Dinyatakan Menipu Penawaran Prasmanan, Bos Restoran di Thailand Nyaris Dihukum 1.446 Tahun Penjara

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penjara. Bos restoran seafood di Iran hampir dihukum 1.446 tahun penjara karena dituduh menipu.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Setelah dinyatakan dinyatakan bersalah karena menipu publik dengan penawaran prasmanan yang dibayar di muka, dua eksekutif di restoran seafood terkenal di Bangkok dijatuhi hukuman 1.446 tahun penjara.

Hal ini mengejutkan karena undang-undang di Thailand menetapkan hukuman maksimum atas kasus seperti itu hanya mencapai 20 tahun.

Bangkok Post melaporkan bahwa Apichart Bowornbancharak dan Prapassorn Bowornbancha, dua orang eksekutif di restoran Laemgate, dituduh memberikan penawaran untuk serangkaian prasmanan makanan laut dengan harga murah.

Pelanggan diminta untuk mengirim pesanan secara online dan menyetor dana ke rekening bank.

Diperkirakan 20.000 orang melakukan pemesanan program tersebut.

Namun, prasmanan dibatalkan setelah pengumuman yang diposting online mengatakan restoran tidak memiliki cukup makanan untuk memenuhi permintaan. 

Alhasil sekitar 350 orang yang telah melakukan pemesanan mengadukan hal tersebut ke polisi.

Mereka juga mencari ganti rugi lebih dari 2 juta baht.

Baca: Produser Film Hollywood, Harvey Weinstein Dihukum 23 Tahun Penjara karena Pemerkosaan dan Pencabulan

Baca: Viral Video Guru Merangkak Keliling Kelas Disuruh Orang Tua Murid Karena Tak Terima Anaknya Dihukum

Ilustrasi penjara (Tribun Banyumas)

Apichart dan Prapassorn kemudian ditangkap dan didakwa. Keduanya didakwa atas 723 tuduhan. 

Kedua pria itu pun dijatuhi hukuman 1.446 tahun penjara, meskipun hukuman keduanya lalu dipotong masing-masing menjadi 723 tahun karena keduanya mengakui perbuatannya.

Mengenal Honour Killing, Pembunuhan Demi Kehormatan di Iran, Pelaku Hanya Dihukum 10 Tahun Penjara

Honour Killing atau pembunuhan demi kehormatan kembali dibahas pasca-kasus pembunuhan yang terjadi di Iran beberapa waktu lalu.

Seorang remaja bernama Romina Ashrafi (14) dibunuh oleh ayah kandungnya saat dirinya terlelap tidur.

Sang ayah diketahui menggorok leher Romina Ashrafi menggunakan senjata tajam pada Selasa (26/5/2020).

Dari berbagai informasi yang tersebar, Romina tewas dengan kondisi leher yang hampir putus.

Kini sang ayah diinformasikan telah menyerahkan diri pada kepolisian setempat.

Pembunuhan terjadi di kediaman ayah Romina, yaitu di Kota Hovigh, wilayah Talesh, Iran Utara.

Meski demikian, pemberitaan Iran menyatakan kasus tersebut sebagai honour killing.

Sehingga masyarakat cukup yakin jika pelaku yang merupakan ayah kandung Romina tidak akan mendapatkan hukuman berat.

Apa itu honour killing?

Ilustrasi kekerasan pada perempuan. Honour killing atau pembunuhan demi kehormatan terjadi pada Romina Ashrafi (14). Pelaku adalah ayah kandung yang kabarnya akan mendapat hukuman ringan(Pixabay)

Dikutip dari BBC, pembunuhan demi kehormatan adalah pembunuhan seorang anggota keluarga yang dianggap telah mempermalukan keluarganya.

Human Rights Watch atau Pengawas Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan terdapat tiga alasan umum seseorang melakukan pembunuhan ini, yaitu:

  • menolak pernikahan dengan pasangan yang dijodohkan oleh keluarga,
  • korban pelecehan seksual atau pemerkosaan,
  • melakukan perzinahan atau hubungan seksual diluar pernikahan.

Ada pula kasus yang memiliki motif sepele seperti karena seseorang tersebut tidak memakai pakaian yang dianggap pantas, atau menunjukkan perilaku yang dianggap melanggar norma.

Jika seorang ayah dinyatakan bersalah karena membunuh putrinya, maka dirinya akan mendapatkan hukuman 3-10 tahun penjara.

Hukuman tersebut dianggap ringan lantaran pada kasus pembunuhan di Iran, pelaku akan mendapatkan hukuman mati.

Hingga saat ini, belum terdapat penelitian maupun statistik tentang prevalensi pembunuhan demi kehormatan di Iran.

Baca: Siswa Dihukum Makan Kotoran Manusia di NTT, Dilakukan Kakak Kelas hingga Klarifikasi Seminari

Baca: Tak Terima Anaknya Dihukum, Wali Murid Balik Beri Hukuman untuk Guru, Paksa Merangkak Keliling Kelas

Namun beberapa badan maupun organisasi HAM melaporkan bahwa pembunuhan demi kehormatan masih sering terjadi.

Terutama di wilayah pedalaman, pedesaan, maupun daerah pinggiran di Iran.

 

Motif pembunuhan Romina Ashrafi

Diberitakan oleh BBC pada Rabu (27/5/2020), diketahui Romina Ashrafi kabur dari rumah bersama dengan seorang pria berusia 35  tahun.

Romina Ashrafi melakukannya karena sang ayah enggan merestui hubungan asmara dirinya dan pria yang memiliki selisih usia lebih dari dua kali lipat itu.

Lima hari setelah kabur, akhirnya pihak kepolisian menemukan tempat persembunyian Romina dengan sang kekasih.

Kemudian Romina kemudian dipulangkan ke rumah sang ayah oleh pihak kepolisian.

Dikutip dari pemberitaan gilkhabar.ir, menurut tetangga setempat, ayah Romina memang dikenal cukup tempramental.

Sehingga Romina sempat tak ingin dipulangkan ke rumah lantaran khawatir akan keselamatannya sendiri.

Namun Romina terpaksa menurut karena menurut hukum sempat, Romina harus kembali ke rumah keluarganya.

Benar saja, setelah Romina kembali ke rumah, perselisihan dan pertengkaran kerap terjadi.

Hingga akhirnya ketika Romina tertidur, sang ayah menebaskan parang ke leher sang putri hingga nyaris putus.

Beberapa pemberitaan mengatakan ayah Romina menyerahkan diri kepada kepolisian.

Namun gilkhabar.ir menuliskan bahwa ayah Romina sempat kabur sebelum akhirnya ditangkap pihak kepolisian dan menjalani proses persidangan.

Kontroversi Honour Killing di Iran

Tentu saja, pembunuhan tragis tersebut menjadi sorotan warga Iran hingga menyebar di negara lain.

Terlebih, di Iran, pembunuhan yang dilakukan oleh pihak keluarga kepada anggota keluarga lain yang dianggap 'menyimpang' atau melanggar norma-norma Islam konservatif cukup umum ditemukan.

Pembunuhan tersebut kemudian dikenal dengan honour killing atau melakukan pembunuhan untuk menjaga kehormatan (keluarga).

Tak sedikit yang menganggap kasus honour killing dan hukuman bagi pelaku yang cukup ringan menjadi kebijakan yang tak adil.

Pada Rabu lalu, beberapa media besar membuat kasus Romina menjadi halaman utama yang kasusnya terus disorot.

Bahkan tagar #Romina_Asrafi sempat menjadi trending topik di media sosial Twitter, dengan mayoritas isi cuitan mengecam sistem patriarki yang umum ditemukan di Iran.

Shahindokht Molaverdi, mantan wakil presiden badan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak wanita Iran memberikan komentar tegas.

"Romina bukanlah yang pertama dan tidak akan menjadi korban terakhir 'pembunuhan demi kehormatan'," ucapnya.

Molaverdi menyebut peristiwa serupa akan terus berlanjut lantaran adanya hukum dan norma adat yang masih berlaku di tataran lokal.

Meskipun secara global, hukum dan norma serupa tidak lagi bisa diterima.

Karena menurut hukum pidana Islam di Iran, jika pelaku pembunuhan masih merupakan saudara kandung korban, maka pelaku akan mendapatkan pengurangan hukuman.

Terlebih jika motif penghilangan nyawa tersebut adalah pembunuhan demi kehormatan. 

(TRIBUNNEWSWIKI/Magi/Tyo/KONTAN/Tendi Mahadi)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Bos restoran seafood di Thailand dihukum nyaris 1.500 tahun penjara, salah apa?"



Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer