PBB mengumumkannya setelah menerima pemberitahuan keputusan Presiden AS Donald Trump.
Sebelumnya, Trump menuduh organisasi kesehatan itu sebagai boneka China selama pandemi Covid-19.
Trump sudah lebih dahulu mengumumkan keputusan itu sebulan lalu.
AS akan membayar semua iuran Washington terhadap lembaga yang berbasis di Jenewa tersebut di bawah resolusi bersama 1948.
Saat ini AS berutang kepada WHO lebih dari US$200 juta menurut situs web WHO.
Mengutip Reuters, Rabu (8/7), keputusan AS keluar dari WHO setelah menjadi anggota lebih dari 70 tahun terjadi di tengah meningkatnya ketegangan dengan China terkait SARS-Cov-2, virus yang pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan China, akhir tahun 2019.
WHO juga telah membantah pernyataan Trump bahwa mereka mempromosikan disinformasi China mengenai virus tersebut.
Baca: Australia Akan Beri Rp 61 Miliar kepada WHO untuk Pemulihan Indonesia dari Covid-19
Baca: Merasa Hanya Jadi Alat Politik AS, Korea Utara Tolak Dialog dengan Donald Trump: Tidak Ada Negosiasi
Keputusan Trump ini ternyata tidak didukung sepenuhnya pihak internal AS.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan penarikan resmi Trump dari WHO sebagai tindakan yang tidak masuk akal di tengah upaya WHO mengoordinasikan perjuangan global melawan Covid-19.
"Dengan jutaan nyawa dalam bahaya, Presiden melumpuhkan upaya internasional untuk mengalahkan virus," tulis Pelosi di Twitter.
Sejauh ini, tercatat telah ada hampir 12 juta kasus virus corona di dunia an lebih dari 540.000 kematian, menurut perhitungan Reuters, dengan sekitar 25% dari kedua kasus dan kematian ada di AS.
Keputusan Trump ini dapat dibatalkan sebelum berlaku bila ia dikalahkan oleh saingannya dari Partai Demokrat, dan Mantan Wakil Paresiden Joe Biden dalam pemilihan November 2020 mendatang.
Trump telah menghentikan pendanaan untuk organisasi beranggotakan 194 negara itu pada April 2020.
Dalam suratnya tertanggal 18 Mei 2020 memberi WHO 30 hari untuk berkomitmen pada reformasi.
Namun Trump mengumumkan AS menarik diri dari lembaga itu kurang dari dua pekan kemudian.
Baca: Khawatirkan Keamanan Nasional, Amerika Serikat Secara Perlahan Hillangkan Status Istimewa Hong Kong
Baca: China Sebut AS Sengaja Gelar Latihan Militer di Laut China Selatan, Mereka Ingin Pamer Otot
Wakil Presiden AS Mike Pence mendukung keputusan bosnya tersebut untuk menarik diri dari WHO.
Ia mengatakan, keputusan Trump itu merupakan keputusan yang tepat.
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengecewakan dunia ... Pasti ada konsekuensinya," kata Pence.
WHO adalah badan internasional independen yang bekerja dengan PBB.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa WHO sangat kritis terhadap upaya dunia untuk memenangkan perang melawan Covid-19.
"Sedang dalam proses verifikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia apakah semua persyaratan untuk penarikan seperti itu dipenuhi," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
Sejak menjabat, Trump juga telah keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB, badan budaya PBB, perjanjian global untuk menangani perubahan iklim dan kesepakatan nuklir Iran.
Dia juga telah memotong dana untuk dana populasi PBB dan agen PBB yang membantu para pengungsi Palestina.
Selama ini Amerika Serikat selalu menghujani China dengan tuduhan-tudahan bahwa negeri Tirai Bambu ini menyembunyikan perihal pandemi virus corona atau Covid-19, termasuk awal kemunculannya.
Nampaknya tuduhan Amerika ini hampir mendekati kebenaran.
Foto citra satelit memperlihatkan kota Wuhan disinyalir telah merebak Covid-19 sejak sekitar September 2019 silam.
Data citra satelit tersebut menunjukkan kemungkinan virus corona muncul sejak bulan September 2019.
Sedangkan, negara pimpinan Xi jinping ini baru melaporkan kasus corona pada organisasi kesehatan dunia, WHO, pada akhir Desember 2019.
Jika saja dilaporkan ke WHO sejak awal mula kemunculannya, pandemi takkan menggerogoti seluruh dunia seperti sekarang.
Baca: WHO Klarifikasi Pernyataan tentang Penularan Virus Corona oleh Pasien Covid-19 Asimptomatik
Seperti diketahui, penyebaran Covid-19 sampai sekarang masih menjadi perdebatan sengit dan belum menemukan hasil atas asal usul penularan pertama kalinya.
Dalam berita yang beredar sebelumnya, Wuhan, China, merupakan tempat pertama virus corona ditemukan.
Pemerintah China juga sudah menginformasikan wabah ini pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019.
Amerika Serikat menuduh China menutup-nutupi saat virus corona ini merebak pertama kali di Wuhan.
Mereka meyakini virus ini telah menyebar jauh sebelum Desember, walaupun dibantah oleh China.
Hampir sejalan dengan tudingan negeri Paman Sam, penelitian di Harvard Medical School juga memperlihatkan adanya kemungkinan, virus corona pertama kali di Wuhan sejak September 2019.
