Rencana utang itu akan menjadi strategi utama dalam menutup pembiyaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 sebesar Rp 1.039, 2 triliun.
Defisit anggaran tersebut setara 6,34% dari produk domestik bruto (PDB).
Penerbitan utang nantinya melalui Surat Berharga Negara (SBN) yang akan dipenuhi melalui beberapa cara.
Pertama, lelang dipasar domestik. Kedua, penerbitan SBN ritel sebanyak Rp 30 triliun-Rp40 triliun.
Ketiga, penerbitan SBN skema khusus ke Bank Indonesia (BI). Keempat, private placement. Kelima, penerbitan SBN valas.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan (DJPP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir optimistis bisa memenuhi kebutuhan utang negara.
Untuk penerbitan SBN valas akan dilakukan melalui tiga jenis yakni denominasi dollar Amerika Serikat (AS), samurai bond, dan global sukuk atau dalam bentuk global syariah SBN.
Di sisi lain, Riko menyampaikan, total SBN sebesar Rp 900,4 triliun tentu tidak bisa diserap seluruhnya oleh pasar.
“Rp 900,4 triliun kita bagi 12 kali lelang. Ada sekitar Rp 70 triliun-Rp75 triliun dalam dua mingguan. Kalau tahun lalu, market kita hanya sekitar Rp20 triliun-Rp 30 triliun untuk lelang dua minguan. Sehingga kita perkanalkan SBN skema khusus yang dibeli oleh BI,” kata Riko, Kamis (2/7).
Baca: Dirut PLN Zulkifli Zaini Ungkap Pemerintah Belum Bayar Utang Rp 48 Triliun ke PLN
Baca: Debat Utang Negara, Jubir Luhut: Jangan Dibawa ke Urusan Politik, Capek Kita yang Gitu-Gitu
SBN yang dibeli BI akan menggunakan skema burden sharing. Tujuannya untuk mengurangi beban bunga utang pemerintah.
Jadi, diharapkan BI dapat menanggung sebagian beban bunga yang timbul.
Hitungan Kemenkeu, dengan asumsi market rate 7,36%, beban bunga utang dari penerbitan utang di semester II-2020, yakni sebesar Rp 66,2 triliun per tahun.
Sesuai dengan skema burden sharing, BI akan menanggung Rp 35,6 triliun atau setara 53,9% dari total beban bunga utang.
Adapun skema burden sharing pemerintah dan BI mengarah pada empat kebijakan pemerintah dalam merespons dampak Covid-19.
Pertama, public goods berupa kesehatan, perlindungan sosial, dan biaya sektoral, kementerian/lembaga (K/L), serta pemerintah daerah (Pemda) ditanggung 100% oleh BI.
Kedua, non-public goods, yakni usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan dengan diskon 1% dari bunga acuan BI 7Days Repo Rate (BI7DRR).
Baca: Kisah Viral Pria di Facebook Anggap Utang Temannya Rp 16,4 Juta Lunas, Peminjam Malah Pergi Umrah
Baca: Jebakan Utang dari China Diungkap Eks PM Malaysia Mahathir, Sebut Strategi Bangun Pangkalan Militer
Ketiga, non-public goods berupa korporasi dan UMKM menggunakan BI7DRR. Keempat, non-public goods; lainnya ditanggung pemerintah 100%.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menginformasikan untuk burden sharing terkait UMKM ada kemungkinan bisa ditanggung oleh pemerintan dan BI, tetapi ini masih dalam pembahasan.
“Kalau sektor usaha kita berbicara lebih luas antara pemerintah dengan Bank Indonesia, karena ini kan ada sektor usahanya maka harus ada burden sharing,” ujar dia.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan pemerintah belum membayar utang sebesar Rp 48 triliun ke perusahaan listrik itu.
Zulkifli menjelaskan bahwa utang itu berasal dari biaya kompensasi tarif listrik pada tahun 2018 dan 2019.
“Yang dimaksud Rp 48 triliun terdiri dari Rp 45 triliun berasal dari kompensasi tarif listrik 2018 dan 2019 dan Rp 3 triliun berupa tambahan subsidi kebijakan diskon tarif rumah tangga,” ujar Zulkifli saat rapat bersama dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (25/6/2020).
Zulkifli mengatakan biaya kompensasi tarif listrik di 2018 sebesar Rp 23,17 triliun.
Sementara untuk 2019, biaya kompensasi listrik yang belum dibayar pemerintah sebesar Rp 22,25 triliun.
“Kompensasi (tarif listrik) 2018 telah terdapat alokasi pembayaran Rp7 triliun. Namun belum terbayar,” kata Zulkifli.
Adapun sisa Rp 3 triliun yang belum dibayarkan pemerintah ke PLN merupakan subsidi diskon 100 persen tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga 450 VA dan diskon 50 persen bagi pelanggan 900 VA bersubsidi.
“Alur proses diskon tarif alokasi subsidi dapat kami jelaskan bahwa pemerintah melalui Direktorat Ketenagalistrikan memberikan penugasan kepada PLN untuk berikan keringanan dalam rangka pandemi Covid-19,” ucap dia.
Baca: Sebut Drakor sebagai Alasan Tarif Listrik Naik, Eddy Soeparno Sayangkan Pernyataan PLN
Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Indonesia bakal berutang Rp 900,4 triliun di semester II-2020"