Keputusan tersebut diutarakan dalam rapat yang diadakan oleh Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Berdasarkan penjelasan yang disampaikan KPU RI dan langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dalam pengendalian situasi pandemi Covid-19 oleh pemerintah, Komisi II DPR bersama Kemendagri menyetujui usulan peraturan KPU tentang penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan wali kota dan wakil wali kota dalam kondisi bencana nonalam," kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020).
Tidak menutup kemungkinan, pasien yang positif Covid-19 pun masih bisa menyalurkan aspirasinya dalam Pilkada mendatang.
Komisi II pun telah meminta KPU untuk berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait dengan Pilkada mendatang.
Peraturan tentang pemilihan yang dilakukan oleh pasien positif pun telah diatur di PKPU.
Selanjutnya, ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, KPU kabupaten/kota bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 akan melakukan pendataan pemilih paling lambat satu hari sebelum hari pemungutan suara.
Selanjutnya, petugas akan membawa perlengkapan pemungutan suara di lokasi pemilih dirawat.
Baca: Ditanya Soal Kebocoran Data Pasien Covid-19, Achmad Yurianto Bungkam, Benar-benar Diretas Hacker?
Baca: 5 Hal yang Perlu Diperhatikan Peserta UTBK-SBMPTN 2020, Dari Persiapan hingga Tips Mengerjakan Soal
Baca: Tak Jadi Banding Ke PTUN, Jokowi Terima Divonis Bersalah karena Batasi Akses Internet di Papua
"KPPS dapat didampingi PPL atau pengawas TPS dan saksi dengan membawa perlengkapan pemungutan suara mendatangi pemilih yang bersangkutan," kata Arief dalam rapat bersama Komisi II DPR, Senin (22/6/2020).
Terkait pemungutan suara di rumah sakit, KPU setempat berkoordinasi dengan rumah sakit dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Petugas yang datang ke rumah sakit pun wajib memakai APD lengkap.
"KPPS yang bertugas mendatangi pemilih menggunakan alat pelindung diri lengkap dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19," tutur Arief.
Selain itu, juga diatur pula pelayanan hak pilih bagi orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Arief mengatakan, KPPS dapat melayani hak pilih ODP/PDP dengan mendatangi pemilih yang bersangkutan.
"KPPS dapat melayani hak pilihnya dengan cara mendatangi pemilih tersebut dengan persetujuan para saksi dan PPL atau pengawas TPS, dengan tetap mengutamakan kerahasiaan pemilih," sebut dia.
Pelayanan hak pilih bagi ODP/PDP juga diwajibkan menerapakan protokol kesehatan Covid-19.
"KPPS yang bertugas mendatangi pemilih menggunakan alat pelindung diri lengkap dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19," kata Arief.
Berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020, pilkada serentak yang semula dijadwalkan pada 23 September akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 mendatang.
Sementara itu, tahapan Pilkada 2020 sudah mulai dilanjutkan lagi pada 15 Juni 2020, setelah sempat ditunda akibat pandemi Covid-19.
Baca: Jelang Pilkada, Mendagri Imbau Masyarakat Kritisi Kepala Daerah yang Tak Efektif Tangani Covid-19
Baca: Tetap Gelar Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19, Pengamat Politik: Pemerintah Sepertinya Stres
Baca: Jutaan Data Penduduk Indonesia Diduga Bocor, Pakar Siber: Ancaman Menjelang Pilkada 2020
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempertanyakan kesiapakan pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah terkait dengan pelaksaan pilkada tahun ini.
Meskipun dilaksanakan di tengah pandemi dengan diikuti oleh protokol kesehatan virus corona, Komnas HAM mengimbau jika KPU dan pemerintah tidak boleh salah langkah.
Pasalnya, Komnas HAM merasa jika tanpa adanya kesiapan yang baik terkait protokol kesehatan, lebih baik pilkada ditunda terlebih dahulu.
Jika KPU dan pemerintah ragu-ragu dalam menyiapkan protokol kesehatan bagi penyelenggaraan pemilihan, lebih baik pilkada ini ditunda," kata Komisioner Komnas HAM Amiruddin melalui konferensi pers yang digelar secara virtual, Senin (22/6/2020).
Ada dua hal yang disoroti Komnas HAM terkait kesiapan KPU dan pemerintah dalam melaksanakan Pilkada.
Pertama, belum adanya aturan mengenai protokol kesehatan dalam menyelenggarakan Pilkada.
Hingga tahapan Pilkada lanjutan telah berjalan, Peraturan KPU (PKPU) terkait pelaksanaan Pilkada di tengah kondisi bencana nonalam belum juga disahkan.
Pasalnya, menurut Komnas HAM, aturan itu penting untuk menjamin pelaksanaan Pilkada aman dari penyebaran Covid-19.
"Kita meminta KPU memastikan bahwa seluruh proses atau seluruh protokol kesehatannya betul-betul sudah pasti dalam aturannya sehingga bisa diselenggarakan," tutur Amir.
Kedua, terjadinya kekurangan anggaran akibat munculnya kebutuhan tambahan yang diperlukan untuk menggelar Pilkada di tengah pandemi.
Pihak Komnas HAM pun mengutarakan jika tanpa adanya persiapan yang baik dari pemerintah dan KPU, Pilkada justru menjadi ajang untuk semakin memperluas penyebaran virus.
Sebab, mau tidak mau, gelaran Pilkada mengharuskan berkumpulnya massa.
Amir menegaskan bahwa pihaknya ingin supaya keselamatan seluruh pihak dapat dijamin penyelenggara dan pemerintah, meski Pilkada digelar di tengah situasi pandemi.
"Komnas HAM ingin menegaskan, Pilkada penting tapi melindungi kesehatan masyarakat supaya tidak jatuh korban itu jauh lebih penting," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Begini Pemungutan Suara Bagi Pemilih Pasien Covid-19 di Pilkada 2020"