Kumpulan Puisi Romantis Milik Penyair Sapardi Djoko Damono yang Tutup Usia di Umur 80 Tahun

Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sapardi Djoko Damono 2

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Nama Sapardi Djoko Damono sudah tak asing di telinga para penikmat puisi.

Penyair kelahiran Solo 80 tahun silam ini menutup usia pada pukul 09.17 WIB, Minggu(19/7) pagi.

Kabar meninggalnya Sapardi Djoko Damono disampaikan oleh Pengurus Cabang Istimewa NU di Amerika, lewat akun Twitter @sahaL_AS.

"Sugeng tindak, Penyair 'Hujan Bulan Juni' Sapardi Djoko Damono. Semoga husnul khatimah," tulis Akhmad Sahal.

Baca: Breaking News, Penyair Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia

Baca: Chairil Anwar

Puisi milik pujangga legenda Sapardi Doko Damono

Sapardi Djoko Damono merupakan sastrawan yang menelurkan banyak karya.

Dari puisi, cerpen dan lainnya.

Diketahui pujangga era 70-an ini telah menerbitkan sejumlah buku puisi, esai, fiksi, bahkan menerjemahkan karya sastra sejak 1969.

Sapardi Djoko Damono

Berikut beberapa karya Sapardi Djoko Damono yang berhasi Tribunnewswiki rangkum :

Puisi Yang Fana Adalah Waktu

satu di antara banyak puisi Sapardi Djoko Damono yang terkenal adalah Yang Fana Adalah Waktu.

Puisi ini termuat dalam kumpulan sajak Perahu Kertas (1983).

Berikut narasi puisi tersebut:

Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:

memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.

"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi.

Baca: Perjuangan Abdul Muis, Sastrawan & Jurnalis yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional Pertama di Indonesia

Tak hanya puisi Yang Fana Adalah Waktu, ada juga puisi Aku Ingin yng juga menjadi favorit para penikmat puisi.

Berikut puisi lengkpanya:

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Kemudian ada puisi milik pujangga asal Solo ini yang berjudul Hujan Bulan Juni.

Dari keterangan Kemdikbud RI, puisi ini berdasarkan pengalaman masa muda saat berada di Yogyakarta dan Surakarta (Solo).

Juni-Juli merupakan masa libur mahasiswa.

Sapardi Djoko Damono selalu menjalani Juni yang kemarau dan kering dan tak pernah merasakan hujan di bulan-bulan itu.

Kumpulan puisi Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono diterbitkan pada 1994.

Itu memuat sebanyak 102 puisi yang ditulis pada rentang waktu 1964-1994.

Kumpulan Puisi Hujan Bulan Juni bahkan sekarang ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.

Inilah puisi Sapardi djoko Damono yang berjudul Hujan Bulan Juni.

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan

Diserap akar pohon bunga itu

Baca: Sastrawan Arswendo Atmowoloto Meninggal Karena Kanker Prostat, Kenali Gejalanya

Inilah puisi terakhir yang dirangkum Tribunnewswiki dari sastrawan Sapardi Djoko Damono yang berjudul  Pada Suatu Hari Nanti.

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini,
kau akan tetap kusiasati.

Pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Kaka)



Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer