Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Amir Hatami mengatakan musuh-musuh Iran ketakutan setelah melihat uji coba ini.
Selain itu, Hatami juga memuji industri pertahanan Iran yang sudah bisa memasok semua peralatan yang dibutuhkan untuk tujuan pertahanan.
"Industri pertahanan Iran telah mencapai titik pertumbuhan dan kemandirian, sehingga bisa memproduksi semua peralatan yang diperlukan untuk konfrontasi darat, udara, laut, elektronik, radar, dengan mengandalkan teknologi dalam negeri," kata Hatami
"Musuh terlalu takut dengan pertahanan ini dan terhadap militer Iran, terutama di bidang rudal," kata Hatami menambahkan pada Sabtu (20/6/2020) dikutip dari MEHR News.
Hatami mengatakan hal itu saat menghadiri upacara peringatan 39 tahun meninggalnya Mostafa Chamran, Menteri Pertahanan pertama Iran setelah Revolusi Islam.
Menhan Hatami mengatakan apa yang dimulai Mostafa Chamran dalam industri militer negara itu beberapa dekade lalu kini telah mencapai kemajuan pesat.
Menurutnya, musuh-musuh Iran juga mengakui tanda-tanda kemajuan ini sehingga berupaya membatasi gerak-gerik Iran dengan menjatuhkan sanksi berat dan tidak adil.
Baca: Merujuk Kasus George Floyd, Presiden Iran: Kami Patahkan Lutut Amerika yang Ada di Tenggorokan Iran
Baca: Iran Membuat Versi Palsu dari Kapal Induk Amerika sebagai Target Serang dalam Latihan Perang
Chamran yang lahir pada tahun 1932 adalah anggota parlemen serta komandan relawan paramiliter selama Perang Irak-Iran (1980-1988).
Dulu Chamran meninggalkan karier akademiknya sebagai ilmuwan dan profesor di Universitas California, untuk membantu gerakan Islam di Palestina, Lebanon, dan Mesir.
Dia juga berperan dalam perjuangan yang diakhiri dengan kemenangan Revolusi Islam di Iran.
Chamran tewas pada 20 Juni 1981, setelah tubuhnya diterjang peluru di Dehlavieh, sebuah wilayah di Provinsi Khuzestan, selatan Iran.
Tragedi itu termasuk bagian dari Perang Irak-Iran yang terjadi selama 1980-1988.
Iran menguji coba penembakan rudal jarak jauh yang diklaim dapat mencapai target sejauh 280 kilometer (km).
Uji coba dilakukan Angkatan Laut Iran di Teluk Oman dan utara Samudra Hindia, ungkap media pemerintah Iran IRNA pada Kamis (18/6/2020).
IRNA juga menyebutkan jarak tempuh rudal dapat diperpanjang, tetapi tidak mengungkan rinciannya.
Kantor berita pemerintah Iran itu juga mengatakan, ada dua jenis rudal yang ditembakkan, tetapi tak ada penjelasan lebih lanjut.
Gambar yang menampilkan proyektil diluncurkan dari kendaraan militer mengenai sasaran di laut.
Panglima Angkatan Laut Iran Laksamana Hossein Khanzadi mengatakan kepada saluran tv pemerintah bahwa rudal kelas C ini dilengkapi homing ini dapat mengenai sasaran dengan akurasi tinggi pada jarak dekat.
Homing adalah sistem panduan di rudal berupa peralatan elektronik, yang membuat rudal dapat melacak dan mengenai sasarannya.
"Itu berarti rudalnya bertipa tembak-dan-hilang. Kami menembakkan rudal dan datanya ada di rudal itu, yang memiliki berbagai sistem navigasi bawaan," katanya dikutip dari Associated Press Kamis (18/6/2020).
Uji coba ini dilakukan setelah tragedi salah tembak pada Mei.
Kala itu sebuah rudal yang ditembakkan dalam latihan Iran justru mengenai teman sendiri di kapal Angkatan Laut Iran.
Padahal, rudal itu ditargetkan menuju perairan dekat Selat Hormuz. Akibat dari kesalahan ini, 19 pelaut tewas dan 15 lainnya luka-luka.
Latihan ini juga digelar seusai konfrontasi di laut antara pasukan Iran dan Amerika Serikat (AS), tepatnya di dekat Teluk Persia.
Pada April, AS menuduh Iran melakukan manuver "berbahaya dan meledek" dengan mendekati kapal perang AS di sisi utara Teluk Persia.
Iran rutin mengadakan latihan di Teluk Oman yang berdekatan dengan Selat Hormuz.
Sekitar 20 persen jalur perdagangan minyak dunia melintasi selat ini.
Iran diberitakan membuat versi palsu atau replika dari kapal induk Amerika Serikat (AS) di lepas pantai Teluk untuk dipakai sebagi target dalam latihan militer.
Diberitakan oleh Arab News, replika kapal induk itu terlihat mirip kapal induk kelas Nimitz yang dikerahkan oleh Angkatan Laut AS melalui Selat Hormuz dan ke Teluk Arab.
Meski demikan, replika kapal versi Iran tersebut terlihat lebih kecil daripada yang asli.
Panjang replika itu sekitar 200 meter dan lebar 50 meter, sedangkan kapal induk kelas Nimitz lebih dari 300 meter dengan lebar 75 meter.
Menurut foto satelit yang diambil oleh Maxar Technologies seperti yang dilaporkan Arab News, replika ini membawa 16 jet tempur palsu di geladaknya.
