AS Dikecam karena Borong Hampir Seluruh Pasokan Remdesivir untuk Pengobatan Covid-19

Penulis: Amy Happy Setyawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar Satu ampul obat Ebola remdesivir ditunjukkan dalam konferensi pers di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman, 8 April 2020. Remdesivir merupakan obat yang sejauh ini merupkan satu-satunya obat yang dilisensikan oleh AS dan Uni Eropa sebagai pengobatan untuk mereka yang sakit parah akibat virus corona.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pakar kesehatan mengecam keputusan Amerika Serikat untuk memonopoli hampir seluruh pasokan global remdesivir, satu-satunya obat sejauh ini yang dilisensikan untuk mengobati Covid-19, Rabu (1/7/2020).

Mereka juga memperingatkan bahwa tindakan AS yang dinilai mementingkan diri sendiri ini bisa menjadi preseden berbahaya bagi upaya untuk berbagi pengobatan di tengah pandemi.

Sebelumnya, Pemerintah AS pada Selasa kemarin mengumumkan bahwa Presiden Donald Trump telah melakukan “kesepakatan luar biasa” untuk membeli obat tersebut untuk orang Amerika, yang diproduksi oleh Gilead Sciences.

Dilansir oleh The Guardian, pemerintahan Donald Trump kini telah membeli lebih dari 500 ribu dosis Remdesivir.

Ratusan ribu dosis ini disebut-sebut merupakan jumlah seluruh produksi Gilead untuk bulan Juli, dan 90 persen untuk bulan Agustus dan September.

"Presiden Trump telah mencapai kesepakatan luar biasa untuk memastikan Amerika memiliki akses ke pengobatan resmi pertama untuk COVID-19."

"Sebisa mungkin kami ingin memastikan bahwa setiap pasien Amerika yang membutuhkan Remdesivir bisa mendapatkannya. Pemerintahan Trump telah melakukan segala upaya untuk mempelajari lebih lanjut tentang pengobatan COVID-19 dan mengamankan opsi ini (membeli Remdesivir) untuk rakyat Amerika," ungkap Sekretaris Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (HHS), Alex Azar.

Baca: Belum Selesai Pandemi Covid-19, Virus Mematikan Dijuluki ‘Bunny Ebola’ Serang Wilayah Amerika

Baca: Angka Kasus Covid-19 di AS Meningkat Tajam, Donald Trump Ungkap Semakin Marah Pada China

Langkah Trump untuk memborong remdesivir ini tak ayal mendapat kritikan dari sejumlah ahli.

Ohid Yaqub, seorang dosen senior di Universitas Sussex. menyebut langkah tersebut sebagai "berita mengecewakan".

"Ini sangat jelas menandakan keengganan untuk bekerja sama dengan negara lain dan efek dinginnya ini terhadap perjanjian internasional tentang hak kekayaan intelektual," kata Yaqub dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir oleh South China Morning Post.

Dr Peter Horby, yang menjalankan uji coba klinis besar menguji beberapa perawatan untuk Covid-19, mengatakan kepada BBC bahwa "kerangka kerja yang lebih kuat" diperlukan untuk memastikan harga yang adil dan akses ke obat-obatan utama untuk orang dan negara di seluruh dunia.

Dia mengatakan bahwa sebagai perusahaan Amerika, Gilead kemungkinan berada di bawah tekanan politik tertentu secara lokal.

Sementara itu, Juru bicara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, James Slack, menolak untuk mengkritik Amerika Serikat atas tindakan tersebut.

Ia juga mengatakan Inggris memiliki persediaan remdesivir.

“Inggris telah menggunakan remdesivir untuk beberapa waktu, pertama dalam uji coba dan sekarang dalam 'Skema Akses Awal ke Obat-obatan',” katanya.

Baca: Remdesivir

Baca: Kabar Gembira, Obat Remdesivir China untuk Tangani Corona Dapat Persetujuan BPOM AS

Dia menambahkan bahwa Inggris memiliki persediaan remdesivir yang cukup untuk pasien yang membutuhkannya, tetapi tidak merinci seberapa banyak itu.

Jerman dan Swiss juga mengatakan mereka memiliki persediaan remdevisir yang cukup.

Sementara Uni Eropa mengatakan pada hari Rabu bahwa pihaknya sedang dalam negosiasi untuk mendapatkan dosis untuk 27 negara anggotanya.

Thomas Senderovitz, kepala Badan Obat Denmark, mengatakan kepada penyiar Denmark DR bahwa langkah itu dapat membahayakan orang Eropa dan negara lain.

“Aku belum pernah melihat yang seperti itu. Bahwa perusahaan memilih untuk menjual saham mereka hanya ke satu negara. Ini sangat aneh dan sangat tidak pantas, ”katanya.

“Saat ini kami memiliki cukup waktu untuk melewati musim panas jika asupan pasien seperti sekarang. Jika gelombang kedua datang, kita mungkin ditantang,” paparnya.

Sementara itu, Gilead mengatakan pihaknya terkait dengan pembuat obat generik yang berbasis di India dan Pakistan untuk memasok remdesivir di 127 negara berkembang, tetapi belum membahas secara terperinci strategi pasokannya untuk negara maju di luar Amerika Serikat.

Uji coba awal yang menguji remdesivir pada pasien Covid-19 menemukan bahwa mereka yang menerima obat tersebut dapat pulih lebih cepat daripada mereka yang tidak.

Ini adalah satu-satunya obat yang dilisensikan oleh AS dan Uni Eropa sebagai pengobatan untuk mereka yang sakit parah akibat virus corona.

Baca: Vaksin Masih Belum Ditemukan, 4 Negara Maju Ini Sudah Sepakat Borong 300 Juta Dosis Vaksin Corona

Hingga saat ini, Covid-19 telah membuat lebih dari 10,5 juta orang sakit di seluruh dunia, menewaskan sekitar 512.000, menurut penghitungan oleh Universitas Johns Hopkins. Para ahli mengatakan jumlah sebenarnya pandemi ini jauh lebih tinggi karena pengujian terbatas dan masalah lainnya.

AS menjadi negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia, yakni lebih dari 2,6 juta dengan jumlah kematian sebanyak lebih dari 127.000, menurut data Johns Hopkins.

(Tribunnewswiki.com/Ami Heppy)



Penulis: Amy Happy Setyawan
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer