Jutaan orang di berbagai negara dunia pun ikut bersolidaritas dengan jargon "Black Lives Matter" terhadap George Floyd dan sembari mengutuk dan mengecam segala tindakan rasialisme, rasisme ataupun penindasan dalam ragam bentuk apapun di muka bumi ini.
Dampaknya, di Belgia patung Raja Leopold II dirusak karena meski oleh masyarakat asli sana dianggap sebagai orang besar, namun di bawah kendali Leopold II dahulu pernah terjadi pembataian jutaan orang di negara koloninya Belgia, Republik Demokratik Congo.
Patung eks Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, tokoh yang mungkin dihormati di negara tersebut pun tak luput dari sasaran karena merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap kebijakan rasis dan menghilangnya jutaan nyawa pada masa kolonalisme Inggris di Kenya dan India.
Berkaitan dengan Indonesia, foto-foto kereta emas Belanda atau Gouden Koets juga memicu kehebohan lantaran bergambar situasi di masa kolonialisme Belanda
Di kereta itu, terlihat orang-orang Indonesia dan Afrika digambarkan menjadi budak orang-orang Belanda.
Seorang bernama Lorraine Riva (47) melalui akun Twitter @yoyen menerangkan, kereta emas ini bernama Gouden Koets dan lukisan yang sedang hangat diperbincangkan itu bernama Hulde der Kolonieen.
Wanita yang tinggal di Belanda dan menyukai sejarah ini mengatakan, lukisan tersebut tentang penghormatan dari daerah koloni Belanda (di West dan Oost Indies).
Baca: VIRAL, Ribuan Orang Isi Petisi Gugat Kereta Emas dari Belanda Bergambar Perbudakan di Indonesia
Baca: Tanam Ganja di Rumahnya, Warga Kemang Akui Beli Bibit Secara Online dari Belanda
Baca: Pengadilan Perintahkan Belanda Bayar Kompensasi ke Keluarga Korban Pembantaian Westerling di Sulsel
Koloni di Barat, atau yang juga dikenal dengan nama West Kolonieen dalam bahasa Belanda, berada di Afrika atau Karibia.
Di koloni Barat ada serikat dagang West-Indische Compagnie (WIC) yang meliputi Afrika Barat, Karibia (Suriname, Antilen), bahkan sampai ke Brasil juga karena ada perkebunan nanas dan tebu di sana.
Kemudian, Oost Kolonieen adalah koloni di Hindia-Belanda, yang sekarang ini menjadi bernama Indonesia.
"Hindia-Belanda kadang namanya di naskah sejarah Oost-Indie.
Makanya dulu kan ada VOC, Verenigde Oost Indische Compagnie," tulis Lorraine di utas Twitter-nya, Senin (8/6/2020).
Perbincangan tentang lukisan di kereta emas Belanda ini lalu menghangat di media sosial karena gambar tersebut seolah-olah menyiratkan kebanggaan zaman kolonial dan tentu saja mengisahkan superioritas Belanda atas bangsa-bangsa yang ditindasnya.
Mengenai hal itu, Lorraine menerangkan, "Sebetulnya panel lukisan itu tentang penghormatan dari daerah koloni Belanda (di West dan East Indies) untuk naik takhtanya Ratu Wilhelmina."
"Dalam konteks sekarang mungkin diartikan sebagai perayaan kolonialisme."
"(Namun) konteks sewaktu kereta itu dibuat (adalah) faktual," ungkap Lorraine pada Selasa (9/6/2020), dikutip dari laman Kompas.com berjudul Heboh, Kereta Emas Belanda Bergambar Perbudakan di Indonesia, Ini Penjelasannya.
Gouden Koets diketahui merupakan kereta emas hadiah dari penduduk Amsterdam untuk Ratu Wilhelmina yang naik takhta pada 1898.
Kereta itu sendiri dibuat pada 1897 dan menggambarkan situasi era tersebut, dimana Belanda sedang dalam masa kejayaan atas wilayah koloninya.
Di utasnya, Lorraine menguraikan, kereta emas ini adalah hasil patungan dari beberapa rukun warga (RW) di Amsterdam, dan pembuatannya diserahkan ke firma bernama Spijker.
Konon, Ratu Wilhelmina sempat menolak rencana pemberian kado itu, tetapi akhirnya dia menyetujuinya dengan syarat atap kereta harus tinggi agar dia bisa berdiri di dalamnya.
Sementara itu, rakyat Amsterdam juga mengajukan syarat ke firma, kaca kereta harus bisa memperlihatkan sang ratu duduk di dalamnya, dan Wilhelmina dapat melihat rakyatnya dari balik jendela kereta.
