Anggota Komisi I Nilai Rencana Pembelian Jet Eurofighter Typhoon Terkesan Tergesa-gesa

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR, Willy Aditya, menilai rencana pemerintah membeli pesawat tempur Eurofighter jenis Typhoon bekas dari Austria terkesan tergesa-gesa. Foto: Pesawat tempur Eurofighter Typhoon milik AU Austria

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Anggota Komisi I DPR Willy Aditya buka suara mengenai rencana pemerintah membeli pesawat Eurofighter jenis Typhoon bekas dari Austria.

Willy menilai rencana pemerintah tersebut terkesan tergesa-gesa.

Politikus Nademi itu mengingatkan agar Kementerian Pertahanan melakukan pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) berdasarkan kebijakan pertahanan negara.

Tanpa adanya dasar kebijakan, pembelian alutsista dikhawatirkan terkesan sebagai upaya pemborosan semata.

"Membeli alutsista, baik itu pesawat, tank, maupun senjata serbu, itu semua harus ada dasarnya. Apalagi, ini membeli pesawat tempur udara jenis superfighter," kata Willy Rabu (22/7/2020).

Pasalnya, menurut dia, tidak ada kajian komprehensif yang dilakukan terlebih dahulu, termasuk sistem pertahanan seperti apa yang hendak dibangun oleh pemerintah.

Terlebih, imbuh dia, hingga kini pemerintah belum selesai merevisi kebijakan umum pertahanan.

Willy mengatakan  belanja alutsista seperti pesawat tempur seharusnya tidak dianggap layaknya belanja rutin Kementerian Pertahanan, seperti misalnya pembinaan trimatra maupun peremajaan alutsista semata.

Baca: Jokowi Tunjuk Prabowo Pimpin Proyek Lumbung Pangan Nasional, Jubir Menhan hingga DPR Beri Respon

Baca: Prabowo Ditunjuk Memimpin Proyek Lumbung Pangan, Jokowi: Pertahanan Bukan hanya Urusan Alutsista

Eurofighter Typhoon milik AU Austria (Eurofighter)

Sebab, belanja alutsista merupakan salah satu jenis belanja strategis.

Dengan demikian pemerintah harus berhati-hati dan disesuaikan dengan doktrin pertahanan dan politik luar negeri Indonesia.

"Kalau salah, bisa dilihat oleh negara lain kita sedang mengubah strategi defensif menjadi ofensif. Ini bisa menjadi sorotan bagi politik luar negeri kita," ujarnya.

Willy membandingkan Indonesia dengan Amerika Serikat yang telah memiliki Network Centric Warfare (NCW) sebagai doktrin perang agar dapat menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan teknologi informasi.

Ia menilai Prabowo, sebagai mantan pimpinan tertinggi Kopassus, seharusnya lebih memahami bentuk ancaman pertahanan negara.

Dengan demikian ia berharap  Kemenhan dapat memperkuat kajian strategis pertahanan negara sebelum melakukan penjajakan dengan negara lain.

Di samping itu, Willy mengatakan saat ini Indonesia telah memiliki Sukhoi-35 yang sejenis dengan jet Typhoon.

Sebelumnya, media Austria, Kronen Zeitung, memberitakan bahwa Prabowo tengah melakukan penawaran pembelian 15 pesawat tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Udara Austria.

"Saya ingin menawarkan membeli 15 pesawat tersebut untuk TNI AU dan semoga proposal saya ini menjadi pertimbangan resmi," tulis Prabowo di surat tersebut yang dilansir Kompas.id, Senin (20/7/2020).

Dalam surat berkop Kementerian Pertahanan RI tertanggal 10 Juli 2020 yang ditandatangani Prabowo Subianto itu, disebut bahwa Indonesia tengah berupaya memenuhi kebutuhan organisasi angkatan bersenjata.

Prabowo mengatakan mendapatkan informasi bahwa Austria memiliki pesawat tempur Typhoon yang dibeli tahun 2002.

Saat ini, Austria memiliki 15 pesawat itu. Sementara itu, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Djoko Purwanto tidak bersedia berkomentar terkait pemberitaan itu.

Demikian juga dengan juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Simanjuntak, Senin (20/7/2020), menolak untuk berkomentar terkait dengan penawaran pembelian tersebut.

Biaya operasional mahal

Di Austria, pesawat Eurofighter Typhoon berjenis Tranche 1 itu menuai polemik di dalam negeri.

Diberitakan Harian Kompas yang mengutip media lokal Kronen Zeitung, pengoperasian jet tempur Eurofighter Typhoon jadi perdebatan publik di Austria karena mahalnya biaya operasional jet tempur tersebut.

Biaya operasionalnya mencapai 80.000 euro atau Rp 1,3 miliar per jam sehingga dianggap memboroskan anggaran negara.

Pada 2017 lalu, Menhan Austria mengatakan akan memensiunkan 15 Tranche 1 Eurofighter Typhoon tahun 2020.

Namun, pada 6 Juli, Kementerian Pertahanan Austria mengatakan, mereka akan mempertahankan pesawat Typhoon ini karena ada kontrak dengan Airbus yang jika diputuskan akan memakan biaya penalti.

Dilansir dari Aircraftcompare, harga Eurofighter Typhoon di Eropa berkisar antara 58 - 70 juta dollar AS per unit.

Sementara itu, untuk ekspor di luar Eropa, harganya mencapai 124 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,84 triliun (kurs Rp 14.800).

Harga bisa jauh lebih tinggi, tergantung penambahan fitur sistem dan perangkat lain dalam pesawat, termasuk paket sejumlah senjata yang melekat di pesawat.

Harga pesawat juga bergantung pada masa pakai pesawat.

Prabowo sendiri berminat membeli pesawat bekas pakai Angkatan Udara Austria, sehingga harganya masih bergantung pada negosiasi kedua belah pihak.

Menghentikan pembelian

Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, mengatakan jika informasi tentang surat Menhan itu benar, Kemenhan harus menghentikan rencana pembelian pesawat bekas itu.

Tubagus mengacu pada UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Di UU itu disebutkan tentang perlunya ada klausul tentang transfer teknologi, offset, dan imbal dagang.

Hal-hal ini sulit dimungkinkan jika Indonesia membeli persenjataan bekas.

”DPR dan pemerintah sudah berkomitmen kita tidak lagi akan beli pesawat bekas,” kata Hasanuddin.

Pertimbangan lain, jika membeli pesawat bekas, kata Hasanuddin, adalah masalah tahun hidup, suku cadang, dan pemeliharaan.

Dia mengatakan sampai saat ini program pengadaan pesawat tempur yang telah disetujui DPR adalah pengadaan Sukhoi-35 dan kerja sama dengan Korea Selatan membuat pesawat tempur generasi keempat KFX.

 (TribunnewsWiki/Tyo/Kompas/Dani Prabowo/Reska K. Nistanto)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komisi I Ingatkan Pembelian Pesawat Tempur Harus Sesuai Kebijakan Pertahanan"



Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer