Sejak pandemi Covid-19 melanda, hampir sebagian besar orang harus mengurangi aktivitas di luar rumah.
Hal ini tentu sangat menjemukan lantaran aktivitas menjadi terbatas dan tidak lagi sebebas seperti saat pandemi belum melanda.
Kondisi ini membuat fenomena doomscrolling terus meningkat.
Doomscrolling merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan kecenderungan untuk terus-menerus menelusuri media sosial.
Terutama akses perihal berita negatif.
Psikiater dari NYU Langone Health New York memiliki pandangan yang sama.
Banyak orang melakukan doomscrolling sejak pandemi virus corona melanda dunia.
"Pandemi ini telah memunculkan kebiasaan buruk banyak orang,salah satunya mengakses berita negatif terus-menerus," ucap dia.
Psikolog klinis dari Cleveland Clinic, Susan Albers menjelaskan, banyak orang melakukan doomscrolling karena kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang dapat mengonfirmasi perasaan mereka.
"Saat berada dalam suasana hati yang buruk, kita merasa butuh informasi untuk mengonfirmasi perasaan.
Membaca berita negatif akan menegaskan kembali perasaan kita," ucap Albers.
Baca: Distribusi Vaksin Covid-19 Akan Jadi Tantangan di Beberapa Negara, Butuh Tempat Penyimpanan Khusus
Namun, terus-menerus mengakses berita negatif bakal menjadi kebiasaan yang tidak berguna.
Hal ini yang tak disadari banyakorang.
"Kondisi ini bisa juga menjadi kebiasaan tak sadar ketika orang merasa bosan atau memiliki banyak waktu luang," tambah Albers.
Doomscrolling juga bisa menjadi efek dari adanya gangguan obsesif kompulsif atau OCD.
Gangguan tersebut memicu otak terus memikirkan topik serupa yang memicu kebiasaan doomscrolling.
"Penderita OCD melakukan doomscrolling bukan karena mencari berita tetapi untukmengurangi kecemasan," ucap Albers.
Doomscrolling bisa memperkuat pikiran dan pola pikir negatif, yang bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.
Banyak riset telah membuktikan bahwa paparan berita negatif yang tinggi bisa menciptakan ketakutan, stres, kecemasan, dan kesedihan yang lebih besar.
Lebih lanjut, loomscrolling juga bisa menarik hal negatif dengan cepat dan memicu serangan panik.
Aktivitas ini juga bisa berdampak buruk pada pola tidur karena pikiran yang selalu dihantui rasa cemas.
Baca: Mulai Januari 2021 Indonesia Bakal Vaksinasi Massal Covid-19, Ini Golongan yang Diprioritaskan
Pada tingkat biologis, omscrolling hanya akan meningkatkan kortisol pada tubuh.
Seiring waktu, otak dan tubuh akan menjadi lelah serta mengalami berbagai gangguan fisik dan mental.
Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya pembatasan dalam mengakses media sosial.
Psikiater dari Dalhousie University, Patricia Celan, menyarankan untuk mengatur waktu setiap kali mulai mengakses media sosial.
"Kita bisa mencoba untuk memberi jeda sebanyak lima hingga 15 menit saat mulai mengakses media sosial.
Dengan cara ini, kita bisa mendapat informasi tanpa harus merasa cemas berlebihan," ucap Celan.
Celan juga menyarankan untuk membatasi penggunaan sosial media dengan tidak menyalakan notifikasi pemberitahuaan pada ponsel.
Selain itu, juga harus lebih peka terhadap kondisi tubuh.
Saat mulai merasa gelisah, cemas atau stres, itu adalah pertanda bahwa sudah saatnya untuk rehat sejenak.
Namun, jika doomscrolling terjadi karena gangguan OCD, bisa mengatasinya dengan terapi khusus yang dibantu oleh ahli kesehatan mental.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pandemi Covid-19 Tingkatkan "Doomscrolling", Ini Efek Negatifnya"