Di Tengah Situasi yang Memanas, Kapal Perang AS Latihan Bersama Kapal Jepang di Laut China Selatan

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Kapal-kapal Amerika Serikat di perairan Laut China Selatan, berdekatan dengan teluk Filipina.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kapal perang AS dan Jepang tengah unjuk kebolehan di Laut China Selatan.

Angkatan Laut AS mengumumkan kapal tempur litoral USS Gabrielle Giffords telah bergabung dengan dua kapal Pasukan Bela Diri Jepang, untuk latihan bersama, Selasa (23/6/2020).

Diberitakan Kontan dari Stripes.com, kapal Angkatan Laut AS berlayar dengan kapal pelatihan JMSDF JS Kashima dan JS Shimayuki.

Kedua belah pihak menekankan pentingnya komunikasi dan koordinasi saat lakukan operasi bersama.

"Kesempatan untuk beroperasi dengan teman-teman dan sekutu kita di laut sangat penting untuk kesiapan dan kemitraan kita bersama," kata Komandan Belakang Expeditionary Strike Group 7, Laksamana Muda Fred Kacher dalam pernyataannya seperti yang dikutip Stripes.com.

Mereka tak menampik jika ke depan akan sering beroperasi bersama.

ILUSTRASI - Foto kapal induk USS Theodore Roosevelt pada 3 Juni 2020 di Laut Filipina. Foto: AFP (AFP)

Baca: Sempat Ditolak, Kini Gelombang Pertama TKA Asal China Berjumlah 152 Orang Telah Tiba di Kendari

"Mereka adalah profesional kelautan masa depan yang pelaut [AS] kami akhirnya akan beroperasi bersama dalam tahun-tahun mendatang," jelas komandan awak biru Gabrielle Giffords, Cmdr. Dustin Lonero.

Kapal perang AS dan Jepang mempraktikan komunikasi dan manuver presisi.

Jepang memang telah meningkatkan kehadiran tentaranya di Laut China selatan beberapa waktu terakhir.

Buku putih Kementerian Pertahanan menebut Jepanng harus proaktif dan independen dalam meningkatkan kehadiran mereka di wilayah tersebut.

Pasalnya, kawasan laut China Selatan telah disengketakan oleh China beberapa waktu ini.

Beijing mengklaim laut tersebut sebagai bagian dari wilayahnya.

Akan tetapi AS dan negara lain menganggap laut China Selatan sebagai wilayah internasional.

Hal itu karena Laut China Selatan bersinggungan dengan banyak negara lain, seperti Malaysia, Filipina, China, dan Vietnam.

Semua negara itu tengah berdebat mengenai status kepemilikan pulau dan terumbu karang yang ada di bawahnya.

Asia Maritime Transparency Initiative menyebut, sejak 2013, China telah melakukan militerisasi 27 fitur dalam rantai kepulauan Spratly dan Paracel di kawasan itu.

Langkah itu ditempuh China sebagai upaya memperluas kehadiran dan otoritasnya.

Bahkan China menegaskan kapal militer asing harus meminta izin berlayar dalam jarak 12 mil laut dari pantai di pulau itu.

Namun, demi menentang klaim China, AS secara teratur melakukan operasi dan kebebasan navigasi di wilayah itu.

China Klaim 60 Persen Kapal AS Ada di Asia Pasifik

Sebelumnya, pejabat militer China mengklaim militer AS telah mengerahkan kekuatan di wilayah Asia Pasifik, seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (23/6/2020).

Berdasar laporan yang ia paparkan, bahkan 60 persen kapal perang AS telah berada di kawasan Indo-Pasifik, lengkap dengan 3 kapal induk.

Total ada 375.000 tentara yang bersiaga di sana.

Hal itu disampaikan oleh Pimpinan Institut Nasional Studi Laut China Selatan, Wu Shicun.

Ia mengatakan kegiatan seperti ini tak pernah terjadi sebelumnya.

ILUSTRASI - Kapal Induk USS Carl Vinson. (Dailymail)

Baca: Di Tengah Ketegangan dengan China, India Minta Rusia Percepat Pengiriman Rudal dan Jet Tempur

"Pengerahan militer AS di kawasan Asia-Pasifik belum pernah terjadi sebelumnya," kata pimpinan lembaga konsultan pemerintah China itu.

Jika diteruskan, tindakan AS bisa memicu konfrontasi militer.

"Kemungkinan insiden militer atau tembakan tak disengaja akan meningkat."

Ia pun tak menampik, jika hal itu terjadi, jurang yang memisahkan hubungan bilateral kedua negara akan semakin dalam dan lebar.

"Jika bentrokan terjadi, dampak pada hubungan bilateral akan menjadi bencana besar," lanjut Wu dikutip dari AFP Selasa (23/6/2020).

Dalam kepemimpinan Barack Obama, AS melakukan empat kali operasi di wilayah tersebut.

Namun di masa kepemimpinan Donald Trump, ia menyebut AS sudah beroperasi sebanyak 22 kali.

Demi mencegah kesalahpahaman, ia mengatakan militer AS dan China harus sering berkomunikasi.

Sebenarnya, akhir-akhir ini bukan hanya AS yang bersitegang dengan China.

Beberapa negara tetangga juga geram dengan pemerintahan Xi Jinping.

China membangun pulau buatan yang dilengkapi dengan instalasi militer di sebagian Laut China Selatan.

Pejabat AS: Hubungan Dagang AS-China Berakhir

Donald Trump dan Xie Jinping (Wikimedia Commons)

Baca: Pengamat: Kim Jong Un Memprovokasi Korsel agar Korut Bisa Menarik Perhatian Amerika Serikat

Di sisi lain, Amerika Serikat kembali menuding China sebagai penyebar virus corona di negaranya.

Diberitakan Kontan dari Reuters, kini giliran Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro yang buka suara.

Navarro yang geram terhadap China, mengatakan hubungan dagang kedua negara telah berakhir.

"Ini sudah berakhir," Navarro mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara ketika ditanya tentang perjanjian perdagangan.

Peter Navarro menyebut hal itu dilatarbelakangi datangnya delegasi China pada 15 Januari 2020.

Ia menuding mereka mengakibatkan wabah corona di AS.

"Pada saat mereka telah mengirim ratusan ribu orang ke negara ini untuk menyebarkan virus itu, dan hanya beberapa menit setelah roda ketika pesawat itu lepas landas, kami mulai mendengar tentang pandemi ini," kata Navarro.

Selain Presiden AS, Navarro merupakan pejabat AS yang paling santer menghujani China dengan kritik dan tudingan.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nur)



Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer