Ikuti Jejak NU dan Muhammadiyah, PGRI Undur Diri dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Acara pembukaan Konferensi Kerja Nasional PGRI di Jakarta (21/2/2020).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang menjadi perbincangan publik beberapa waktu terkini.

Kementerian yang dipimpin oleh Nadiem Makarim itu mengundang atensi publik pasca dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menyatakan undur diri dari salah satu program Kemendikbud tersebut.

NU dan Muhammadiyah menyatakan tak akan ambil bagian atau menjadi peserta di program Program Organisasi Penggerak (POP).

Ternyata, keputusan NU dan Muhammadiyah ternyata diikuti oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

PGRI memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Keputusan tersebut disampaikan dalam keterangan resmi PGRI tentang Pernyataan Sikap PGRI Terkait Program Organisasi Penggerak Kemendikbud RI.

Baca: Program Organisasi Penggerak (POP) Ditinggalkan NU dan Muhammadiyah, Begini Respons Kemendikbud

Baca: NU-Muhammadiyah Putuskan Keluar Dari Organisasi Penggerak yang Digagas Kemendikbud, Ini Alasannya

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan ada sejumlah pertimbangan PGRI mundur sebagai peserta Organisasi Penggerak Kemendikbud meski telah menjadi organisasi penggerak terpilih.

Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga menyatakan tak akan menjadi peserta dari POP.

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim (keempat dari kiri) dan Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi (kelima dari kiri) bersama sejumlah guru berprestasi dari berbagai daerah di Indonesia, Sabtu (30/11/2019). (Kompas.com)

"Menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah, Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi, Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2020 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," papar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi pada, Jumat (24/7/2020), dikutip dari Kompas.com.

Salah satu pertimbangan PGRI untuk mundur ialah PGRI memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T, dalam menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi.

Selain itu, PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.

Baca: Pembelajaran Jarak Jauh Dipastikan Tak Akan Dipermanenkan, Nadiem: Tatap Muka yang Terbaik

Baca: Mendikbud Nadiem: Dana BOS Boleh Digunakan untuk Beli Alat Protokol Kesehatan hingga Kuota Internet

"Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," paparnya.

PGRI juga berharap Kemendikbud memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir.

Meski begitu, sebagai mitra strategis pemerintah dan pemerintah daerah, PGRI menyatakan berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional.

Berikut 5 (lima) poin pertimbangan PGRI mundur sebagai peserta Organisasi Penggerak Kemendikbud:

  • Pandemi Covid-19 datang meluluhlantakkan berbagai sektor kehidupan termasuk dunia pendidikan dan berimbas pada kehidupan siswa, guru, dan orang tua. Sejalan dengan arahan Bapak Presiden RI bahwa semua pihak harus memiliki sense of crisis, maka kami memandang bahwa dana yang telah dialokasikan untuk POP akan sangat bermanfaat apabila digunakan untuk membantu siswa, guru/honorer, penyediaan infrastruktur di daerah khususnya di daerah 3 T demi menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) di era pandemi ini.
  • PGRI memandang perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.
  • Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas. PGRI memandang bahwa perlunya prioritas program yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru melalui penataan pengembangan dan mekanisme keprofesian guru berkelanjutan (Continuing Professional Development).
  • PGRI sebagai mitra strategis Pemerintah dan pemerintah daerah berkomitmen terus membantu dan mendukung program pemerintah dalam memajukan Pendidikan Nasional. Saat ini PGRI melalui PGRI Smart Learning & Character Center (PGSLCC) dari pusat hingga daerah berkonsentrasi melakukan berbagai program peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dilakukan secara masif dan terus menerus khususnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan PJJ yang berkualitas.
  • PGRI mengharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh pada pemenuhan kekosongan guru akibat tidak ada rekrutmen selama 10 tahun terakhir, memprioritaskan penuntasan penerbitan SK Guru Honorer yang telah lulus seleksi PPPK sejak awal 2019, membuka rekrutmen guru baru dengan memberikan kesempatan kepada honorer yang memenuhi syarat, dan perhatian terhadap kesejahteraan honorer yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini.

"Demikian pernyataan sikap PGRI, dan dengan pertimbangan di atas kami mengharapkan kiranya program POP untuk tahun ini ditunda dulu. Dan semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita semua dalam pengabdian memajukan pendidikan," pungkas pernyataan PGRI tersebut.

NU-Muhammadiyah mundur

Dua organisasi besar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah memilih mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP).

Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan program yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sebelumnya  lbih dulu menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam POP.

Kasiyarno, selaku Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah mengatakan ada sejumlah pertimbangan terkait mundurnya Muhammadiyah dari POP.

Ilustrasi Muhammadiyah dan NU. (Kompas.com)

Dikutip Tribunnewswiki dari Kompas.com, melalui keterangan tertulis Selasa (21/7/2020), Kasiyarno mengatakan, ingin mundur dari keikutsertaan program POP.

"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," terang Kasiyarno.

Walaupun telah mundur, Muhammadiyah tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru.

Ini dilakukan melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah walaupun tanpa keikutsertaan dalam POP.

Berikutnya diikuti Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) yang juga ikut mundur dari program tersebut.

Ketua LP Maarif NU Arifin Junaidi mengklaim mempermasalahkan proses seleksi yang dinilainya kurang jelas.

Baca: Kemendikbud Beri Keringanan Biaya Kuliah, Ini Syarat Agar Dapat Bantuan UKT (SPP) Selama 1 Semester

Baca: Terkait Pembelajaran Jarak Jauh Pelajar Dibuat Permanen, Berikut Klarifikasi dari Kemendikbud

Arifin Junaidi juga menambahkan alasan NU mundur dari program POP yakni karena fokus mengurus pelatihan kepala sekolah.

Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah di 15 persen dari total sekolah/madrasah atau sekitar 21.000 sekolah/madrasah.

Dia memberikan keterangan lanjutan, mereka yang mengikut pelatihan, harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah dan kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya.

Sedangkan POP harus selesai akhir tahun 2020.

Melansir dari laman NU online. mereka tetap melaksanakan program penggerak tersendiri.

“Meski kami tidak ikut POP kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri,” terangnya di laman NU Online.

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Sebagian artikel tayang di Kompas.com berjudul PGRI Ikut Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ini Alasannya.



Penulis: Haris Chaebar
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer