Terganjal Sistem PPDB, Seorang Siswa Berprestasi dengan Ratusan Penghargaan Terpaksa Putus Sekolah

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aristawidya Maheswari (15), seorang siswa berprestasi di Jakarta tak melanjutkan ke jenjang SMA/SMK sederajat akibat sistem PPDB 2020.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sistem pendidikan di Indonesia saat ini terganggu akibat keberadaan Covid-19.

Selain memungkinkan menggelar kegiatan belajar mengajar via online, banyak masyarakat yang mengeluhkan biaya bayar sekolah yang tinggi.

Terlebih, di masa Covid-19 ini banyak orang tua yang terdampak Covid-19 secara ekonomi sehingga berakibat pada persoalan pembiayaan pendidikan anak-anak mereka.

Namun, di luar berkaitan dengan Covid-19, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun 2020 ini juga menuai kontroversi.

Misalnya saja seorang pelajar berprestasi yang meraih ratusan penghargaan bernama Aristawidya Maheswari (15), tidak terakomodasi oleh sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jakarta 2020.

Sehingga, Arista memilih putus sekolah alias tidak lanjut sekolah dahulu untuk tahun ini, akibat sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.

Baca: Tak Lolos PPDB karena Umur, Komnas PA Sebut Ada Anak Sakit kemudian Meninggal Akibat Stress

Baca: Anaknya Tak Lolos PPDB, Ratusan Wali Murid Cegat Mobil Kepala Dinas Pendidikan Padang

"Agak sedih juga, tapi karena memang tidak masuk karena nilai."

"Nilai aku tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah juga. Udah coba ke delapan sekolah, tapi tidak dapat juga," kata Arista saat dijumpai di kediamannya, Rusun Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020).

Pada Rabu (8/7/2020) pukul 15.00 WIB adalah batas waktu penerimaan sekolah negeri melalui jalur terakhir berupa "bangku sisa" yang dialokasikan dari peserta PPDB yang tidak mendaftar ulang serta siswa tidak naik kelas.

Arista Maheswari saat menunjukkan kegiatannya mengajar anak-anak melukis, Rusun Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020). (Wartakota)

Faktor usia memang tidak lagi jadi dipertimbangkan dalam jalur terakhir PPDB tersebut.

Namun, remaja peraih lebih dari 700 penghargaan seni lukis tingkat daerah dan nasional itu kalah bersaing dalam perolehan pembobotan nilai.

Arista yang merupakan alumnus SMPN 92 Jakarta ini hanya mengumpulkan total nilai 7.762,4 berdasarkan akumulasi nilai rata-rata rapor 81,71 dikalikan nilai akreditasi 9,5 poin.

"Pada jalur terakhir ini aku mencoba di SMAN 12, 21, 36, 61, 53, 59, 45, dan 102."

"Tapi, rata-rata yang diterima nilainya 8.000-an," katanya.

Arista memutuskan untuk putus sekolah pada tahun ini.

Kondisi itu akan dimanfaatkan untuk fokus mengajar lukis di sejumlah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Jakarta Timur.

Baca: Klik Link http://ppdb.jakarta.go.id, Pendaftaran PPDB Jakarta Jalur Zonasi Bina RW Dibuka Malam Ini

Baca: Jangan Lupa, Besok Terakhir Pendaftaran PPDB DKI Jakarta Jalur Prestasi, Simak Ketentuannya

"Rasanya sedih juga, tapi senangnya, aku bisa meluangkan waktu untuk melukis, mengajar, dan lebih banyak waktu berbagi di RPTRA," ucap Arista dikutip dari Antara.

Saat ini, Arista memiliki aktivitas rutin mengajar lukis di RPTRA Cibesut, Jaka Berseri, Jaka Teratai, dan Yayasan Rumah Kita.

Selain berbagi ilmu melukis kepada anak jalanan, perempuan yatim piatu yang mengidolakan pelukis Basuki Abdullah itu juga memiliki murid dari kalangan anak-anak perumahan di sekitar RPTRA.

