Diberitakan Kontan dari Reuters, kini giliran Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro yang buka suara.
Navarro yang geram terhadap China, mengatakan hubungan dagang kedua negara telah berakhir.
"Ini sudah berakhir," Navarro mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara ketika ditanya tentang perjanjian perdagangan.
Peter Navarro menyebut hal itu dilatarbelakangi datangnya delegasi China pada 15 Januari 2020.
Ia menuding mereka mengakibatkan wabah corona di AS.
"Pada saat mereka telah mengirim ratusan ribu orang ke negara ini untuk menyebarkan virus itu, dan hanya beberapa menit setelah roda ketika pesawat itu lepas landas, kami mulai mendengar tentang pandemi ini," kata Navarro.
Selain Presiden AS, Navarro merupakan pejabat AS yang paling santer menghujani China dengan kritik dan tudingan.
Hubungan Tersembunyi Trump dengan China
Baca: Gara-gara Pengguna TikTok, Kampanye Donald Trump Jadi Sepi: Borong Tiket Tapi Tak Datang Ke Acara
Kendati sering adu kritik, mantan pejabat AS John Bolton ungkap hubungan khusus Trump dan Xi Jinping dalam bukunya.
Hal ini membuat Trump berupaya agar penerbitan buku John Bolton bisa dihentikan.
Donald Trump geram lantaran mantan Penasihat Keamanan Nasional AS itu membeberkan berbagai informasi rahasia dalam bukunya.
Diberitakan Tribunnews, Menlu AS Mike Pompeo menuding Bolton sebagai pengkhianat.
"Saya belum membaca buku itu, tetapi dari kutipan-kutipan yang diterbitkan, John Bolton menyebarkan sejumlah kebohongan dan kepalsuan. Sangat menyedihkan dan berbahaya. John Bolton melakukan peran sebagai pengkhianat yang merusak Amerika," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan, Jumat (18/6/2020)
Meski demikian, hakim di AS telah menolak permintaan Trump untuk menghentikan penerbitan memoar John Bolton, seperti diberitakan BBC, Sabtu (20/6/2020).
Baca: Gara-Gara Netflix dan Zoom, Presiden AS Donald Trump Marah Terhadap Pemerintah Indonesia, Ada Apa?
Hakim Pengadilan Distrik Washington DC Royce Lamberth tak menampik jika tulisan Bolton bisa 'melukai' negaranya sendiri.
Ratusan ribu eksemplar buku The Room Where It Happened telah dicetak dan siap didistribusikan Selasa mendatang.
Terkait hal ini, pengacara Departemen Kehakiman AS berpendapat Bolton melanggar kewajibannya untuk melakukan peninjauan prapublikasi.
Namun pihak Bolton melalui pengacaranya dengan tegas menolak klaim tersebut.
Mereka bersikeras telah melakukan peninjauan dengan seksama.
Meski Hakim Laberth menyimpulkan Bolton melanggar kewajiban untuk melakukan peninjauan, dia tetap menolak permintaan pemerintah.
"Dengan mengambil sendiri untuk menerbitkan bukunya tanpa mendapatkan persetujuan akhir dari otoritas intelijen nasional, Bolton mungkin memang telah menyebabkan negara mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki," tulisnya.
Hakim menyinggung, meski penghentian dilakukan, salinan buku masih bisa beredar uas di internet.
Pengakuan mengejutkan dibuat oleh Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton, seperti diberitakan Washington Post, Kamis (18/6/2020).
John Bolton mengklaim, Trump berafiliasi dengan Presiden China Xi Jinping agar menang dalam Pemilu AS.
Jika klaim ini benar, maka keadaan menjadi klise.
Pasalnya Trump dan Xi yang sering serang di media, justru punya hubungan khusus di belakang.
Baca: UU tentang Uighur Diteken oleh Donald Trump, Reaksi China: Kami Akan Ambil Tindakan Balasan
Pertama, John Bolton membahas soal pembelian produk pertanian AS oleh China.
Menurutnya, Trump meminta hal itu pada Xi Jinping dalam sebuah jamuan makan malam tahun lalu.
Konon hal itu bisa membantu mendongkrak suara untuk Trump.
"Dia menekankan pentingnya petani, dan meningkatkan pembelian kedelai dan gandum di China dalam hasil pemilihan," kata Bolton.
Klaim-klaim itu diungkapkan Bolton dalam sebuah buku yang dijadwalkan dirilis pada minggu depan.
"Dia kemudian, secara menakjubkan, mengalihkan pembicaraan ke A.S. yang akan datang pemilihan presiden, mengacu pada kemampuan ekonomi China untuk mempengaruhi kampanye yang sedang berlangsung, memohon kepada Xi untuk memastikan dia akan menang," Bolton menulis.
Baca: Konflik India-China: Pasca Bentrok 3 Hari, Pasukan China Bebaskan 10 Tentara India
Secara terang-terangan, Bolton juga menyinggung soal bantuan keamanan AS ke Ukraina.
Trump bersedia memberikan bantuan itu dengan syarat Ukraina melakukan penyelidikan Joe Biden dan keluaranya.
Informasi-informasi yang tertulis dalam buku itu dinilai sangat rahasia dan bisa mempertaruhkan keamanan nasional AS.
Informasi rahasia yang dibeberkan Bolton tak habis sampai di situ.
Konon, dalam sebuah pertemuan, Xi mengatakan kepada Trump tentang pembangunan kamp di Uighur yang bisa menampung sejuta muslim.
Bolton menyebut Donald Trump menyetujui rencana Xi Jinping.
"Trump mengatakan bahwa Xi harus melanjutkan pembangunan kamp-kamp, yang menurut Trump adalah hal yang tepat untuk dilakukan."
Washington Post yang menerima memoar setebal 592 halaman itu menilai, tulisan Bolton merupakan pembedahan paling kritis terhadap presiden.
Departemen Kehakiman meminta perintah darurat dari seorang hakim untuk memblokir penerbitan buku itu, pada Rabu malam.
Kayleigh McEnany, sekretaris pers Gedung Putih, mengatakan pada hari Rabu bahwa buku itu masih berisi informasi rahasia.
Namun, hal yang berbeda dikatakan pihak John Bolton.
Pengacara Bolton mengatakan buku itu tidak mengandung bahan rahasia dan itu mengalami proses peninjauan yang sulit.