Ini adalah kasus terkonfirmasi pertama pasien terjangkit Covid-19 untuk kedua kalinya.
Dilansir dari Nbcnews, (25/8/2020), hasil penemuan ini menunjukkan bahawa mereka yang pulih dari Covid-19 mungkin hanya memiliki kekebalan jangka pendek.
Kasus ini kemungkinan besar akan menjadi perhatian penting bagi para ilmuwan yang saat ini menggunakan antibodi dari pasien Covid-19 yang sembuh, dan mereka yang berupaya mengembangkan vaksin.
Meski demikian, terlalu dini untuk menarik kesimpulan dari kasus tersebut.
Hasiil penelitian itu juga tidak serta merta menimbulkan kepanikan karena infeksi ulang adalah hal yang umum terjadi pada virus corona lainnya.
Baca: Sprinter Tercepat Dunia Usain Bolt Dikabarkan Positif Covid-19 Seusai Gelar Pesta Ulang Tahun ke-34
Akiko Iwasaki, seorang profesor immunobiologi di Yale University, berkomentar melalui akun Twitternya setelah hasil studi dirilis.
Dia mengatakan hasil penelitian itu tidak memperlihatkan sesuatu "yang tak terduga" atau tidak ada kejutan besar.
"Ini bukan alasan untuk panik - ini adalah contoh buku panduan tentang bagaimana kekebalan bekerja," tulis dia.
Menurut hasil studi peneliti Hong Kong itu, pria Hong Kong berumur 33 tahun tersebut mengalami gejala ringan pada akhir Maret ketika dia didiagnosa terjangkit Covid-19.
Dia dirawat di rumah sakit pada 29 Maret.
Baca: Optimis Hasilkan Vaksin Berlebih, Jokowi Bakal Jual Vaksin Covid-19 Merah Putih ke Negara Lain
Namun, gejalanya mereda dan dia dipulangkan pada 14 April.
Infeksi yang kedua terjadi lebih dari empat bulan kemudian, setelah dia kembali ke Hong Kong dari Spanyol melalui Inggris.
Pasien itu dites dan hasilnya positif dan dirawat di rumah sakit.
Namun, menurut hasil studi itu, dia tetap tidak menunjukkan gejala.
Peneliti membandingkan urutan genom virus corona pada infeksi pertama dan kedua.
Infeksi yang kedua tampaknya berasal dari strain virus corona yang sedikit berbeda dari yang pertama.
Ilmuwan mengkonfirmasi bahwa pria itu benar-benar mengalami infeksi yang kedua kalinya, dan bukan karena infeksi yang pertama masih ada.
Baca: Peneliti Ungkap Fakta Sebenarnya Terkait Ibu Menyusui Bisa Menularkan Covid-19
Brenda Wren, seorang profesor mikrobiologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris, menyebut infeksi ulang itu sebagai "contoh langka".
Dia juga berkata bahwa tidak jarang ditemukan strain virus berbeda karena pandemi berkembang.
Menurutnya, semua virus bermutasi seiring berjalannya waktu.
Dengan jutaan kasus Covid-19 saat ini, kata dia, infeksi ulang yang baru saja teridentifikasi ini seharusnya tidak menggagalkan usaha pengembangan vaksin.
Sementara itu, penelitian awal menunjukkan tingkat antibodi virus corona berkurang setelah beberapa bulan.
Dengan demikian, kekebalan potensial terhadap virus itu mungkin tidak bertahan lama.
Baca: India Laporkan 60 Ribu Kasus Covid-19 Selama 4 Hari Berturut-turut, Total Kasus Hampir 3 Juta
Vaksinasi virus corona bisa dimulai awal tahun 2021
Kepala regulator vaksin di Jerman mengatakan vaksinasi virus corona dapat dilakukan kepada sejumlah penduduk di negara itu mulai awal tahun 2021.
Sementara itu, lebih dari setengah lusin perusahaan farmasi di seluruh dunia sedang melakukan uji klinis vaksin Covid-19 dengan melibatkan puluhan ribu sukarelawan.
Perusahaan tersebut berharap dapat mengetahui apakah vaksin mereka manjur dan aman pada akhir tahun ini.
Dilansir dari Reuters, (19/8/2020), Klaus Cichutek, kepala Institut Paul Ehrlich, Klaus Cichutek mengatakan kepada kelompok surat kabar Funke bahwa data uji klinis tahap I dan II memperlihatkan beberapa vaksin memicu respons kekebalan dalam melawan virus corona.
"Jika data dari uji coba tahap III memperlihatkan vaksin efektif dan aman, vaksin pertama dapat disetujui pada awal tahun 2021, dan mungkin dengan kondisi-kondisi yang tercantum," kata dia.
"Berdasarkan keyakinan dari para pembuatnya, dosis pertama untuk orang-orang di Jerman akan tersedia saaat itu, sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh Komite Tetap Vaksinasi," kata Cichutek.
Kasus infeksi di Jerman meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Data dari Robert Koch Institute pada Rabu, (19/8/2020), menunjukkan ada kasus baru sebanyak 1.510 dan total kasus mencapai 226.914.
Institute itu mengatakan 39 persen dari kasus tersebut mungkin adalah kasus impor.
Infeksi dalam beberapa pekan ini kemungkinan berasal dari Kosovo, Turki, dan Kroasia
Beberapa perusahaan, termasuk Moderna, AstraZeneca, dan Pfizer Inc, mengatakan mereka masng-masing berharap dapat membuat lebih dari semilyar dosis vaksin tahun depan.