Beberapa waktu lalu, Indonesia disebut diambang untung karena akan ada relokasi industri dari China.
Di sisi lain, kedekatan politik dan ekonomi antara Indonesia dan China disebut tidak membawa keuntungan berarti bagi bumi pertiwi.
Hal ini pun kembali disampaikan oleh ekonom senior Indonesia, Faisal Basri.
Ia mengkritik kebijakan peningkatan nilai tambah di bidang pertambangan di Indonesia.
Menurut Faisal Basri, kebijakan ini masih dilakukan setengah hati oleh pemerintah.
Baca: Pandu Sjahrir - Keponakan Luhut Pandjaitan yang Duduki Jabatan Sebagai Komisaris Bursa Efek
Dia menyoroti konsep hilirisasi pertambangan yang belum terintegrasi dengan pengembangan industri di dalam negeri.
Jika memakai strategi industrialisasi, kata Faisal Basri, barang tambang yang diolah akan digunakan untuk pengembangan industri di Indonesia.
Namun dengan konsep seperti sekarang, barang tambang yang belum diolah menjadi produk jadi pun sudah terhitung sebagai hilirisasi.
Baca: Debat Utang Negara, Jubir Luhut: Jangan Dibawa ke Urusan Politik, Capek Kita yang Gitu-Gitu
Akibatnya, dia menyebut bahwa hilirisasi tambang di Indonesia malah menopang industri di negara lain.
"Jadi hilirisasi itu untuk menopang industrialisasi di China. Sadar nggak sih kita?" kata Faisal Basri dalam webinar yang digelar oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rabu (29/7).
Faisal Basri memberikan gambaran tentang maraknya minat perusahaan China untuk mendirikan smelter di Indonesia, khususnya smelter nikel.
Baca: Tantang Pengkritik Utang Negara, Luhut Binsar: Saya Ingin Ketemu, Jangan di Media Sosial Saja
Menurutnya, kebijakan hilirisasi saat ini lebih dominan menguntungkan para pengusaha smelter tersebut.
Dia mencontohkan, perusahaan tambang lokal harus membayar bea ekspor dan juga royalti, tapi smelter tidak dikenakan.
Perusahaan smelter pun bisa semakin banyak menumpuk laba karena tidak terbebani oleh pajak badan karena mendapatkan tax holiday.
Terlebih, smelter pun bisa mendapatkan bahan baku berupa bijih atau ore nikel dengan harga yang sangat murah.
Dengan berbagai fasilitas tersebut, perusahaan asal China lebih banyak mengantongi keuntungan jika membangun smelter di Indonesia ketimbang di negaranya.
Baca: Luhut Binsar Pandjaitan Beri Mahfud MD Meme Corona is Like Your Wife, Apa Maksudnya?
"Kalau mereka bangun smelter di China, mereka beli nikel ore dengan harga jauh lebih mahal. Kalau Indonesia harganya murah sekali.
"Labanya jauh lebih besar memindahkan smelter ke Indonesia."
"Kalau di negeri asalnya dia bayar PPN, macam-macam, di sini nggak," terang Faisal Basri.
Lebih lanjut, Faisal Basri pun menyindir perlakuan terhadap pengusaha smelter, yang bahkan tetap bisa melenggang, membawa pekerja asing masuk ke Indonesia walaupun di tengah kondisi pandemi cobvid-19.
"Katanya alih teknologi, training lah, omong kosong," ujarnya.