Hal itu ia sampaikn lewat akun Twitter pribadi @susipudjiastuti, Kamis (25/6/2020).
Susi menilai PNBP terlalu kecil.
Pasalnya, tarifnya hanya Rp 250 per seribu benih lobster.
"Satu kali ekspor dapat satu bungkus rokok masuk ke Rekening Negara," tulis Susi.
Baca: 20 Tokoh Berpengaruh di Indonesia Tahun 2020 versi Bazaar, Ada Susi Pudjiastuti hingga Najwa Shihab
Diberitakan Kompas.com, hal itu sesuai PP 75 Tahun 2015.
Susi Pudjiastuti juga membandingkan PNBP benih lobster dengan harga peyek udang rebon.
"Harga peyek udang rebon satu biji saja tidak dapat itu Rp 1000 ... Ini Lobster punya bibit lho"
Susi Pudjiastuti terbilang sering menyoroti kebijakan ekspor benih lobster.
Akhir tahun lalu, ia sempat merespon pernyataan Edhy Prabowo, yang menyebut ekspor benih lobster sama dengan komoditas tambang nikel.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, merespon hal tersebut melalui cuitan di akun twitter pribadinya, @susipudjiastuti, Selasa (17/12/2019).
Diberitakan Tribunnews.com, Susi Pudjiastuti menyebutkan perbedaan antara kebijakan benih lobster dan nikel.
"Nikel adalah SDA yg tidak renewable/ yg bisa habis. Lobster adalah SDA yg renewable, yg bisa terus ada & banyak kalau kita jaga!!!!!" tulis Susi dalam cuitannya.
Baca: Minta Berantas Pelaku Illegal Fishing, Susi Pudjiastuti: Saya Mohon Pak Presiden, dari Lubuk Hati
Menurutnya, lobster tidak bisa disamakan dengan nikel.
Pasalnya, nikel termasuk sumber daya alam yang bisa habis jika dieksplorasi terus menerus.
Berbeda dengan nikel, lobster merupakan makhluk hidup yang bernyawa dan berkembang biak.
Apabila dijaga dengan baik, lobster akan tetap terjaga kelestariannya.
Dalam cuitannya, Susi juga menyoroti soal kelebihan lobster yang lain, yakni bisa ditangkap dengan mudah dengan pancing atau bubu dari nelayan kecil di pesisir.
Untuk itu, pengambilan lobster tidak perlu menggunakan kapal besar atau alat modern yang lain.
Susi menekankan negara wajib untuk menjaga keberlangsungan hidup para nelayan kecil dengan baik dan benar.
Baca: Jokowi Jawab Kritik Mantan Menteri Susi Soal Ekspor Bibit Lobster : Negara Harus Dapat Manfaat
Oleh sebab itu, Susi menekankan melarang pengelolaan Sumber Daya Alam yang bisa diperbarui secara instan dan masif.
Susi bahkan mengecam dalam cuitannya terkait pengambilan plasmanutfahnya.
Ia mengaitkan dengan berita sebelum tahun 2000an, lobster berukuran lebih dari 100 gram di Pangandaran bisa didapatkan 3 sampai 5 ton perhari saat musimnya.
Namun, pada saat ini 100 kilogram perhari saja tidak ada.
Susi juga menyoroti hal yang sama di daerah lain, seperti Pelabuhan Ratu, Jogja Selatan, Jawa hingga Sumatera.
"Dulu 15 thnan yg lalu Lobster masih Min 300 sd 500 Kg bahkan Ton. Satu nelayan pancing bisa dapat 2kg sd 5kg/hari. Sekarang mrk hanya dapat 1 atau 2 ekor saja. Lobster tlh berkurang banyak" tulis Susi dalam cuitannya.
Baca: 20 Tokoh Berpengaruh di Indonesia Tahun 2020 versi Bazaar, Ada Susi Pudjiastuti hingga Najwa Shihab
Lantas Susi juga menyoroti negara lain, seperti Australia, India, dan Cuba yang tidak mengambil bibit lobster.
Menurutnya, lobster besar bisa menjadi induk yang produktif.
Susi menyebut negara tetangga tidak membudidayakan dan tidak mengekspor bibit lobster.
Susi juga menekankan hal tersebut karena Lautan NKRI kaya akan ribuan jenis ikan, udang, crustacean dan lain-lain.
Apalagi persoalan tentang potensi dan perdagangannya.
Namun, sudah tiga tahun yang lalu selalu menjadi persoalan terkait bibit lobster ekspor dan budidayanya.
Susi menekankan jika ia sudah menjawab persoalan mengenai bibit lobster dari beberapa tahun yang lalu.
Di akhir cuitannya, susi mengingatkan jika Djuanda dan UNCLOSE 1982 sudah memberikan NKRI kedaulatan laut sampai 200 NM sebagai Zona Ekonomi Eksklusifnya untuk kesejahteraan bangsa.
Hari sebelumnya Susi Pudjiastuti juga mengunggah cuitan berupa link berita Kompas.com, berjudul Cerita Susi Sentil Singapura karena Jadi Transit Lobster Selundupan.