Dinilai Sebagai Kasus Pribadi, Novel Baswedan Diminta Kembalikan Biaya Pengobatan Rp 3,5 Miliar

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (kiri) didampingi Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kanan) saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/2/2018). Penyidik KPK Novel Baswedan kembali ke Indonesia setelah menjalani pengobatan di Singapura untuk melakukan penyembuhan matanya yang disiram air keras.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi meminta Novel Baswedan mengembalikan uang biaya pengobatan sebesar Rp 3,5 miliar.

Uang itu adalah biaya pengobatan selama dirawat di Singapura.

Meski demikian, penyidik senior KPK itu tak begitu menggubris.

Novel merasa permasalahan itu lebih baik ditanyakan kepada Presiden Joko Widodo.

"Tanya ke presiden," ucap Novel di Kantor Komisi Kejaksaan RI, Jakarta Selatan, Kamis (2/7/2020).

Diketahui, permintaan pengembalian diungkapkan Teddy Gusnaidi melalui akun twitternya @teddygusnaidi, Rabu (1/7/2020).

Penyidik KPK Novel Baswedan sedang diskusi di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/04/2019). Acara tersebut memperingati 2 tahun atas penyerangan Penyidik KPK Novel Baswedan hingga sekarang kasusnya belum terungkap. (TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH)

Baca: Kasus Novel Baswedan: Jokowi Tak Bisa Intervensi, Feri Amsari Tuding Istana Lari dari Tanggung Jawab

Teddy mengatakan, musibah yang menimpa Novel Baswedan hingga menyebabkan matanya buta murni kasus pribadi, tidak berhubungan dengan tugas Novel di KPK.

“Tim advokasi Novel Baswedan sependapat dengan saya, bahwa kasus novel ini adalah murni kasus pribadi bukan kasus politik, tidak ada hubungannya dengan kasus yg sedang ditangani Novel di KPK. Hal ini disampaikan terkait rencana mereka ingin melaporkan polisi ke Ombudsman,” kata Teddy.

Menurut Teddy, jika pihak kepolisian dianggap tidak boleh melakukan pendampingan hukum kepada anggotanya karena ini kasus pribadi, maka hal yang sama juga harus berlaku untuk KPK.

Tidak berharap

Dua tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan, berinisial RM dan RB dibawa petugas untuk dilakukan penahanan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019). Tersangka yang merupakan anggota Polri aktif tersebut akan ditahan selama 20 hari ke depan di tahanan Bareskrim Mabes Polri. Tribunnews/Herudin (Tribunnews/Herudin)

Baca: Komentari Kasus Novel Baswedan, IPW: Didramatisasi, Padahal untuk Tutupi Kasus Pembunuhan?

Novel Baswedan menyebut sidang vonis terhadap dua terdakwa penyerang air keras terhadap dirinya yang rencananya digelar pada 16 Juli 2020 merupakan tampilan wajah hukum di Indonesia.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengaku tak banyak berharap dengan persidangan kasus ini.

"Sulit untuk menaruh harapan terhadal proses hukum yang banyak janggal dan jauh dari fakta kejadian. Saya lebih melihat putusan nanti akan jadi tampilan wajah hukum di Indonesia," kata Novel saat dikonfirmasi, Rabu (1/7/2020).

Novel menyebut banyak kejanggalan dari awal kasus ini diungkap Polri.

Menurut dia, kedua terduga pelaku, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis bukanlah pelaku sebenarnya.

Selain itu, dalam dakwaan kasus ini juga banyak yang janggal menurut Novel.

Dari mulai material yang disebut untuk menyiram dirinya adalah air aki, bukan air keras hingga tak dihadirkannya saksi kunci yang menurut Novel berada di lokasi kejadian.

Maka dari itu, Novel menyebut vonis terhadap dua terduga pelaku dirinya merupakan tampilan wajah hukum di Indonesia.

"Apakah [tampilannya] akan tampak lumayan atau sangat buruk," kata Novel.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) akan membacakan vonis terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis selaku terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan pada 16 Juli mendatang.

Halaman
12


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Putradi Pamungkas

Berita Populer