Ia tampak muak atas tindakan Tarrant yang menghabisi 51 orang tak bersalah dan melukai sejumlah orang.
"Kau mengambilnya dengan cara pengecut," kata Smith.
Berasal dari ras kulit putih, Smith nampak marah dengan Brenton Tarrant, pelaku penembakan yang sempat memproklamirkan diri sebagai bagian dari supremasi kulit putih.
"Kau itu membunuh orang atas namaku," katanya di hadapan Brenton Tarrant.
Baca: Sahabatnya Tewas Kena Tembak saat Salat Jumat, Penyintas Ata Taj Mohammad Kamran Trauma Masuk Masjid
Smith merasa malu sekaligus muak atas apa yang dilakukan Brenton Tarrant.
"Aku ini orang kulit putih. Seorang muslim dan bangga atas itu. Semua yang kau lakukan sangat memalukan bagi orang Eropa di seluruh dunia," jelasnya, dilansir New Zealand Herald, Selasa (25/8/2020).
Menurut Smith, orangtua Tarrant adalah korban lantaran punya anak yang salah arah.
"Tapi kau memilih melakukan itu (membunuh)," kata Smith.
"(Sedangkan) saudara-saudaraku tak punya pilihan lain (selain mati)", ungkapnya.
Baca: Sidang Vonis Terdakwa Brenton Tarrant, Penyintas Zuhair Darwish: Kau Akan Mendapat Balasan
Smith melanjutkan pernyataannya kepada Tarrant, "Saat kau punya waktu luang, di mana kau akan punya banyak ...." tiba-tiba disela oleh Brenton Tarrant yang tertawa.
"Lucu hah," kata Smith menimpali selaan.
"Mungkin kau harus mencoba baca Alquran, itu indah. Aku tak bisa berkata-kata lagi, kupastikan kau akan dihukum. Kau akan diberi hukuman," ucapnya mengakhiri pernyataan.
Nathan Smith adalah warga Inggris yang menikahi seorang wanita Palestina.
Ia menjadi mualaf sembilan tahun lalu.
"Itu adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat," katanya di hadapan Brenton Tarrant.
Diketahui Smith sedang salat di Masjid Al Noor saat serangan yang menewaskan 51 orang itu terjadi.
Smith menceritakan dirinya selamat dan melihat banyak jenazah di sekelilingnya.
"Setelah kamu pergi, aku dikelilingi mereka yang sekarat, terluka, dan yang mati," terangnya.
Ia mengaku sedih saat bocah yang akan diselamatkannya tewas di gendongan.
"(Saat itu) aku menggendong seorang anak laki-laki usia 3 tahun dalam pelukan sambil berdoa (agar) dia masih hidup - tapi ternyata tidak," katanya muak.
Smith mengacungkan jari telunjuk ke arah Brenton Tarrant.
"Kau membunuhnya. Dia berumur tiga tahun," jelasnya.
Menurut Smith, orangtua Tarrant adalah korban lantaran punya anak yang salah arah.
"Tapi kau memilih melakukan itu (membunuh)," kata Smith.
"(Sedangkan) saudara-saudaraku tak punya pilihan lain (selain mati)", ungkapnya.
Smith melanjutkan pernyataannya kepada Tarrant, "Saat kau punya waktu luang, di mana kau akan punya banyak ...." tiba-tiba disela oleh Brenton Tarrant yang tertawa.
"Lucu hah," kata Smith menimpali selaan.
"Mungkin kau harus mencoba baca Alquran, itu indah. Aku tak bisa berkata-kata lagi, kupastikan kau akan dihukum. Kau akan diberi hukuman," ucapnya mengakhiri pernyataan.
Baca: Korban Penembakan di Christchurch, Farisha Razak Sebut Brenton Tarrant Pantas Menderita di Penjara
Pengadilan Tinggi Christchurch memvonis terdakwa Brenton Tarrant dengan hukuman penjara seumur hidup.
Adapun hukuman tersebut dijatuhkan tanpa adanya pembebasan bersyarat, Kamis (27/8/2020).
Hukuman ini menjadi pertama yang dilakukan di Selandia Baru.
Brenton Tarrant terbukti bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan 1 dakwaan terorisme.
Putusan hakim Cameron Mander dilakukan setelah pengadilan mendengarkan pernyataan sekira 60an penyintas dan keluarga.
Baca: Korban Penembakan di Christchurch, Farisha Razak Sebut Brenton Tarrant Pantas Menderita di Penjara
Ia sempat terkikik mendengar reaksi marah dari penyintas dan keluarga.
Mark Zarifeh, Jaksa Penuntut Umum menyebut kejahatan Brenton "menimbulkan bekas yang menyakitkan dan memprihatinkan pada sejarah Selandia Baru".
"Jelas dia adalah pembunuh terkeji di Selandia Baru", kata Mark Zarifeh.
Pelaku yang memilih mewakili dirinya sendiri, mengatakan tidak punya pernyataan apapun.
Seorang pengacara yang disediakan mengatakan Tarrant bicara kepadanya bahwa dia tidak menentang hukuman dipenjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
Sidang pada Rabu (26/8/2020) diwarnai derai air mata, kemarahan hingga pembacaan Alquran.
Saat vonis dibacakan, Brenton Tarran terlihat diam, memandang sekeliling, dan menghadapi penyintas dan keluarga dengan tanpa reaksi.
"Tidak, terima kasih," kata Brenton Tarrant saat sang hakim bertanya ke dirinya apakah ingin mengucapkan sesuatu.