Gulnar Omirzakh, Warga Uighur Dipaksa KB oleh Otoritas China 'Cegah Orang Punya Anak adalah Salah'

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto ini diambil pada 4 Juni 2019 menunjukkan seorang wanita Uighur bersama dengan anak-anak di sebuah jalan di Kashgar di wilayah Xinjiang barat laut Cina. Otoritas China melakukan sterilisasi paksa terhadap perempuan dalam operasi menahan pertumbuhan populasi etnis minoritas di wilayah Xinjiang barat, menurut penelitian yang diterbitkan pada 29 Juni 2020.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Mencegah memiliki anak adalah salah, sebuah kalimat yang diucapkan Gulnar Omirzakh menceritakan pengalamannya bagaimana otoritas China di Xinjiang memaksanya untuk menggunakan alat kontrasepsi beserta ancaman kurungan jika menolak.

Warga Uighur keturunan China-Kazakhstan ini mengaku disuruh pejabat setempat memasang alat kontrasepsi dalam rahim (IUD).

Pemerintah China dinilai mengambil langkah yang kejam dalam membatasi angka kelahiran warga Uighur dan sejumlah minoritas lainnya.

Operasi yang telah dijalankan selama empat tahun terakhir ini oleh sejumlah ahli dianggap mengarah pada apa yang disebut 'genosida demografis'.

Omirzakh adalah perempuan dari keluarga tak mampu yang merupakan istri dari seorang pedagang sayur.

Pada 2018, ia mengaku pernah didatangi empat orang pejabat yang mengenakan seragam militer.

Keempat pria ini mengetuk pintu rumahnya dan menjatuhkan denda $2685 atau sekitar 38,9 juta rupiah (kurs 2018).

Denda ini dijatuhkan lantaran ia memiliki lebih dari dua anak.

Sebagai informasi, menurut investigasi, China secara teratur menyuruh perempuan dari etnis minoritas untuk memeriksa kehamilan, memasang alat kontrasepsi, sterilisasi, bahkan aborsi.

Angka aborsi tercatat telah dilakukan oleh ratusan ribu warga.

Baca: AS Minta Partai Komunis China Hentikan Praktik Aborsi Paksa terhadap Perempuan Etnis Uighur

Foto ini diambil pada 11 September 2019 menunjukkan seorang pria mengendarai kendaraan di lingkungan etnis Uighur di Aksu, Xinjiang. Otoritas China melakukan sterilisasi paksa terhadap perempuan dalam opersi menahan pertumbuhan populasi etnis minoritas di wilayah Xinjiang barat, menurut penelitian yang diterbitkan pada 29 Juni 2020. (HECTOR RETAMAL / AFP)

Berdasarkan data dan wawancara, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) meningkat tajam di wilayah Xinjian, meski secara nasional angkanya turun.

Langkah pengendalian populasi etnis minoritas ini dibareng dengan penahanan massal baik sebagai ancaman maupun hukuman bagi siapa saja yang tak patuh.

Punya banyak anak adalah alasan utama orang-orang etnis minoritas ini dikirim ke kamp-kamp penahanan.

Baca: Bencana Banjir Hantam Provinsi Sichuan, China, 12 Orang Tewas, 10 Hilang

Baca: Aliansi Antar-Parlemen untuk China (IPAC) Minta PBB Selidiki Kasus Kejahatan terhadap Etnis Uighur

Jika tidak membayar denda, Omirzakh menyebut mereka mengancam akan mengurungnya dan akan bergabung dengan suami serta jutaan etnis minoritas lainnya yang dikurung di kamp-kamp pengasingan.

"Tuhan mewariskan anak-anak kepadamu. Mencegah orang memiliki anak adalah salah," kata Omirzakh, sambil menangis mengingat kejadian yang ia alami di masa lalu.

"Mereka ingin menghancurkan kita sebagai manusia," tambahnya.

Omirzakh merupakan satu di antara warga Muslim pedesaan yang 'cukup beruntung'.

Investigasi Associated Press, dirinya mengaku beruntung bisa membayar denda tersebut.

Setelah ancaman kurungan penjara datang padanya, ia menelepon sejumlah kerabatnya.

Beberapa jam sebelum batas waktu yang ditentukan, ia telah mengumpulkan cukup banyak uang dari hasil penjualan sapi saudara perempuannya.

Ia juga meminjam uang dengan bunga yang tinggi untuk menggenapi tabungannya agar cukup untuk denda.

Pada tahun berikutnya, setelah denda terbayarkan, ia bersama sejumlah istri orang lain yang senasib mengikuti sebuah kelas pendidikan.

Ia bersama anaknya untuk sementara tinggal bersama dua orang pejabat partai setempat yang dikirim khusus untuk mengawasinya.

Ketika sang suami pada akhirnya dibebaskan, mereka melarikan diri ke Kazakhstan dengan hanya membawa beberapa ikat selimut dan pakaian.

Di tempat tinggalnya sekarang, alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) masih berada di rahimnya dan telah merosot ke dalam daging.

Alif Baqytali memeluk ibunya, Gulnar Omirzakh, di rumah baru mereka di Shonzhy, Kazakhstan. Omirzakh, etnik Kazakh kelahiran China, mengatakan dia dipaksa untuk mendapatkan alat kontrasepsi dalam kandungan dan pihak berwenang di China mengancam akan menahannya jika dia tidak membayar denda besar karena melahirkan Alif, anak ketiganya. ((AP/Mukhit Toktassyn/dailymail))

Ini menyebabkan peradangan yang sakitnya menusuk hingga ke punggung.

