Selain persoalan perang dagang, virus Corona dan status Hong Kong, klaim China atas kepemilikan Laut China selatan juga ikut membawa Amerika Serikat ke pusara masalah yang baru.
China dan Amerika Serikat pun menghadapi risiko konflik yang kian realistis di Laut China Selatan.
Demi menghindarinya, kedua pihak dinilai harus bisa mengelola krisis seperti ketika kapal perang mereka berada dalam lokasi yang berdekatan.
Sumber informasi militer China mengatakan bahwa dalam sebuah insiden di bulan April 2020 ini, kapal-kapal dari kedua negara pernah saling berdekatan dengan hanya berjarak 100 meter.
"Insiden semacam itu menunjukkan kurangnya kepercayaan politik antara kedua militer," kata sang sumber seperti dikutip South China Morning Post.
Namun sang sumber itu tidak menyebutkan kapal perang mana yang terlibat dalam pertemuan itu.
Beijing dan Washington telah berkompetisi untuk mengerahkan lebih banyak kapal perang ke wilayah tersebut sejak kru di kapal induk yang berbasis di Pasifik Amerika, USS Theodore Roosevelt dan USS Nimitz terpapar virus corona pada akhir Maret.
Baca: AS dan China Memanas, Amerika Serikat Kerahkan 3 Kapal Induk dan Jet Tempur di Perairan Indo-Pasifik
Baca: Amerika Serikat-China Memanas, 3 Kapal Perang AS Terlihat Berpatroli di Perairan Indo-Pasifik
Baca: 20 Tentara India Tewas dalam Bentrokan Perbatasan dengan Tentara China
Sementara kapal-kapal Angkatan Laut People's Liberation Army (PLA) China yakni Liaoning dan Shandong, tampaknya tidak terpengaruh oleh wabah corona.
Hu Bo, Direktur Pusat Studi Strategi Maritim di Universitas Peking, mengatakan penyebaran baru dilakukan AS termasuk dengan mengirimkan kapal serbu amfibi USS America.
Sementara Angkatan Laut PLA juga mengerahkan sejumlah kapal yang serupa.
Dia mengatakan Amerika Serikat membuat penyebaran baru karena khawatir bahwa China mungkin mengambil keuntungan dari kekosongan kekuatan di Laut China Selatan yang diakibatkan munculnya wabah virus corona.
Dia mengatakan kedua belah pihak sebagian besar tetap profesional dan terkendali dalam insiden di bulan April, tetapi ada risiko bahwa insiden tersebut dapat mengakibatkan kesalahan perhitungan dan meningkat menjadi konflik militer.
"Perilaku provokatif semacam ini sepenuhnya didorong oleh kebutuhan politik yang ditujukan untuk menunjukkan kekuatan, tetapi aksi itu bisa saja menjadi kecelakaan," katanya.
Ini bukan pertama kalinya kedua angkatan laut melakukan pertemuan dalam jarak dekat.
Pada bulan Oktober 2018, foto udara yang diambil oleh Angkatan Laut AS menunjukkan sebuah kapal perusak China bergerak dalam jarak 41 meter dan hampir bertabrakan dengan kapal perusak USS Decatur selama situasi tegang di Laut Cina Selatan.
Hu mengatakan kedua negara harus membuat mekanisme manajemen krisis yang efektif untuk menangani insiden seperti itu.
Collin Koh, seorang peneliti di Institut Studi Pertahanan dan Strategis, yang berbasis di Universitas Teknologi Nanyang di Singapura, mengatakan kedua belah pihak harus mendokumentasikan insiden semacam itu untuk menunjukkan apa yang terjadi, termasuk dengan foto dan umpan radar.
“Benar-benar tidak profesional jika ada kapal perang yang berusaha sedekat ini."
"Meskipun saya bertanya-tanya mengapa pihak China bahkan membiarkan itu terjadi,” kata Koh.
Baca: Hampir 2 Bulan Nol Kasus Virus Corona, Kini Klaster Baru Ditemukan di Beijing, China Kembali Heboh
Laut China Selatan saat ini menjadi perhatian internasional. Konflik antara China dan negara-negara yang mengklaim wilayah mereka di Laut China Selatan semakin meningkat.
Hal ini kian meningkatkan tekanan terhadap Indonesia dan Malaysia sebagai kekuatan utama di kawasan.
Mengutip CNN, Senin (8/6/2020), kapal-kapal China dan Malaysia terperangkap dalam konflik besar selama lebih dari satu bulan sejak awal tahun 2020 di dekat Pulau Kalimantan di Laut China Selatan.
Konflik itu terjadi saat kapal Malaysia, Capella Barat, tengah mencari sumber daya di perairan yang juga diklaim Beijing.
Saat itu, sebuah kapal survei Tiongkok, disertai dengan kapal penjaga pantai, berlayar ke daerah tersebut dan mulai melakukan pemindaian, menurut gambar satelit yang dianalisis oleh Institut Transparansi Maritim Asia (AMTI).
Hal itu kemudian direspons Malaysia dengan mengerahkan kapal ke daerah itu, yang didukung kapal perang Amerika Serikat yang melakukan latihan bersama di Laut China Selatan.
Beijing mengklaim tengah melakukan kegiatan normal di perairan di bawah yurisdiksi Tiongkok. Kendati selama berbulan-bulan kapal-kapal China dituding memburu kapal-kapal negara lain yang mencoba mengeksplorasi sumber daya di perairan yang diklaim China miliknya.
Baca: Klaim Miliki Lembah Sungai Galwan, China Serbu Garis Pertahanan India dengan 10.000 Pasukan Militer
Baca: Terinspirasi Donald Trump, Presiden Brasil Ancam Keluar dari WHO karena Tak Tahan Terus Diintervensi
Baca: Membangkang dari Donald Trump, Menteri Pertahanan AS Tolak Kerahkan Militer Atasi Demonstrasi
Sekarang para ahli mengatakan, China mengadopsi taktik yang semakin kuat dan berisiko memicu konflik baru dengan kekuatan regional utama seperti Malaysia dan Indonesia.
Direktur AMTI, Greg Polling mengatakan, negara-negara itu lebh penting daripada sebelumnya karena kapal-kapal China memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena keberadaan pulau-pulau buatan Beijing di Laut China Selatan.
"Pulau-pulau buatan itu menyediakan pangkalan depan untuk kapal-kapal China, secara efektif telah mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara yang berada di garis depannya," ujar Polling.
"Pada hari tertentu, di sana sekitar selusin kapal penjaga pantai berdengung di sekitar Kepulauan Spratly, dan sekitar seratus kapal nelayan, siap berangkat," terangnya.
Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Konflik kian nyata di Laut China Selatan, jarak kapal perang AS-China hanya 100 meter.