"Kalau di RPTRA itu sifatnya sosial, tidak ada biaya, kecuali yang privat panggilan ke rumah di dekat RPTRA, ada untuk uang jajan saya," ucapnya.

Adapun untuk bersekolah di swasta, Arista terbentur dengan biaya.

Putri dari pasangan Triyo Nuryamin dan Armeisita Nugraha Riska itu berstatus yatim piatu sejak usia dua tahun setelah orangtuanya meninggal pada kurun 2010 dan 2012.

Peraih lebih dari 700 penghargaan sejak usia TK dan SD itu gagal di jalur prestasi PPDB 2020 karena sistem mensyaratkan penghargaan lomba diraih maksimal tiga tahun terakhir.

KPAI minta PPDB ditinjau ulang

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta menuai kontroversi di masyarakat.

Para orangtua siswa tidak menerima soal aturan PPDB berdasarkan golongan usia.

Hal itu membuat para orang tua berbondong-bondong melakukan aksi demontrasi di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nadim Makarim pada Selasa (30/6/2020) lalu.

Di tengah aksi protes tersebut, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait ikut buka suara.

Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) minta PPDB DKI Jakarta dibatalkan. Ketua KPAI Arist Merdeka Sirait mengatakan banyak anak yang stress karena tidak diterima di sekolah yang diinginkan. (komnasperlindungananak_jateng)

Dilansir oleh Kompas.com pada Selasa meminta agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim hingga Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan turun tangan.

Ia meminta agar PPDB zonasi berdasarkan usia ini dibatalakan.

"Mendiknas atau Menteri Pendidikan yang kita hargai kemudian Gubernu DKI yang betul-betul dengan anak tidak ada alasan untuk tidak membatalkan," kata Arist.

Arist menceritakan bahwa banyak anak stress akibat masalah ini.

Bahkan ada yang dikabarkan sampai meninggal karena depresi.

"Karena sekarang ribuan anak menderita, stres, ada yang percobaan bunuh diri coba."

"Ada yang kemarin diindikasikan meninggal akibat dari penyakit bawaan karena stress tidak diterima dia. Depresi mau bunuh diri," cerita Arist.

Ia menjelaskan orang-orang yang ikut demo itu bukan semata-mata hanya ikut-ikutan.

Mereka adalah orang tua siswa yang ditolak karena peraturan tersebut.

Baca: KPAI Minta Anies Baswedan Hentikan PPDB DKI, Arist Merdeka Sirait: Anak Stress, Ada Coba Bunuh Diri

Baca: Gelar Aksi Protes PPDB di Depan Gedung Kemendikbud, Orang Tua Murid Pakai Seragam Sekolah

"Ini orang-orang yang mengadu, ini bukan orang baru datang, ini terorganisir dengan baik dan punya data bahwa anak-anaknya tidak diterima," sambungnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Forum Orangtua Murid DKI Jakarta, David Tobing melaporkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana kepada Ombudsman.

Nahdiana disebut melakukan maladministrasi.

"Kami sudah melaporkan Kepala Dinas Pendidikan DKIke Ombudsman Republik Indonesia dan Ombudsman perwakilan DKI Jakarta."

"Atas tindakan maladministrasi yang mengubah aturan juknis penerimaan siswa didik baru melalui jalur zonasi itu dengan menggunakan usia sehingga bertentangan dengan Permendikbud," ujar David.

Orang tua meminta agar zonasi berdasarkan usia segera dihapus.

"Kami pada intinya meminta proses itu dibatalkan dan harus dilakukan suatu seleksi ulang melalui jalur zonasi tidak berdasarkan usia tapi berdasarkan jarak dari rumah ke sekolah," pungkasnya.

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Sebagian artikel tayang di Kompas.com berjudul Tak Lolos PPDB Jakarta, Pelajar Peraih Ratusan Penghargaan Akhirnya Putus Sekolah



Penulis: Haris Chaebar
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer