Jumlah hulu ledak nuklir ini mengalami penurunan karena pada tahun sebelumnya ada total 14.465.
Pengurangan hulu ledak nuklir itu terutama karena jumlah yang turun di bawah perjanjian nuklir New START antara Rusia dan Amerika Serikat (AS), yang sebagian besar ahli harapkan tidak diperpanjang pada awal tahun nanti.
Rusia adalah pemilik hulu ledak nuklir terbanyak, menurut angka SIPRI, dengan total 6.735 dan 1.570 dalam posisi siaga tempur.
AS mengikuti dengan sekitar 5.800 hulu ledak nuklir dan 1.750 dalam posisi siaga tempur.
Kemudian, di tempat ketiga adalah Inggris yang memiliki 250 hulu ledak nuklir, dengan 120 dalam posisi siaga tempur.
Di posisi keempat ada Prancis yang mempunyai 290 hulu ledak nuklir dan 280 dalam posisi siaga tempur.
Sementara itu, China mempunyai 320 hulu ledak nuklir, Pakistan (160), India (150), Israel (90), dan Korea Utara (30-40).
Baca: Masalah antara Amerika Serikat vs China Kembali Bertambah, Kali Ini Terkait Kepemilikan Nuklir
Baca: Korut Ancam Batalkan Perjanjian karena Pamflet Propaganda, Korsel: Kami Diam saat Mereka Uji Nuklir
Baik AS dan Rusia terlibat dalam upaya modernisasi senjata nuklirnya yang mahal dan meluas.
AS sedang meningkatkan hulu ledak nuklir warisannya dengan desain baru, serta memperbarui armada pembom, kapal selam, dan rudal balistik antarbenua yang memiliki kemampuan nuklir.
Awal tahun ini, Pentagon mengerahkan untuk pertama kalinya W76-2, varian rendah dari hulu ledak nuklir yang ada di kapal selam Triden, dan pekerjaan awal sedang AS lakukan pada desain hulu ledak kapal selam baru dengan nama W93.
Sementara Rusia secara terbuka mengungkapkan pengembangan senjata hipersonik yang bisa membawa hulu ledak nuklir dan telah berinvestasi dalam senjata baru seperti Status-6, sebuah drone bawah air yang bisa membawa hulu ledak nuklir.
Moskow juga telah menyuarakan rencana penempatan senjata baru, dan pada 2 Juni membuat kebijakan resmi yang memungkinkan Rusia menggunakan senjata nuklir sebagai tanggapan terhadap serangan konvensional.
Investasi oleh dua negara adikuasa nuklir dunia itu dilatarbelakangi oleh runtuhnya banyak perjanjian pengendalian senjata. Pada 2019, perjanjian Jangka Menengah dan Rudal Jarak Pendek (INF) berakhir.
Perjanjian kontrol senjata besar terakhir antara Rusia dan AS adalah New START, yang akan berakhir pada Februari 2021.
Dalam beberapa minggu terakhir, AS telah mengumumkan niatnya untuk memulai negosiasi perjanjian kontrol senjata baru yang akan mencakup China.
"Kebuntuan atas New START dan runtuhnya Perjanjian Soviet-AS 1987 tentang INF pada 2019 menunjukkan, era perjanjian kontrol senjata nuklir bilateral antara Rusia dan AS berakhir mungkin akan datang,” kata Shannon Kile, Direktur Pelucutan Senjata Nuklir SIPRI, seperti dikutip dari Defence News.
Baca: Pascakabar Meninggal dan Disebut Punya Dua Tubuh, Kim Jong Un Bangun Pangkalan Rudal Nuklir Baru
"Hilangnya saluran komunikasi utama antara Rusia dan AS yang dimaksudkan untuk mempromosikan transparansi dan mencegah kesalahan persepsi tentang masing-masing posisi dan kemampuan angkatan nuklir masing-masing berpotensi mengarah pada perlombaan senjata nuklir baru," ujar Kile.
Dokumen kebijakan pencegahan nuklir ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (2/6/2020).
Dokumen ini menegaskan kembali Rusia untuk melakukan serangan nuklir pertama sebagai balasan atas serangan nonnuklir.
The Moscow Times melaporkan bahwa agresi terhadap Rusia dengan menggunakan senjata konvensional ketika keberadaan negara terancam adalah salah satu dari empat keadaan dalam dokumen tersebut yang membuka jalan Rusia untuk menggunakan senjata nuklir.
Ini menegaskan sikap Rusia untuk penggunaan senjata nuklir terhadap senjata konvensional di bawah doktrin militer 2010.
Dokumen kebijakan 2020 juga mengizinkan penggunaan senjata nuklir terhadap serangan senjata nuklir atau "informasi andal" dari peluncuran rudal balistik atas Rusia atau sekutunya, serta "tindakan" terhadap fasilitas negara atau militer Rusia yang vital.
Menurut dokumen tersebut, Rusia memiliki hak untuk merevisi dasar-dasar kebijakan pencegahan nuklirnya, tergantung pada faktor internal dan eksternal yang memengaruhi ketentuan pertahanan.
Rusia telah menyatakan keraguan yang lebih dalam atas kebijakan nuklir Amerika Serikat (AS), setelah Washington menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jangka Menengah (INF) pada Agustus 2019.
Baca: Hubungan China dan India Memanas, Rusia Buka Suara dan Mengaku Khawatir
Baca: Iran, Rusia, China, dan Turki Justru Rayakan Kekacauan dan Kerusuhan di Amerika Serikat
AS menuding Rusia melakukan pelanggaran yang dibantah Moskow.
Perjanjian New START 2010, yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir jangka panjang yang bisa dikerahkan, sekarang satu-satunya kesepakatan kontrol senjata yang tersisa antara AS dan Rusia.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengatakan dirinya ingin melakukan pakta nuklir dengan Rusia.
Juru bicara Kremlin mendesak kepala kebijakan luar negeri Rusia dan AS untuk meningkatkan negosiasi sebelum Perjanjian New START berakhir pada Februari 2021.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Ini 9 negara pemilik 13.400 hulu ledak nuklir, siapa yang paling banyak?"