Para peneliti dari tim Universitas Oxford dilaporkan melakukan uji coba penggunaan dexamethasone kepada ribuan pasien Covid-19.
Hasil temuan mereka menunjukkan dexamethasone mengurangi risiko kematian pada mereka yang terpapar virus corona.
Semenjak Covid-19 mewabah, sejumlah pakar dan tenaga medis melakukan berbagai upaya melawan virus yang menyerang saluran pernapasan ini.
Adapun tindakan yang ditempuh yakni melakukan perawatan pasien hingga mencari vaksin yang tepat untuk menyembuhkan pasien.
Berikut obat yang diklaim dapat menyembuhkan pasien terpapar virus corona:
Pada Maret 2020, muncul kabar bahwa obat generik favipiravir dengan merek Avigan dinyatakan efektif mengobati pasien Covid-19.
Avigan ini dibuat secara khusus untuk mengobati tubuh dari virus RNA, termasuk SARS-CoV-2.
Obat ini digadang-gadang dapat menghentikan beberapa virus dari replikasi dengan melumpuhkan enzim yang disebut RNA polimerase, yang membangun RNA.
Tanpa enzim utuh, virus tidak dapat menggandakan materi genetiknya secara efisien sekali di dalam sel inang.
Baca: Uji Klinis Tak Kunjung Berbuah Manis, Jepang Hibahkan 12 Ribu Tablet Avigan ke Pemerintah Indonesia
Baca: Harapan Baru, China Klaim Obat Flu Jepang Avigan Efektif Atasi Corona, Terbukti Lewat Uji Klinis
Namun, obat ini rupanya kurang efektif bagi pasien dengan kondisi penyakit berat.
Selain itu, penggunaan Avigan juga memiliki serangkaian efek samping yang tidak mudah untuk diaplikasikan kepada pasien Covid-19.
Selain itu, obat lain yang diklaim dapat dijadikan vaksin untuk Covid-19 yakni remdesivir.
Penasehat kesehatan Gedung Putih, Dr. Anthony Fauc,i mengungatakan uji coba remdesivir yang dilakukan oleh National Institue of Allergy and Infectious Disease (NIAID) menunjukkan kabar baik dan sempat dikabarkan akan menjadi standar perawatan baru untuk pasien Covid-19 di AS.
Remdesivir awalnya dikembangkan oleh Gilead, perusahaan farmasi besar di AS, untuk mengobati pasien Ebola. Kemudian, obat tersebut diujicoba untuk mengobati pasien Covid-19 dan hasilnya mereka membaik setelah diobati dengan remdesivir.
Percobaan pun berlanjut hingga para ilmuwan mencoba obat ini dengan diujikan ke tikus dan kelelawar yang terinfeksi virus corona, termasuk MERS dan SARS.
Baca: Kabar Gembira, Obat Remdesivir China untuk Tangani Corona Dapat Persetujuan BPOM AS
Hasilnya, remdesivir dikombinasikan dengan senyawa HC yang dapat melawan virus.
Dari percobaan ini, remdesivir dan NHC tampaknya mampu menghalangi replikasi virus dengan mengganggu kemampuan mereka dalam melakukan mutasi genetik.
Di sisi lain, obat itu dianggap akan efektif jika diterapkan pada pasien virus corona.
Kemudian, muncul jenis obat lainnya yang diklaim dapat mengobati tubuh dari infeksi virus corona yakni chloroquine atau klorokuin.
Klorokuin merupakan senyawa sintetis yang dikembangkan pada tahun 1934 untuk mencegah dan mengobati malaria.
Obat ini juga dikenal sebagai klorokuin fosfat, obat yang dapat menghentikan parasit Plasmodium dari tumbuh dan berkembang biak.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganggap klorokuin sebagai obat esensial dalam pengendalian malaria di seluruh dunia.
Baca: Tak Aman, Uni Eropa Sepakat Larang dan Hentikan Penggunaan Hidroksiklorokuin untuk Obati Covid-19
Baca: Indonesia Pakai Klorokuin untuk Obati Pasien Covid-19, WHO Desak Berhenti Menggunakannya, Mengapa?
WHO pun membatasi penggunaan obat ini dengan mempertimbangkan efek samping dari penggunaan klorokuin, seperti sakit kepala, sakit perut, mengantuk, muntah, dan bahkan risiko kematian.
Selanjutnya, obat yang juga dikabarkan dapat mengobati Covid-19 baru-baru ini yakni hydroxyhloroquine atau hidroksiklorokuin.
Obat ini menjadi polemik, lantaran penggunaannya didukung oleh Presiden AS Donald Trump, tetapi sejumlah negara di Eropa menghentikan uji cobanya terkait efek samping yang berisiko.
Hidroksiklorokuin adalah obat berbentuk tablet oral yang diberikan berdasarkan resep dokter.
Umumnya, penggunaan hidroksiklorokuin sebagai bagian dari terapi. Efek samping dari penggunaan obat ini antara lain, sakit kepala, pusing, diare, kram perut, dan muntah.
Namun, ada juga efek samping yang serius yakni pembengkakan cepat pada kulit, gatal-gatal, sakit tenggorokan, hipoglikemia berat, pendarahan atau memar, warna kulit biru-hitam, kelemahan otor, rambut rontok, perubahan suasana hati, dan efek kesehatan mental.
Dexamethasone merupakan obat untuk mengatasi peradangan, reaksi alergi, dan penyakit autoimun dan termasuk dalam kategori obat kortikosteroid.
Sekelompok ilmuwan dari Universitas Oxford melakukan pengujian obat dexamethasone pada 2.000 pasien terinfeksi virus corona baru.
Mereka membandingkannya dengan 4.000 pasien yang tidak mendapatkan dexamethasone.
Alhasil, sekitar 19 dari 20 pasien yang terinfeksi Covid-19 sembuh tanpa harus dilarikan ke rumah sakit.
Dexamethasone juga dilaporkan bisa menyembuhkan pasien kritis atau dalam kondisi parah.
Di Inggris, dexamethasone digunakan sejak awal terjadinya pandemi virus corona dan sudah menyelamatkan sekitar 5.000 nyawa.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Deretan Obat yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Dexamethasone hingga Hidroksiklorokuin"