Usaha sistematis 'sterilisasi perempuan', menurut laporan Adrian Zenz, antropolog Jerman yang risetnya fokus pada persoalan kamp di Xinjiang, juga menyebut China memaksa warga Uighur untuk aborsi.
Penelitian Adrian mendorong munculnya seruan internasional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar dilakukan penyelidikan.
Adapun China membantah tuduhan tersebut dalam sebuah pernyataan.
China menyebut apa yang dituduhkan adalah hal yang tidak berdasar.
Baca: UU tentang Uighur Diteken oleh Donald Trump, Reaksi China: Kami Akan Ambil Tindakan Balasan
Sebagai informasi, China sedang dihadapkan pada kritik luas lantaran dinilai menahan warga Uighur di kamp-kamp penampungan.
Diwartakan BBC, setidaknya terdapat satu juta masyarakat Uighur dan minoritas muslim lainnya yang ditahan di China, Senin (29/6/2020).
Oleh otoritas China, kamp tempat warga Uighur ditahan merupakan kamp 'pendidikan ulang'.
Sebelumnya Tiongkok sempat menyangkal adanya kamp-kamp ini, sebelum kemudian menyebut kamp ini sebagai pertahanan melawan terorisme.
Otoritas mengklaim langkah ini dilakukan buntut dari kekerasan separatis di wilayah Xinjiang.
Baca: Amerika Serikat Putuskan Blacklist Puluhan Perusahaan China Pasca Terlibat Diskriminasi Etnis Uighur
Sekretaris Kabinet Amerika Serikat, Mike Pompeo menyerukan China "segera mengakhiri praktik mengerikan ini"
Dalam sebuah pernyataan, Pompeo mendesak "semua negara untuk bergabung dengan Amerika Serikat dalam menuntut diakhirinya pelanggaran tidak manusiawi ini"
Tuduhan ini membuat China mendapat pengawasan dari publik internasional.
Penyelidikan BBC tahun 2019 menunjukkan anak-anak di Xinjiang secara sistematis dipisahkan dari keluarga dalam upaya mengisolasi mereka dari lingkungan muslim.
Penelitian Adrian didasarkan atas pengumpulan data resmi di tingkat regional.
Baca: Angkatan Laut Jepang dan India Gelar Latihan Militer Bersama, Peringatan untuk China?
Adrian juga memakai sejumlah dokumen kebijakan serta wawancara dengan perempuan etnis minoritas di Xinjiang.
Laporannya menyebut bahwa perempuan Uighur dan etnis minoritas lain diancam akan ditahan jika menolak membatalkan kehamilan yang melebihi angka kelahiran yang telah ditetapkan.
Bagi perempuan yang memiliki anak tidak lebih dari dua, maka diharuskan secara sukarela untuk memasang alat kontrasepsi dalam rahim.
Selain itu, laporan ini menyebut adanya pemaksaan kepada perempuan untuk menerima 'operasi sterilisasi' alias pemaksaan aborsi.