Suaminya, Muse Awale tewas bersimbah darah atas bombardir peluru pria Australia yang memproklamirkan diri sebagai bagian dari supremasi kulit putih.
Di depan pengadilan ia menceritakan kisahnya saat berhasil menghindar dari serangan.
Peringatan: Isi berita di bawah ini berisi rincian peristiwa yang dimungkinkan dapat membuat rasa tidak nyaman bagi pembaca.
Disclaimer: Tribunnewswiki.com tidak menyediakan gambar Muhobo Ali Jama karena keterbatasan hak cipta.
Baca: Anaknya Tewas dalam Penembakkan Masjid di Selandia Baru, Maysoon Salama: Hatiku Hancur Jutaan Kali
Aksi terorisme Tarrant menghantui hidup Muhobo Ali Jama, sebagaimana dirinya mengatakan selalu kesulitan untuk tidur di malam hari.
"Saya telah kehilangan suami saya, rekan, seumur hidup saya. Saya tidak akan pernah berbagi kebahagiaan yang kami miliki lagi," katanya di mimbar pengadilan tinggi Christchurch, dilansir New Zealand Herald, Senin (24/8/2020).
Muhobo Ali Jama merupakan satu dari 12 orang yang membacakan pernyataan dampak korban serangan selama hari pertama sidang vonis Brenton Tarrant pada hari pertama sidang vonis.
Lahir di Somalia, Ali Jama sempat melarikan diri dari konflik negaranya pada 1991.
Ia menghabiskan tahun kelam di kamp pengungsi sebelum akhirnya mendapat suaka di Selandia Baru.
Hingga akhirnya bertemu sang suami di masjid Al Noor.
Saat insiden terjadi, Jama berlari menyelamatkan diri ke ruang bagian perempuan di masjid, terpisah dengan Muse.
Ia bersembunyi hingga suara ledakan berhenti.
Setelah memantau keadaan aman, ia keluar mencari suaminya.
Baca: Sekelompok Massa Berunjuk Rasa di Pengadilan saat Berlangsung Sidang Brenton Tarrant, Ada Apa?
Tak disangka, ia menemukan banyak jenazah bertumpuk satu sama lain di dalam masjid.
Perasaannya campur aduk, ia bertemu dengan seorang pria yang menggendong anaknya yang masih kecil.
"Aku tanya dia, (pelaku) sudah pergi"
Dia kemudian keluar mencari sang suami dan menemukannya terbaring di luar di tempat parkir.
Ia bingung dan tak ada yang bisa dilakukan untuk membantunya.