Laporan tentang rincian anggaran Dana Siap Pakai (DSP) BNPB dalam penanganan Covid-19 disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo.
Dalam laporan tersebut mengatakan bahwa BNPB adalah lembaga yang mendapatkan Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan Covid-19.
BNPB mendapat dana sebesar Rp 3,24 triliun dengan realisasi Rp 1,99 triliun.
Adapun dari anggaran tersebut, yang terealisasi untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 2,99 triliun.
"Dana siap pakai untuk penanganan Covid-19, antara lain diberikan kepada Mabes TNI, BNPB, Universitas Airlangga, dan Lembaga Eijkman," kata Doni dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/7/2020) dikutip dari Kompas.com.
Baca: Pemerintah Pastikan Belum Ada Peserta Kartu Prakerja yang Diminta Kembalikan Dana, Ini Alasannya
Baca: Calon Vaksin Virus Corona Buatan Moderna Asal AS Memasuki Fase Uji Coba Ketiga pada Juli Ini
Berikut ini rincian penggunaan anggaran Dana Siap Pakai (DSP):
1. Mabes TNI sebesar Rp 80,3 miliar untuk operasional bencana non alam Covid-19 di kabupaten Natuna, Wisma Atlet, Pulau Sebaru, dan Pulau Galang, standby first Natuna, evakuasi ABK WNI Diamond Princess di Kabupaten Majalengka yang sudah berlangsung sejak akhir Januari sampai dengan Februari lalu.
2. BNPB sebesar Rp 459 miliar untuk pemulangan pengungsi WNI pasca observasi di Natuna, operasional penanganan Covid-19, pembelian reagen PCR, bantuan logistik dan peralatan, serta operasional RS darurat wisma atlet Kemayoran.
3. Pusat krisis Kementerian Kesehatan sebesar Rp 1,25 triliun untuk pembelian APD.
4. Direktorat fasilitas pelayanan kesehatan kementerian kesehatan sebesar Rp 189,1 miliar untuk bantuan alat kesehatan untuk fasilitas karantina penampungan observasi di pulau Galang dan pengadaan alat kesehatan RS rujukan.
5. Direktorat survillence dan karantina Kemenkes sebesar Rp 15 miliar untuk pencegahan dan pengendalian Covid-19.
6. Direktorat pelayanan kesehatan rujukan kemenkes sebesar Rp 975,6 miliar untuk operasional pelayanan kesehatan di pulau Sebaru dan pelayanan kesehatan untuk estimasi 13.000 pasien.
7. Lembaga biologi molekuler Eijkman sebesar Rp 4,093 miliar untuk dukungan pemeriksaan Covid-19.
8. Gugus Tugas Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 41,3 miliar untuk operasional rumah sakit lapangan dari pengajuan sebesar Rp 101 miliar.
9. Untuk Universitas Airlangga sebesar Rp 5 miliar untuk sarana pra sarana Kemendikbud dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
Baca: WHO Konfirmasi Virus Corona Menyebar Lewat Udara, Berikut Cara Pencegahannya
Baca: SAH, Kemenkes Tegaskan Biaya Rapid Test Virus Corona Paling Mahal Rp 150 Ribu
RI-GHA, Alat Rapid Test Covid-19 Buatan Indonesia
Indonesia memiliki RI-GHA, alat rapid test pendeteksi Covid-19, buatan dalam negeri.
RI-GHA bahkan dianggap lebih murah dan lebih berkualitas dibandingkan alat rapid test buatan luar negeri.
Alat rapid test tersebut bisa dibeli dengan harga Rp 75.000 per unit atau setengah dari harga eceran tertinggi.
Hal ini dikatakan oleh Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza, dalam peluncurannya di kanal Youtube Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kamis (9/7/2020).
"Harga per tes kit Rp 75.000. Jadi setengah dari HET (Harga Eceran Tertinggi). Dengan kualitas yang tidak kalah. Malah mungkin lebih unggul dari kualitas produk impor," kata Riza.
Riza mengatakan alat rapid test buatan dalam negeri tersebut telah melalui serangkaian tes akurasi sehingga layak digunakan.
Bahkan, meski memiliki tingkat sensitivitas dan spesifikasi yang tinggi, produk tersebut terus diuji agar lebih sempurna.
Selain itu, lanjut Riza, RI-GHA dikembangkan sesuai strain virus corona yang menyebar di Indonesia.
Dengan demikian ia memiliki tingkat kompatibilitas lebih tinggi daripada produk impor.
Baca: Pemerintah Bakal Memberi Sanksi kepada RS yang Kenakan Tarif Rapid Tes Covid-19 di Atas Rp 150.000
Baca: Kemenkes Tetapkan Tarif Tertinggi Rapid Test di Indonesia Rp 150 Ribu, Ketua YLKI: Masih Mahal
Untuk itu, ia meminta seluruh rumah sakit dan layanan kesehatan menggunakan alat rapid test produksi dalam negeri yang harganya lebih murah dan kualitasnya tak kalah dari produk impor.
"Semestinya tak ada lagi mental hazard untuk menggunakan produk buatan Indonesia. Harga kompetitif, kualitas bagus dan mudah didapat dengan diproduksi di dalam negeri," lanjut Riza.
Hal senada disampaikan Menko PMK Muhadjir Effendy yang hadir dalam acara tersebut.
Ia mengatakan produksi perlengkapan tes cepat harus didukung.
"Perlu ada revolusi mental untuk kita bangga dengan produk dalam negeri kita sendiri. Kita mencintai produk dalam negeri sendiri dan kita bisa menggunakan secara penuh dengan percaya diri produk dalam negeri," kata Muhadjir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gugus Tugas Beberkan Penggunaan Dana Siap Pakai Covid-19, Ini Rinciannya"