Saling menuduh terkait dalang pandemi Covid-19 dan perang ekonomi-dagang membuat hubungan dua negara tersebut selalu panas sepanjang tahun 2020 ini.
Memburuknya relasi antara Amerika Serikat dan China kini semakin kentara.
Seorang ilmuwan terkemuka di laboratorium Wuhan yang diklaim sebagai sumber wabah virus corona menuntut permintaan maaf dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Shi Zhengli, yang memimpin Pusat Penyakit Menular di Institut Virologi Wuhan, juga mengecam pemerintah AS karena menghentikan pendanaan untuk penelitian bersama dengan para ilmuwan AS.
Dia mengatakan kepada majalah Science bahwa penyelidikan telah mengesampingkan kemungkinan bahwa virus itu telah lolos dari laboratorium, sebuah teori yang dipromosikan oleh beberapa pejabat AS, termasuk Trump.
Dia membantah bahwa dia atau anggota timnya telah melakukan kontak dengan virus Sars-CoV-2 sebelum terdeteksi di kota tersebut pada akhir tahun lalu.
"Klaim Presiden AS Trump bahwa Sars-CoV-2 bocor dari isntitut kami benar-benar bertentangan dengan fakta," katanya seperti dikutip South China Morning Post.
“Hal ini membahayakan dan memengaruhi pekerjaan akademik dan kehidupan pribadi kami. Dia berutang permintaan maaf kepada kami," tegasnya.
Shi, yang dijuluki "wanita kelelawar" karena penelitiannya tentang virus corona pada mamalia, juga mengecam keputusan National Institutes of Health pada bulan April untuk menghentikan pendanaan penelitian bersama dengan EcoHealth Alliance yang bermarkas di New York.
Baca: Pegawai Gedung Putih Dikonfirmasi Positif Covid-19, Presiden AS Donald Trump Masih Aman
Baca: Jelang Pilpres Amerika Serikat: Boros Uang demi Kampanye, Donald Trump Tak Mampu Kalahkan Joe Biden
Shi dan kepala aliansi itu, Peter Daszak, telah mempelajari bagaimana coronavirus berpindah dari kelelawar ke manusia dan sejauh ini telah membuat beberapa penemuan penting.
"Kami tidak memahami penghentian dukungan pendanaan NIH untuk proyek kolaborasi kami dan merasa itu benar-benar tidak masuk akal," katanya.
Sebelumnya Trump dan pejabat AS lainnya telah mempromosikan teori bahwa virus tersebut secara tidak sengaja melarikan diri dari laboratorium tanpa memberikan bukti yang kuat.
Sejauh ini asal-usul virus tetap tidak diketahui, meskipun para ilmuwan umumnya percaya itu berasal dari kelelawar dan melompat ke manusia melalui sejumlah perantara.
Tetapi laboratorium keamanan tinggi Shi yang menangani patogen paling mematikan, menjadi sasaran spekulasi karena lokasinya di Wuhan.
Amerika Serikat menduga China telah mengirim mata-mata terkait urusan militer ke negara tersebut, melalui pengiriman ilmuwan ke negeri paman Sam.
Seorang ilmuwan asal China yang dicurigai melakukan kecurangan visa dan merahasiakan hubungannya dengan militer telah kabur ke konsulat China di San Francisco, kata pejabat Amerika Serikat.
Jaksa penuntut menuding kasus itu adalah bagian dari program China mengirim ilmuwan dari militernya secara diam-diam ke AS.
Baca: AS Tuding China Jadi Mata-Mata dan Curi Kekayaan Intelektual, Minta Tutup Konsulat di Houston
Baca: Jelang Pilpres Amerika Serikat: Boros Uang demi Kampanye, Donald Trump Tak Mampu Kalahkan Joe Biden
Pada Rabu (22/7/2020), pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah memerintahkan penutupan konsulat China di Houston dan mengatakan mereka terlibat kasus pencurian properti intelektual.
China mengecam perlakuan terhadap ilmuwan-ilmuwan dan konsulatnya di AS.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menuding pemerintah Trump memakai alasan-alasan tersebut untuk membatasi, melecehkan, atau menindas ilmuwan China di AS.
Menyusul kisruh penutupan konsulat China di Houston, Trump mengancam akan menutup lebih banyak kantor konsulat China.
Dalam beberapa bulan terakhir, ia kerap bentrok dengan Beijing soal perdagangan, pandemi virus corona, dan pengesahan undang-undang keamanan nasional baru yang kontroversial bagi Hong Kong.
Menurut dokumen yang diserahkan oleh jaksa penuntut di sebuah pengadilan federal di San Francisco mengatakan tersangka bernama Juan Tang adalah seorang periset biologi di University of California, Davis.
Menurut dokumen tersebut, dalam wawancara dengan agen FBI bulan lalu, Tang mengatakan ia belum pernah bekerja untuk militer China.
Namun, kata dokumen, sebuah investigasi sumber terbuka atau open source menemukan foto-fotonya mengenakan seragam tentara.
Penggeledahan di rumahnya mendapati bukti lainnya yang menunjukkan afiliasinya dengan Tentara Pembebasan Rakyat China atau PLA.
"Menyusul penggeledahan dan wawancara Tang pada 20 Juni 2020, Tang pergi ke konsulat China di San Francisco, di mana ia selanjutnya menetap, menurut penilaian FBI," tulis dokumen pengadilan tersebut, yang pertama dilaporkan oleh situs berita Axios.
Baca: Pegawai Gedung Putih Dikonfirmasi Positif Covid-19, Presiden AS Donald Trump Masih Aman
Baca: Jelang Pilpres dan Demi Perbaiki Citra Politik, Donald Trump Kini Wajibkan Masker untuk Warga AS
Dokumen itu mengatakan: "Seperti yang ditunjukkan oleh kasus Tang, konsulat China di San Francisco menyediakan potensi rumah aman bagi tentara PLA guna menghindari prosekusi di Amerika Serikat."
Jaksa penuntut mengatakan ini bukanlah satu-satunya kasus, melainkan "bagian dari sebuah program yang dilaksanakan oleh PLA" untuk mengirim ilmuwan-ilmuwan militer ke AS di balik kepura-puraan.
Dokumen itu juga menyebutkan kasus-kasus lainnya, di mana dua periset baru-baru ini ditahan di California lantaran berbohong soal tudingan hubungan mereka dengan militer China.
Artikel ini sebagian sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Ilmuwan China: Trump berhutang permintaan maaf kepada kami.