Kebiasaan yang dimaksud adalah ikut campur urusan dalam negeri Korut, termasuk soal nuklir, seperti diberitakan Kontan dari Reuters, Selasa (7/7/2020).
Direktur Jenderal Urusan AS Kementerian Luar Negeri Korea Utara, Kwon Jung Gun, menyebut Korsel salah mengartikan pernyataan Korut dalam pertemuan Kim Jong Un dan Donald Trump.
Presiden Korea Selatan Moon Jae In menawarkan jasanya untuk menjadi penengah pertemuan Kim dan Trump.
Dirinya menyarankan agar keduanya bertemu sebelum pemilihan Presiden AS November mendatang.
Baca: Merasa Hanya Jadi Alat Politik AS, Korea Utara Tolak Dialog dengan Donald Trump: Tidak Ada Negosiasi
Padahal Korea Utara merasa tak perlu KKT lagi.
Karenanya, Kwon menegaskan Korea Selatan untuk tidak ikut campur lagi.
"Ini adalah waktu bagi (Korea Selatan) untuk berhenti mencampuri urusan orang lain, tetapi tampaknya tidak ada obat atau resep untuk kebiasaan buruknya," kata Kwon dalam sebuah pernyataan yang dibawa oleh kantor berita resmi KCNA.
Apa lagi, menurutnya Korut benar-benar tak berniat berunding lagi dengan AS.
"Berbicara secara eksplisit sekali lagi, kita tidak punya niat untuk duduk bersama dengan Amerika Serikat," lanjutnya.
Korea Utara dan Korea Selatan telah berkonflik selama 70 tahun.
Pecahnya perang Korea terjadi tepat 70 tahun lalu pada Kamis (25/6/2020).
Meski demikian, hubungan kedua negara tak menunjukkan tanda-tanda harmonis.
Keduanya malah semakin tegang dan panas akhir-akhir ini.
Permintaan Korut agar Korsel tak ikut campur ini juga menjadi bukti bahwa ketegangan terus terjadi.
Meski demikian Korea Selatan dengan sekutunya, Amerika Serikat, menegaskan bahwa mereka menginginkan perdamaian.
Diberitakan Kontan, hal itu disampaikan pihak Korsel dalam peringatan 70 tahun pecahnya perang Korea.
Baca: Gara-gara Paket Selebaran hingga Drakor, Kim Jong Un Pasang Pengeras Suara di Perbatasan Antar-Korea
Invasi Korea Utara ke Korea Selatan dimulai pada 25 Juni 1950.
Tindakan itu memicu perang tiga tahun yang menewaskan jutaan orang di kedua belah pihak.
Pertempuran antar-Korea hanya diakhiri dengan gencatan senjata.
Tak ada perjanjian damai hingga hari ini.
Karenanya, secara teknis status kedua negara bisa dikatakan masih berperang.
Perang berkepanjangan ini melahirkan Zona Demiliterisasi, yang membagi dua wilayah Korea.
Baca: Pengamat: Kim Jong Un Memprovokasi Korsel agar Korut Bisa Menarik Perhatian Amerika Serikat
Namun, tampaknya keinginan damai dari Korea Selatan belum akan terwujud dalam waktu dekat.
Baik Korsel dan Korut masih sering bersitegang dan beradu pengaruh hingga hari ini.
Bahkan, baru-baru ini Korea Utara mengancam akan jadikan perbatasan antar-Korea jadi benteng pertahanan.
Hal itu disampaikan oleh Staf Umum Tentara Rakyat Korea (KPA).
Merek amengatakan telah mempelajari rencana untuk memasuki kembali zona demiliterisasi di bawah pakta antar-Korea, seperti diberitakan Kontan, Rabu (24/6/2020).
Setelahnya, mereka akan mengubah garis depan menjadi benteng.
Diberitakan sebelumnya, diam-diam militer Korea Utara terus bergerak.
Kontan memberitakan militer Korsel melihat dua moncong artileri Korut dalam keadaan terbuka dan mengarah ke Korsel.
Hal itu memunculkan kekhawatiran akan terjadinya perang, meski tak ada rincian artileri jenis apa yang dimaksud.
Akan tetapi, pihak Korea Selatan tak telalu ambil pusing.
Menurut sumber Yonhap di Pemerintahan Korea Selatan, moncong artileri Korut terbiasa dibuka dan ditutup.
Baca: Paket Selebaran hingga Drama Korea Masuk Korea Utara, Loyalis Kim Jong Un Siap Balas Dendam
Alih-alih bersiap perang, hal itu bisa saja dilakukan untuk merawat artileri.
Menrutnya, buka tutup moncong artileri bisa dilakukan untuk menghilangkan kelembaban.
"Tapi, (moncong artileri) itu adalah kegiatan yang sering dibuka dan ditutup oleh militer Korea Utara. Ada kemungkinan moncong terbuka untuk menghilangkan kelembaban atau untuk pekerjaan ventilasi," ujar sumber yang tak disebutkan namanya itu.
Pergerakan militer Korea Utara tak berhenti di situ.
Kim Jong Un mengirim tentara dalam kelompok kecil ke pos-pos penjagaan yang ada di Zona Demiliterisasi.
Mereka melakukan pembersihan semaksemak dan pemeliharaan jalan di perbatasan.
"Pos penjagaan dan kotak pengintaian jelas merupakan fasilitas untuk keperluan militer," kata sumber itu, Minggu (21/6/2020).
Meski demikian, Korea Selatan tetap melakukan pengawasan.
"Jadi, wajar kalau ada gerakan militer di balik itu (pengiriman tentara untuk pembersihan semak-semak). Tapi, kami terus mengawasi mereka".