Kapal Perang AS Unjuk Gigi di Laut China Selatan, Tiongkok Marah Besar pada Pentagon: Hentikan!

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Angkatan Laut Amerika Serikat, pada Selasa (7/7/2020) merilis foto armada laut AS di Pasifik. Di barisan depan dua kapal induk, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tiongkok marah besar atas tindakan Angkatan Laut AS yang unjuk gigi di kawasan Laut China Selatan.

Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Kementerian Pertahanan China.

Menurut Kemenhan Kementerian Pertahanan AS mengabaikan fakta-fakta yang benar dan salah.

China juga menuding AS tengah berusaha untuk mengasingkan negara-negara di kawasan itu demi menuai keuntungan yang tidak adil.

"Kami sangat tidak puas dan dengan tegas menentang ini," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Ren Guoqiang dalam sebuah pernyataan seperti yang dilansir Kontan dari Global Times.

Pernyataan ini disampaikan setelah Pentagon menuding aksi latihan militer China di perairan dekat Kepulauan Xisha dari 1 Juli hingga 4 Juli merupakan tindakan yang tidak produktif terhadap upaya meredakan ketegangan dan menjaga stabilitas.

Menuding balik, Ren menyebut justru Amerika yang menyebabkan ketegangan militer di Laut China Selatan.

"AS adalah pendorong militerisasi terbesar di Laut China Selatan, dan menentang upaya dan keinginan perdamaian negara-negara di kawasan itu," kata Ren.

Pasalnya, hanya dua hari setelah menuding latihan China sebagai aksi tidak produktif, AS pada hari Sabtu mengirim dua kapal induk plus empat kapal perang lainnya ke Laut China Selatan untuk latihan skala terbesar di wilayah ini dalam beberapa tahun.

AS Dikabarkan Siap Gempur China

Ilustrasi Tentara AS (pixabay.com)

Baca: Trump Tuduh WHO Boneka China, PBB Umumkan Amerika Serikat Keluar dari WHO Mulai 6 Juli 2021

Amerika Serikat (AS) dikabarkan telah siap seandainya harus mengepung China.

Atau, setidaknya, mereka akan turut memberikan tekanan pada Tiongkok atas tindakannya beberapa waktu ini.

Dua kapal induk AS dilaporkan tengah latihan bersama, seperti diberitakan Kontan dari Japan Times, Minggu (28/6/2020).

Keduanya ialah USS Nimitz dan USS Ronald Reagan Carrier Strike Groups.

Latihan tersebut digelar sehari setelah pemimpin Asia Tenggara menyatakan menentang klaim Bejing atas Laut China Selatan dengan alasan historis.

Padahal, Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Brunei masih memiliki klaim yang tumpang tindih di perairan itu.

Baca: Setelah Konflik dengan India, China Terjunkan Puluhan Petarung MMA Ke Perbatasan

ILUSTRASI - Foto kapal induk USS Theodore Roosevelt pada 3 Juni 2020 di Laut Filipina. Foto: AFP (AFP)

Dalam sebuah pernyataan, Angkatan Laut AS mengatakan latihan itu digelar untuk meningkatkan komitmen responsif, fleksibel, dan abadi Amerika Serikat untuk perjanjian pertahanan timbal balik dengan sekutu dan mitra di Indo-Pasifik.

“Kami secara agresif mencari setiap peluang untuk memajukan dan memperkuat kemampuan dan kecakapan kami dalam melakukan semua operasi perang domain,” kata Laksamana Muda George Wikoff, komandan Carrier Strike Group 5.

Ia menambahkan, Angkatan Laut AS siap untuk melakukan suatu misi global seandainya dibutuhkan.

“Angkatan Laut AS tetap memiliki misi yang siap dan dikerahkan secara global. Operasi dual carrier menunjukkan komitmen kami terhadap sekutu regional, kemampuan kami untuk secara cepat memerangi kekuatan di Indo-Pasifik, dan kesiapan kami untuk menghadapi semua pihak yang menentang norma-norma internasional yang mendukung stabilitas regional."

Beberapa hari sebelumnya, Angkatan Laut Amerika juga mengumumkan, kapal tempur litoral USS Gabrielle Giffords bergabung dengan dua kapal Pasukan Bela Diri Jepang untuk melakukan pelatihan di Laut China Selatan yang kontroversial pada hari Selasa pekan lalu.

Melansir Stripes.com, kapal Angkatan Laut AS berlayar dengan kapal pelatihan JMSDF JS Kashima dan JS Shimayuki untuk menekankan pentingnya komunikasi dan koordinasi saat beroperasi bersama.

"Kesempatan untuk beroperasi dengan teman-teman dan sekutu kita di laut sangat penting untuk kesiapan dan kemitraan kita bersama," kata Komandan Belakang Expeditionary Strike Group 7, Laksamana Muda Fred Kacher dalam pernyataannya seperti yang dikutip Stripes.com.

Peningkatan aktivitas militer AS

ILUSTRASI - Kapal Induk USS Carl Vinson. (Dailymail)

Baca: Konflik China dengan India Baru Permulaan, Laksamana AS Sebut Tiongkok Ingin Kuasai Kutub Utara

Titik masuk timur Laut China Selatan dan perairan di sekitarnya dilaporkan telah menunjukkan kesibukan aktivitas militer dalam beberapa hari terakhir, termasuk, menurut sebuah think tank China, beberapa misi pengawasan oleh pesawat mata-mata AS.

South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, yang berbasis di Institut Penelitian Kelautan Universitas Peking di Beijing, mengatakan telah mencatat adanya misi dengan menggunakan situs pelacakan penerbangan dan memposting gambar dugaan penerbangan di Twitter.

Drew Thompson, seorang peneliti di National University of Singapore, menulis di Twitter bahwa di antara pesawat-pesawat itu, sepasang Orion P-8 Angkatan Laut AS telah mengambil alih posisi atas target kepentingan bawah laut, yang kemungkinan besar merupakan kapal selam milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) yang bergerak melalui Bashi Channel.

"Dengan kapal induk Reagan yang beroperasi di dekatnya, mengawasi dengan cermat area tersebut dan menciptakan apa yang disebut garis piket adalah langkah standar untuk melindungi kapal induk dari kapal selam yang berbasis di Hainan," tulis Thompson seperti yang dilansir Japan Times, merujuk pada Pulau Hainan, rumah bagi pangkalan kapal selam China.

Langkah Angkatan Laut AS yang secara teratur mengadakan latihan dan melakukan apa yang disebut kebebasan operasi navigasi dekat di beberapa pulau yang diduduki China di Laut Cina Selatan, termasuk pulau-pulau buatannya, telah memicu kemarahan Beijing.

AS menegaskan bahwa kebebasan akses sangat penting untuk perairan internasional.

Washington mengecam Beijing karena aktivitasnya di jalur air, termasuk pembangunan pulau-pulau di mana beberapa di antaranya adalah rumah bagi lapangan terbang kelas militer dan persenjataan canggih.

Baca: Misi Pengawasan Laut China Selatan, AS Kirimkan Pesawat Militer untuk Lacak Kapal Selam China

Melansir Japan Times, AS khawatir pos terdepan dapat digunakan untuk membatasi pergerakan bebas di jalur air internasional, yang mencakup jalur perairan laut vital untuk perdagangan global dengan nilai sekitar US$ 3 triliun setiap tahunnya.

Kementerian Pertahanan China telah membantah pihaknya berupaya untuk memperkuat kontrol Laut China Selatan.

Sebaliknya, China menuduh Washington pada pekan lalu sebagai pihak yang meningkatkan ancaman dan mencoba untuk menabur perselisihan di antara negara-negara regional dan menstigma anti-China di tengah upaya memerangi pandemi corona.

Pemimpin ASEAN bersuara

Sebelumnya, pada Sabtu (27/6/2020), Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Vietnam atas nama 10 negara blok bahwa perjanjian lautan tahun 1982 di AS harus menjadi dasar dari hak kedaulatan dan hak-hak di jalur air yang disengketakan.

"Kami menegaskan kembali bahwa UNCLOS 1982 adalah dasar untuk menentukan hak maritim, hak berdaulat, yurisdiksi dan kepentingan sah atas zona maritim," demikian pernyataan ASEAN, merujuk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut, yang mendefinisikan hak-hak negara ke lautan dunia dan membatasi zona ekonomi eksklusif di mana negara-negara pantai memiliki hak khusus untuk menangkap ikan dan sumber daya energi.

Pertemuan puncak itu diadakan secara virtual dan diselenggarakan oleh Vietnam.

Pertemuan ini diselenggarakan setelah negara-negara ASEAN mulai melonggarkan pembatasan pergerakan akibat wabah corona di wilayah masing-masing.

Para pemipin ASEAN menegosiasikan protokol perjalanan di antara sesama anggota.

Blok yang terdiri 10 negara ini juga telah berjanji akan bekerjasama untuk memerangi virus corona.

"Sementara seluruh dunia terentang tipis dalam perang melawan pandemi, tindakan dan tindakan yang tidak bertanggung jawab yang melanggar hukum internasional masih terjadi, mempengaruhi lingkungan keamanan dan stabilitas di wilayah tertentu, termasuk wilayah kami," kata Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc dalam pidato pembukaannya di Hanoi tanpa menyebut China secara langsung seperti dilansir Bloomberg, Jumat (26/6).

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul AS Bersiap Mengepung Tiongkok di Laut China Selatan

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nur)



Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer