Hal tersebut lantaran tidak banyak negara yang memakai sistem tersebut.
Dan hingga kini China masih memakai dan mempertahankan sistem Marxisme untuk ekonomi mereka.
Dilansir oleh South China Morning Post, presiden Tiongkok, Xi Jinping juga dengan percaya diri menyebut Marxisme merupakan fondasi utama bagi negara China.
Xi Jinping menjelaskan bahwa Marxis akan terus beradaptasi dengan lingkungan domestik dan internasional yang selalu berubah.
Baca: Satu dari 9 Pakaian Adat di Uang Rp 75.000 Dituding Sebagai Busana Asal China, Berikut Faktanya
Ia juga sebut Marxisme harus tetap menjadi landasan bagi bangsa China untuk membangun masa depannya.
“Landasan ekonomi politik China hanya bisa menjadi ekonomi politik Marxis, dan tidak didasarkan pada teori ekonomi lainnya,” katanya dalam artikel yang diterbitkan pada hari Sabtu di majalah teori politik Qiushi.
Xi, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Komunis China dan ketua Komisi Militer Pusat, mengatakan model ekonomi negara adalah pilar dari sistem sosialis dengan karakteristik China yang tidak hanya memandu pembangunan ekonomi tetapi juga memperkuat posisi penguasa partai.
Dia bilang setelah 30 tahun reformasi dan keterbukaan dan perubahan tatanan global, mengarahkan ekonomi ke masa depan akan menjadi ujian besar bagi partai tersebut.
Xi menepis anggapan bahwa ekonomi politik Marxisme yang dianut China sudah ketinggalan zaman, dengan mengatakan hal itu memungkinkan pasar memainkan peran yang menentukan dalam alokasi sumber daya tetapi juga meningkatkan peran pemerintah.
China disebutnya harus mendukung dan mengembangkan ekonomi milik publiknya, sambil mendukung jenis kepemilikan lainnya.
Baca: Tak hanya TikTok, Donald Trump Pertimbangkan Larang Perusahaan China Lainnya, Alibaba Termasuk?
“Posisi dominan kepemilikan publik tidak dapat digoyahkan, dan peran utama ekonomi milik negara tidak dapat digoyahkan,” tegas Xi.
Sementara itu, di antara bidang utama konflik antara China dan AS adalah perang dagang yang telah berlangsung sejak Juli 2018.
Negosiator dari kedua negara diharapkan bertemu pada Sabtu untuk meninjau kesepakatan perdagangan fase satu yang disepakati antara Beijing dan Washington pada Januari dalam upaya meredakan ketegangan, tetapi pembicaraan ditunda tanpa penjelasan dari kedua belah pihak.
Michael Every, kepala riset pasar keuangan Asia-Pasifik di Rabobank, mengatakan kesepakatan itu mungkin dalam bahaya karena alasan politik, ketika Presiden AS Donald Trump berkampanye untuk pemilihan ulang.
"Trump menyinggung bahwa China sekarang mencatat rekor pesanan produk agri AS [komitmen yang dibuat dalam kesepakatan Januari]," katanya.
“China akan ikut bermain karena tidak tahu siapa yang akan memenangkan pemilu AS. Tapi kami tetap berpandangan bahwa kesepakatan ini akan runtuh di beberapa titik dan mungkin saat itu paling bijaksana secara politis untuk Trump," jelasnya.
Baca: Siap Perang dengan China, AS Siagakan Pesawat Pembom Nuklir ke Pulau Misterius di Samudra Hindia
Artikel ini telah tayang di kontan.co.id dengan judul "Dituding ketinggalan zaman, Xi Jinping: Marxisme adalah fondasi pertumbuhan China"