"Ukuran kereta enggak boleh terlalu besar karena gang-gang di pusat kota-kota Belanda yang sempit," imbuh @yoyen di utasnya.
Walau namanya Gouden Koets (Kereta Kuda Emas), bahan utamanya adalah kayu jati dari Jawa.
Lorraine menyebutkan, ada beberapa ornamen yang dibuat dari gading di Sumatera dan elemen dari kulit sapi dari provinsi di Belanda selatan, yaitu Zeeland.
Gouden Koets memiliki empat panel gambar yang dilukis oleh Nicolaas van der Waay.
Dikatakan Lorraine, setiap panel gambar bercerita tentang empat hal, yakni masa depan, masa lalu, penghormatan dari/ke koloni, dan penghormatan dari/ke Belanda.
Lalu, panel yang sedang menghebohkan jagat media sosial Indonesia adalah panel Hulde der Kolonieen.
"Ini artinya bisa dua: penghormatan ke dan/atau penghormatan dari koloni (untuk naik takhtanya Juliana)," tulis @yoyen di Twitter.
"Memang waktu itu kereta ini dibuat syaratnya harus menggambarkan kejayaan Kerajaan Belanda," imbuhnya kepada Kompas.com.
Desain Gouen Koets bergaya Renaissance karena mengacu ke kejayaan di Masa Keemasan (Gouden Eeuw/Golden Age), sehingga panel-panel gambar di keretanya penuh dengan simbol.
Di panel Hulde der Kolonieen sendiri, banyak simbol yang mengandung makna masing-masing.
Perempuan yang duduk di tengah lukisan melambangkan Belanda.
Baca: Asal-usul Bendera KKB Papua Bintang Kejora, Ternyata Buatan Belanda dan Dipakai Logo Klub Sepak Bola
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: Kapal Belanda De Zeven Provincien Dibom di Sumatra Karena Krunya memberontak
Baca: Anies Baswedan Dibully Karena Banjir di Jakarta, Fadli Zon Heran: Dari Zaman Belanda Udah Banjir
Di depannya ada tumpukan hasil panen, seperti kepala kerbau, pisang, tebu, dan hantaran lainnya. Ia dikelilingi budak Afrika yang melambangkan koloni Barat, dan budak Indonesia yang mencerminkan koloni di Timur.
Ada juga budak dari pejabat lokal di Jawa. Konon, panel Hulde der Kolonieen terinspirasi dari lukisan Charles Rochussen pada 1852.
Panel gambar di kereta emas ini memicu perdebatan lantaran sejumlah orang menganggapnya sebagai kebanggaan era kolonial.
Kebetulan, isu penindasan juga sedang marak dibicarakan usai kasus kematian George Floyd di Amerika Serikat (AS).
Lorraine menyebutkan, ada satu akun Twitter dari AS yang pertama kali mengunggah foto Gouden Koets sehingga pembahasannya mencuat lagi.
Bahkan, perdebatan itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi sudah ada di Belanda sejak 2011.
Dalam lanjutan percakapan dengan Kompas.com, Lorraine mengungkapkan, ada satu anggota parlemen Belanda dan didukung oleh satu sejarawan yang mengusulkan agar panel ini dibongkar.
"Akhirnya diskusi ini berlangsung sampai sekarang," lanjut wanita yang tinggal di Belanda sejak 1995 ini.
Lorraine juga menginformasikan, perdebatan tentang panel lukisan kereta emas ini di Belanda justru tentang sejarah perbudakan.
"Slavernij panel bahasannya, artinya panel perbudakan."
Gouden Koets sejak dua tahun lalu masih direstorasi sampai sekarang, dan Lorraine memperkirakan bakal selesai tahun depan.
Selama restorasi itu, Raja Willem-Alexander dan istrinya, Maxima, menaiki Glazen Koets (kereta kaca). Sama seperti Gouden Koets, Glazen Koets biasanya dinaiki raja/ratu Belanda saat Prinsjesdag (hari pembacaan bujet negara).
"Biasanya raja/ratu sini baik ini dari Paleis Nordeinde ke Ridderzaal di Tweede Kamer di pusat kota Den Haag," terang Lorraine di Twitter.
Lebih lanjut Lorraine berspekulasi, misalnya Gouden Koets siap pakai tahun depan, Raja Belanda mungkin tidak akan memakai kereta itu.
"Willem-Alexander itu modern. Ia menyampaikan permintaan maaf ke pemerintah RI waktu kunjungan terakhir ke Indonesia pun, itu inisiatifnya sendiri."