"Seperti ditusuk dengan pisau," akui Omirzakh.

Menurutnya, hanya sakit yang ia rasakan saat harus mengingat apa yang ia alami dulu.

"Orang-orang di sana sekarang takut melahirkan," katanya.

"Ketika aku memikirkan kata 'Xinjiang', aku masih merasa takut sampai saat ini," tukasnya kepada Associated Press, Selasa (30/6/2020).

Investigasi Ungkap China Paksa Aborsi Warga Uighur

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan otoritas China memaksa perempuan menggunakan alat kontrasepsi di Xinjiang sebagai upaya pengurangan populasi masyarakat muslim Uighur.

Usaha sistematis 'sterilisasi perempuan', menurut laporan Adrian Zenz, antropolog Jerman yang risetnya fokus pada persoalan kamp di Xinjiang, juga menyebut China memaksa warga Uighur untuk aborsi.

Penelitian Adrian mendorong munculnya seruan internasional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar dilakukan penyelidikan.

Adapun China membantah tuduhan tersebut dalam sebuah pernyataan.

China menyebut apa yang dituduhkan adalah hal yang tidak berdasar.

Baca: UU tentang Uighur Diteken oleh Donald Trump, Reaksi China: Kami Akan Ambil Tindakan Balasan

Etnis muslim Uighur di China. (AFP)

Sebagai informasi, China sedang dihadapkan pada kritik luas lantaran dinilai menahan warga Uighur di kamp-kamp penampungan.

Diwartakan BBC, setidaknya terdapat satu juta masyarakat Uighur dan minoritas muslim lainnya yang ditahan di China, Senin (29/6/2020).

Oleh otoritas China, kamp tempat warga Uighur ditahan merupakan kamp 'pendidikan ulang'.

Sebelumnya Tiongkok sempat menyangkal adanya kamp-kamp ini, sebelum kemudian menyebut kamp ini sebagai pertahanan melawan terorisme.

Otoritas mengklaim langkah ini dilakukan buntut dari kekerasan separatis di wilayah Xinjiang.

Baca: Amerika Serikat Putuskan Blacklist Puluhan Perusahaan China Pasca Terlibat Diskriminasi Etnis Uighur

Sekelompok orang Uighur menghalau polisi dalam aksi protes di Provinsi Xinjiang, China. (PETER PARKS/AFP/GETTY VIA BBC.COM)

Sekretaris Kabinet Amerika Serikat, Mike Pompeo menyerukan China "segera mengakhiri praktik mengerikan ini"

Dalam sebuah pernyataan, Pompeo mendesak "semua negara untuk bergabung dengan Amerika Serikat dalam menuntut diakhirinya pelanggaran tidak manusiawi ini"

Tuduhan ini membuat China mendapat pengawasan dari publik internasional.

Penyelidikan BBC tahun 2019 menunjukkan anak-anak di Xinjiang secara sistematis dipisahkan dari keluarga dalam upaya mengisolasi mereka dari lingkungan muslim.

Seperti apa laporan Adrian Zenz?

Penelitian Adrian didasarkan atas pengumpulan data resmi di tingkat regional.

Baca: Angkatan Laut Jepang dan India Gelar Latihan Militer Bersama, Peringatan untuk China?

Aksi damai protes terhadap pemerintahan China atas pelanggaran HAM yang terjadi kepada etnis Uighur. Aksi dilakukan di depan Gedung Putih, Amerika Serikat. (foreignpolicy.com)

Adrian juga memakai sejumlah dokumen kebijakan serta wawancara dengan perempuan etnis minoritas di Xinjiang.

Laporannya menyebut bahwa perempuan Uighur dan etnis minoritas lain diancam akan ditahan jika menolak membatalkan kehamilan yang melebihi angka kelahiran yang telah ditetapkan.

Bagi perempuan yang memiliki anak tidak lebih dari dua, maka diharuskan secara sukarela untuk memasang alat kontrasepsi dalam rahim.

Selain itu, laporan ini menyebut adanya pemaksaan kepada perempuan untuk menerima 'operasi sterilisasi' alias pemaksaan aborsi.

Kemudian, terdapat laporan yang menyebut sejumlah mantan tahanan kamp-kamp diberikan suntikan yang menghentikan menstruasi mereka.

Baca: Setelah Konflik dengan India, China Terjunkan Puluhan Petarung MMA Ke Perbatasan

Presiden Cina Xi Jinping (AFP)

Selanjutnya, sejumlah mantan tahanan mengaku dirinya mengalami pendarahan hebat akibat efek obat-obatan pengontrol kelahiran, tertulis dalam laporan tersebut.

"Semenjak kebijakan keras ini dimulai akhir 2016, Xinjiang berubah menjadi wilayah yang kejam, campur tangan negara atas otonomi reproduksi telah ada di mana mana," kata laporan itu.

Berdasarkan analisa data, laporan ini menyebut adanya penurunan pertumbuhan populasi di wilayah Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.

Tingkat pertumbuah turun 84% di dua prefektur tempat tinggal mayoritas etnis Uighur pada kurun waktu 2015 dan 2018.

Sementara tahun 2019 disebut menurun lebih jauh lagi.

"Penurunan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, (jelas) ada kekejaman di situ," kata Adrian Zenz kepada Associated Press.

"Ini merupakan bagian dari strategi kontrol menaklukan (etnis) Uighur,"

"Secara keseluruhan, dimungkinkan pihak berwenang Xinjiang terlibat dalam sterilisasi massal perempuan yang memiliki tiga anak atau lebih," ungkap laporan ini.

--

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer