Neta S. Pane membahas mengenai kinerja Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, dramatisasi dan politisasi kasus hingga menjadi ramai dibicarakan, hingga kasus pembunuhan di Bengkulu.
Tak hanya itu, Neta S. Pane juga mengomentari tentang wajah Novel Baswedan yang tetap mulus dan tampan meski tersiram air keras.
Komentar tersebut diucapkan Neta S. Pane kepada Wartakotalive.com pada Selasa, (16/6/2020).
Berikut uraian lengkap dari komentar yang diberikan oleh sang Ketua Presidium IPW yang telah menjabat sejak 2004 itu.
Baca: Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Menemukan 5 Kejanggalan dalam Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Baca: Anggap Peradilan Sesat, Refly Harun Sebut Dua Terdakwa Penyiraman Novel Baswedan Bisa Dibebaskan
Meminta PN Jakarta untuk bekerja secara promoter
Seperti yang diberitakan oleh Wartakotalive.com, Neta S Pane mengatakan majelis hakim PN Jakarta Utara harus bekerja secara promoter.
Promoter yang dimaksud adalah akronim dari profesional, modern, dan terpercaya.
Hal tersebut diperlukan untuk membuktikan apakah wajah Novel Baswedan disiram air keras atau disiram air aki yang sudah dicampur air biasa.
Karena bagi Neta S. Pane, jika wajah Novel Baswedan disiram air keras, maka wajahnya akan melepuh dan hancur.
"Sementara wajah Novel saat ini masih mulus dan tetap tampan," kata Neta S. Pane kepada Wartakotalive, Selasa (16/6/2020).
Disisi lain, seperti yang telah diberitakan di Tribunnewswiki, pelaku penyiraman, Rahmat Kadir memberikan keterangan bahwa dirinya menggunakan air aki dicampur dengan air biasa.
Berdasarkan pengalamannya sendiri, air aki dipilih Rahmat Kadir lantaran memiliki efek gatal jika terkena kulit tubuh.
Neta S Pane melihat bahwa saat ini terdapat upaya penyesatan hukum yang dilakukan sejumlah pihak terkait kasus Novel Baswedan.
Menurut Neta S. Pane, kasus Novel Baswedan telah didramatisasi dan dipolitisasi.
"Kasus ini didramatisasi dan dipolitisasi sedemikian rupa, seolah-olah menjadi kasus yang luar biasa dan heboh. Padahal tujuannya hanya untuk menutupi kasus Novel yang sudah menjadi tersangka pembunuhan di Bengkulu," tutur Neta S. Pane.
Tragisnya, Neta S. Pane mengatakan bahwa orang-orang yang melakukan penyesatan hukum itu adalah para pakar hukum, aktivis HAM, dan politikus.
Para oknum tersebut dikatakan Neta S. Pane memiliki agenda hendak memojokkan atau menjatuhkan citra Presiden Jokowi.
"Sebab itu IPW berharap jaksa dan majelis hakim tidak terpengaruh dengan provokasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini, yang seolah-olah hendak mendukung Novel padahal tujuannya hendak menjatuhkan Presiden Jokowi," ucap Neta S. Pane.
Sejauh ini, menurut Neta S. Pane, IPW menilai sikap jaksa dan majelis hakim dalam memproses kasus Novel Baswedan sudah on the track.
Sehingga, mereka tidak perlu takut terhadap manuver para pendukung Novel Baswedan.
"Apalagi mereka melakukan manuver yang tidak masuk akal, yakni menarik-narik Jokowi ke dalam kasus ini," ucap Neta S. Pane.
"Seharusnya para pakar hukum dan aktivis HAM itu justru harus mendorong Jokowi agar memerintahkan Jaksa Agung segera melimpahkan BAP kasus pembunuhan yang diduga melibatkan Novel ke PN Bengkulu," imbuhnya.
Tak hanya itu, Neta S. Pane berharap majelis hakim bekerja secara promoter untuk membuktikan Novel Baswedan disiram air keras atau air aki yang sudah dicampur air.
Menurut Neta S Pane, penasehat hukum Rahmat Kadir, Widodo mengatakan Novel Baswedan telah mendapatkan penanganan yang tepat di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading.
"Sebab, penasihat hukum Rahmat Kadir Mahulette, Widodo mengatakan, pada 11 April 2017 setelah mengalami serangan, Novel dibawa ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading," ucap Neta S Pane.
"Di sana, oleh dokter IGD, mata Novel dicuci dengan air sehingga PH-nya menjadi 7, yang artinya sudah netral," lanjutnya.
Neta S. Pane pun menjelaskan bahwa asam sulfat yang sudah diencerkan dengan air tidak menimbulkan daya destruktif pada wajah Novel Baswedan.
Meski demikian, Neta S Pane mengakui jika asam sulfat bersifat korosif.
Namun menurut Neta S. Pane, asam sulfat masih bisa dinetralkan dengan air.
Dalam visum et repertum nomor 03/VER/RSMKKG/IV/2017 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga pada 24 April 2017, tidak menunjukkan kerusakan mata Novel Baswedan.
Visum et repertum dibuat 13 hari setelah kejadian, dan tidak berisi derajat kerusakan tapi hanya potensi, sehingga tidak bisa menunjukkan kerusakan itu sendiri.
Namun, kata Neta S. Pane, hanya potensi dan berdasarkan yurisprudensi.
Visum et repertum tidak mengikat majelis hakim jika bertentangan dengan keyakinannya, sehingga unsur penganiayaan berat dalam kasus Novel Baswedan tidak terbukti.
"Sepertinya, keyakinan inilah yang membuat jaksa menuntut satu tahun penjara pada pelaku karena dinilai melakukan penganiayaan ringan," jelas Neta S. Pane.
"Sebab pada dasarnya, kasus penyiraman Novel berbeda dengan kasus penyiraman air keras yang ada selama ini, di mana wajah korbannya rusak parah, sementara wajah Novel tetap mulus dan tampan," bebernya.
IPW, kata Neta S Pane, berharap jaksa dan majelis hakim menuntaskan kasus Novel Baswedan ini secara promoter dan jangan mau diintervensi siapa pun.
"Hukum tetap harus berdiri tegak, sehingga nantinya Novel bisa menyelesaikan kasus pembunuhan yang dituduhkan padanya di PN Bengkulu," cetus Neta S Pane.
Baca: Novel Baswedan Ragukan Terdakwa sebagai Pelaku Penyiraman, Refly Harun: Publik Jangan Cepat Puas
Baca: Novel Baswedan: Kalau Perkara Lengkap Hukuman Hanya Satu Tahun, Bagaimana Kasus Penganiayaan Lain?
Baca: Pledoi Terdakwa Penyerang Novel Baswedan, Minta Bebas: Bukan Penganiayaan Berat, Ada Kesalahan Medis
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com dengan judul "IPW Minta Bukti Novel Baswedan Disiram Air Keras Atau Bukan, karena Wajahnya Tetap Mulus dan Tampan"