hubungannya dengan pendekatan budaya atau kearifan lokal yang belum mereka terapkan, yang mayoritas orang Minang," ujar Gusti.
"Ini bagian introspeksi diri bagi Ibu Megawati dan PDI-P, yang saya pikir ini belum mereka lakukan," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rasa Penasaran Megawati dan Sumbar yang Sulit Ditaklukkan PDI-P"