Kapal palsu itu mengambang di pelabuhan selatan Bandar Abbas.
Penampilannya mengisyaratkan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) sedang mempersiapkan pengulangan tiruan yang dilakukan pada Februari 2015.
Replika tersebut juga menyerupai kapal induk yang digunakan dalam latihan militer yang disebut Nabi Besar 9, ketika speedboat menembakkan senapan mesin dan roket menyerbu kapal palsu, yang sebenarnya merupakan sebuah tongkang mengambang.
Baca: Iran, Rusia, China, dan Turki Justru Rayakan Kekacauan dan Kerusuhan di Amerika Serikat
Baca: AS dan NATO Gelar Latihan Perang di Tengah Pandemi, Pamer Kekuatan kepada Rusia
Rudal yang bisa muncul ke permukaan ke laut kemudian menghancurkan replika itu.
"Kapal induk Amerika adalah depot amunisi besar yang menampung banyak rudal, roket, torpedo, dan lainnya," kata mantan kepala angkatan laut IRGC Laksamana Ali Fadavi pada saat itu kepada Arab News.
Banyak negara menyoroti kerusuhan dan kekacauan yang terjadi di Amerika Serikat belakangan ini.
Insiden kematian George Floyd memicu banyak demonstrasi di negeri Paman Sam tersebut.
Namun, diberitakan oleh Jerusalem Post, sejumlah negara tampak 'happy' atau "merayakan" dengan peristiwa itu.
Baca: Akui Hubungannya dengan China Berada di ‘Titik Kritis’, AS Bakal Buka Kembali Konsulatnya di Wuhan
Pada hari Senin (1/6/2020), misalnya, media Iran banyak memberitakan sejumlah kisah yang menyoroti "keruntuhan" AS dengan mengutip sumber-sumber dari Rusia.
Mengutip Jerusalem Post, AS menjadi negara paling kuat di dunia setelah Uni Soviet dan negara-negara sekutunya hancur berantakan pada tahun 1989.
Namun, Rusia, China, Iran, dan Turki berusaha untuk bekerja sama lebih erat dan sering duduk di forum global yang tidak dihadiri AS.
Disebutkan, demi mengoordinasikan upaya melawan AS, negara-negara ini memiliki media pemerintah yang didanai dengan baik, seperti RT, TRT, Tasnim and Fars News Iran dan sejumlah media Tiongkok.
Kebijakan negara-negara ini adalah perlahan-lahan merusak AS dan menunggu saat-saat kelemahan AS untuk mendorong agenda mereka.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan baru-baru ini terkait kerusuhan di AS, dengan mengatakan bahwa Amerika adalah bagian dari "tatanan yang tidak adil" di dunia.
Mantan presiden Iran membuat komentar serupa tentang tatanan AS yang terus menurun. Ini merupakan referensi ke konsep poros perlawanan di Iran, dan kekalahan arogansi AS.
Baca: Demo Bela George Floyd Rusuh, Pemilik Toko Minuman Ini Siapkan Senapan Militer M16 Agar Tak Dijarah
Saat ini, aksi protes di AS dan krisis Covid-19 telah menyebabkan situasi di Washington menurun dengan cepat.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa AS sekarang harus berurusan dengan kesalahan polisi dan membanding-bandingkan AS dengan Rusia.
"Syukurlah, hal-hal yang terjadi di Amerika tidak terjadi di Rusia," katanya seperti yang ditulis media TASS Rusia.
NBCNews juga menuliskan berita yang sama. China, Rusia dan Iran menggunakan media yang disponsori negara untuk menyerang AS atas pembunuhan George Floyd dan kerusuhan sipil yang terjadi.
Menurut sebuah laporan yang dirilis Rabu (3/6/2020) oleh sebuah perusahaan swasta, tidak ada bukti adanya operasi pengaruh online yang mirip dengan campur tangan Rusia dalam kampanye presiden 2016.
"Musuh AS menggunakan gejolak di media tradisional dan sosial dengan menggunakan narasi mereka yang sedemikian rupa," demikian bunyi laporan oleh Graphika, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis volume besar lalu lintas media sosial, seperti yang dikutip dari NBCNews.
Ketiga negara menggunakan kehadiran editorial online mereka yang substansial untuk mengkritik pembunuhan Floyd, reaksi polisi terhadap protes, dan Presiden Donald Trump.
Akan tetapi, menurut laporan itu, tujuan mereka tampaknya berbeda.
“Tujuan utama Tiongkok tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS atas tindakan keras Tiongkok terhadap Hong Kong. Tujuan utama Iran tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS terhadap catatan hak asasi manusia Iran dan untuk menyerang sanksi AS," kata laporan tersebut.
Ditambahkan pula, “Media-media yang dikendalikan oleh Rusia sebagian besar terfokus pada fakta-fakta aksi protes, sejalan dengan praktik yang sudah berlangsung lama dalam meliput unjuk rasa di Barat; beberapa konten editorial individual juga menyerang kritikus Kremlin dan media arus utama."
"Malam ini, aktivitas media sosial tentang # protes & reaksi balasan dari akun media sosial terkait dengan setidaknya 3 musuh asing. Mereka tidak membuat divisi ini. Tapi mereka aktif memicu & mempromosikan kekerasan & konfrontasi dari berbagai sudut."
Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Iran bangun kapal induk Angkatan Laut AS palsu sebagai target serang"