Baca: Masalah antara Amerika Serikat vs China Kembali Bertambah, Kali Ini Terkait Kepemilikan Nuklir
Hal ini terbongkar lewat data satelit dengan mengamati lonjakan lalu lintas di sekitar lima rumah sakit besar di Wuhan.
Dilansir Tribunnewswiki dari ABC7, pemimpin penelitian sekaligus Profesor Harvard Medical, Dr. John Brownstein, timnya telah menganalisa peningkatan tersebut dari satelit komersial.
“Tim peneliti menganalisa citra satelit komersial dan menemukan peningkatan signifikan dari lalu lintas di luar lima RS besar di Wuhan mulai akhir musim semi (September) dan awal musim gugur (Oktober) pada 2019,” ujar Brownstein, Selasa (9/6/2020).
Tapi, pihak ABC7 tak menampilkan foto-foto hasil tangkapan satelit tersebut.
Profesor tersebut juga menyebutkan bahwa lonjakan lalu lintas di sekitar RS sejalan dengan meningkatnya pencarian melalui internet.
Walaupun begitu, dia mengakui bahwa hal itu tidak bisa dibuktikan.
Penelitian yang dilakukannya ini juga menjadi data penting terbaru terkait misteri asal usul corona.
“Sesuatu terjadi pada Oktober."
"Terlihat jelas ada gangguan sosial yang terjadi sebelum akhirnya diidentifikasi sebagai permulaan dari pandemi virus corona,” kata Brownstein.
Baca: Kabar Baik, Pakar China Sebut Vaksin Virus Corona Siap Digunakan pada Akhir Tahun
Penelitian dilakukan selama lebih dari satu bulan oleh Brownstein dan tim, termasuk peneliti dari Boston University dan Boston Children's Hospital.
Mereka mengamati bermacam-macam tanda jejak kapan pemerintah mulai memberlakukan protokol kesehatan yang begitu ketat terhadap warga di Provinsi Hubei.
Logika peneliti bermula dari penyakit pernapasan yang dialami.
Hal ini mempunyai dampak pada perilaku di komunitas yang menjadi tempat penyebarannya.
Dengan begitu, gambar yang memperlihatkan pola perilaku tersebut dapat menguraikan peristiwa yang sedang terjadi.
Meskipun,para pasien yang sakit tidak sadar dengan masalah yang lebih besar yang mungkin sedang mengintai mereka.
“Apa yang kami lakukan adalah melihat aktivitas, seberapa sibuk RS."
"Kami menganalisanya dengan menghitung jumlah mobil di RS, karena parkiran akan penuh seiring dengan sibuknya RS,” ujar Brownstein.
Brownstein lalu menyampaikan suatu pemikiran dari aktivitas di parkiran tersebut.
“Semakin banyak mobil terparkir di RS, maka semakin sibuk, seperti sesuatu sedang terjadi di komunitas tersebut, infeksi meningkat dan orang-orang harus memeriksakannya ke dokter.
"Jadi, tingkat kesibukan RS bisa dilihat melalui mobilnya, dan kami melihat hal ini dari berbagai institusi,” ujarnya mengimbuhi.
Hampir 350 foto yang diperoleh tim peneliti dari satelit dengan meninjau lalu lintas dan parikiran di luar rumah sakit besar di Wuhan dalam dua tahun terakhir.
Foto-foto tersebut diambil setiap pekan selama musim gugur 2019.
Baca: Akui Hubungannya dengan China Berada di ‘Titik Kritis’, AS Bakal Buka Kembali Konsulatnya di Wuhan
Pada 10 Oktober 2018, peneliti menuliskan ada 171 mobil yang terparkir di Rumah Sakit Tianyou, Wuhan.
Pada tahun berikutnya terjadi kenaikan.
Tertera ada 285 mobil yang terparkir atau bertambah 67 persen.
Di rumah sakit lain, adanya peningkatan 90 persen dengan komparasi data pada tahun 2018 dengan 2019.
Selanjutnya, tercatat terjadi peningkatan jumlah mobil ditemukan pada pertengahan 2018 di Wuhan Tongji Medical.
Pernyataan dari Presiden RS Metrics, Tom Diamond bahwa pada 31 Desemeber 2019, Wuhan mengalami masalah kesehatan beberapa bulan sebelum pemerintah China mengumumkan kepada publik perihal suatu penyakit menular yang disebut sebagai pneumonia di Wuhan Municipal Health Commission.
“Di semua RS besar di Wuhan, kami melihat adanya lonjakan lalu lintas dalam dua tahun selama September hingga Desember 2019,” kata Diamond yang menjadi salah satu tim peneliti.
Walaupun begitu, hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini dianggap kurang meyakinkan.
David Perlin, Kepala Medis di Center for Discovery and Innovation, New Jersey, menyatakan data yang dipaparkan cenderung sugestif.
“Saya pikir beberapa metode yang dipakai dapat dipertanyakan dan interpretasi mereka agak sedikit berlebihan.
"Masalahnya adalah kita hanya memiliki sebagian data."
"Saya selalu khawatir ketika orang mulai mengambil kesimpulan hanya melalui sebagian data, kesalahan data (seperti pencarian internet). Itu semua sugestif,” kata Perlin.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Resmi, Amerika Serikat menarik diri dari WHO mulai Juli 2021"