Gibran Maju di Pilkada Solo, Pakar Sosiologi: Dia Harus Bisa Buktikan Tak Ada Politik Dinasti

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gibran Rakabuming Raka resmi diusung PDI Perjuangan sebagai calon wali kota Solo. Namun, pakar mengatakan Gibran memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - PDI Perjuangan resmi mengusung Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, pada Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) Solo 2020.

Gibran maju menjadi calon wali kota Solo, ditemani Teguh Prakosa sebagai calon wakil wali kota.

Majunya Gibran pada Pilkada Solo 2020 memunculkan beragam tanggapan.

Gibran lebih dikenal sebagai pebisnis dan belum memiliki pengalaman di bidang politik.

Apa tantangan yang akan dihadapi Gibran?

Dosen Sosiologi Politik FISIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Supriyadi SN., S.U, mengatakan pasca dipilih oleh PDI-P, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Gibran.

Salah satunya adalah membuktikan bahwa ia dipilih bukan karena upaya membangun politik dinasti.

"Dia harus bisa membuktikan bahwa tidak ada KKN dan politik dinasti. Itu saja yang dipikirkan saat ini. Beda nanti kalau sudah memenangkan, tantangannya lain," kata Supriyadi, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/7/2020).

Gibran juga menghadapi tantangan untuk membangun soliditas internal PDI-P di Solo.

Baca: Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa Resmi Diusung PDI-P pada Pilkada Solo 2020

Baca: Megawati Singgung Soal Anak yang Dipaksa Ikut Pilkada, Gibran: Saya Tidak Dipaksa, Keinginan Sendiri

Putra pertama Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menyerahkan formulir pendaftaran bakal calon Wali Kota Solo 2020 ke kantor DPD PDIP Jawa Tengah, di Semarang, Kamis (12/12/2019). Gibran mendatangi kantor DPD PDIP Jateng dengan dikawal oleh ribuan pendukungnya. (TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Menurut Supriyadi, Gibran harus bisa menunjukkan bahwa dia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem dan struktur yang ada di PDI-P Solo.

"Oleh sebab itu, harus bisa merangkul semua komponen partai dan massa pendukung. Orang bilang, jika Gibran maju sudah selesai sebelum ada pertandingan. Ya enggak sesederhana itu dong. Tantangan masih banyak. Bagaimana membangun solidaritas, soliditas, kebersamaan, membangun kedamaian, itu penting bagi Gibran," papar dia.

Majunya Gibran dari sudut pandang "emic" dan "ethic"

Mengenai riuhnya komentar seputar majunya Gibran dalam kontestasi pilkada, Supriyadi menilai hal ini bisa dilihat daru sudut pandang yaitu "emic" dan "ethic".

Sudut pandang emic, kata Supriyadi, melihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan, baik sosial, politik, ekonomi, dan hukum.

"Seperti misalnya tidak menyalahi UUD 1945, UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Otonomi Daerah/Pemerintah Daerah, atau Peraturan Perundangan lainnya. Contoh, di UUD 1945 yang telah diamandemen 4 kali, pada Pasal 28C ayat (2), setiap orang berhak untuk memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya," kata dia.

Sementara, dari sudut pandang ethic atau sudut pandang pengetahuan-keilmuan modern, Supriyadi menilai minimnya pengalaman politik Gibran tak menjadi alasan seseorang untuk maju dalam pencalonan.

"Ini bukan masalah terlalu cepat atau tidak. Tetapi kita harus ingat bahwa manusia itu memiliki karakter bawaan seperti sebagai homo economicus, sebagai homo socius, sebagai homo politicus dan sebagainya," ujar Supriyadi.

"Jadi cepat atau tidaknya tergantung dari bagaimana Gibran menggerakkan ciri-ciri sebagai beberapa jenis karakter bawaan tadi," lanjut dia.

Baca: Gibran Dianggap Curi Start Kampanye dengan Blusukan, Ketua KPU Solo: KPU Tidak Bisa Melarang

Baca: Gibran Rakabuming Maju Jadi Calon Wali Kota Solo, Pengamat Politik Ungkap Aspek Negatif dan Positif

Secara peluang, Supriyadi mengatakan Gibran memiliki massa pendukung.

Meski demikian, ia juga harus menyatukannya dengan massa pendukung Teguh Prakoso.

Halaman
12


Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer