Dalam twitter pribadinya, Revina nampak menyindir fisik seorang perempuan lain.
Sindirannya pun menjadi viral setelah banyak warganet yang kesal atas ucapannya tersebut.
Pasalnya, tak hanya menyindir terkait fisik, Revina VT juga sempat menyinggung tentang perempuan yang memiliki ketiak hitam dan bau.
Pakar studi gender dan budaya dari Universitas Sebelas Maret, Sri Kusumo Habsari, PhD, mengungkap, bahwa sebenarnya body shaming telah menjadi bagian kehidupan perempuan sejak dulu.
“Tradisi perempuan suka mengomentari tubuh perempuan lain itu sudah sejak lama kok. Jadi sebenarnya, tidak perlu ditanggapi,” ujar Sri yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (3/9/2020).
Menurutnya, yang menjadi masalah saat ini adalah semakin banyak orang yang menganggap tubuh adalah segalanya.
Baca: Dedy Susanto Bantah Tudingan Selebgram Revina VT yang Sebut Dirinya Cabuli Pasien Berkedok Terapi
Baca: Kasus Jalan Ditempat, Dedy Susanto Merasa Difitnah saat Revina VT Sebut Saksi Pelecehan Diancam
Padahal, di luar itu masih ada jiwa, batin, kecerdasan, dan kebijaksanaan yang sebenarnya lebih penting dari tubuh ideal.
“Seandainya para perempuan menyadari bahwa tubuh itu usianya sangat pendek, dan menyadari bahwa ada kesehatan yang lebih penting atau kemampuan untuk lebih produktif, tentu tidak akan memikirkan hal seperti ini,” jelasnya.
“Karena itu, penting bagi para perempuan untuk mengembangkan mind daripada body. Otak semakin diasah semakin berkembang dan bijaksana, jika dibandingkan tubuh yang seiring usia memang akan mengalami penurunan,”
Sayangnya, menurut Sri, kondisi masyarakat saat ini dalam fenomena society of spectacle, di mana masyarakat senang ditonton dan menonton.
“Kenapa ada orang mengkritik penampilan orang lain? Ya kemungkinan untuk menarik perhatian orang. Dia melakukan itu untuk popularitas. Semakin kontroversial justru semakin ramai akunnya,” kata Sri.
“Meskipun orang-orang memberikan respons negatif untuknya ya, tetapi itu berarti dia mendapatkan perhatian dari orang lain,” imbuhnya.
Di sisi lain, Sri mengakui bahwa para perempuan memang memiliki kecenderungan mendengarkan komentar orang lain.
Tapi, ia menekankan ketika perempuan memiliki keyakinan bahwa ada hal yang lebih baik di dalam dirinya melebihi penampilan fisiknya, maka seburuk apapun komentar orang lain tak lagi menjadi masalah.
“Intinya, sesuatu yang tidak positif tidak perlu ditanggapi. Cuekin saja,” pungkasnya.
Sedangkan seorang psikolog sosial dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Hening Wisyastuti mengatakan, sebetulnya diperlukan adab, etik, dan tata krama dalam berbicara meskipun itu di jagad dunia maya.
"Karena kita berhadapan dengan orang yang memiliki hati pikiran dan perasaan. Ada rasa sedih bila disakiti, ada rasa bahagia bila hatinya senang," jelas Hening saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/9/2020).
Demikian juga saat bermedia sosial, Hening menyarankan agar kita semakin berhati-hati dalam menuangkan pikiran dan perasaan dalam sebuah tulisan.
Sebelum menuliskannya, perlu berpikir panjang tentang dampak ke depan, serta apakah tulisan yang dimaksud akan menyinggung atau melukai hati orang lain atau tidak.
Baca: Trending di Twitter, Siti Fauziah Pemeran Bu Tejo di Film Tilik Juga Risih Melihat Aktingnya Sendiri
Baca: Foto Lawasnya Beredar di Twitter, Pamungkas: Islam Itu Indah Proses Saya Mengenal Industri Musik
"Di era saat ini, kebebasan berekspresi bebas menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan kita (dapat) berakibat pada kebebasan yang tidak bertanggungjawab dalam bermedsos," jelas Hening.
Sebab, kebebasan menuangkan pendapat atau pikiran dan perasaan terkadang melewati batas.
Misalnya, menghina bagian tubuh atau fisik seseorang.
Situasi ini sering terjadi pada saat ini.
Selain itu, Hening menegaskan kondisi ini dapat berdampak pada psikologis, di antaranya menimbulkan stres, depresi hingga bunuh diri.
"Hal seperti ini kurang diperhatikan oleh masyarakat,"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Cuitan Revina VT, Pakar gender Sebut demi Popularitas"