Pria bernama Andi Baso Ryadi Mappasule tak terima jenazah sang istri dikuburkan di pemakaman khusus pasien Covid-19 di Macanda, Gowa.
Menurut keterangan Ryadi, istrinya Nurhayani dimakamkan di Pemakaman Macanda usai ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 oleh pihak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar pada Senin (15/5/2020).
Padahal, kata Ryadi, mulanya sang istri menjadi pasien di rumah sakit tersebut karena mengalami gejala stroke.
Tak hanya itu, Ryadi dan anak-anaknya sempat menolak usaha tim gugus untuk memakamkan istrinya dengan protap pemakaman Covid-19.
Penolakan Ryadi bersama anak-anaknya itu terekam dalam video dan baru viral pada Rabu (3/6/2020).
Sang anak bahkan sempat menaiki mobil ambulans yang ingin membawa ibunya di pemakaman.
"Istri saya tidak memiliki riwayat penyakit, tiba-tiba kena stroke. Lama penanganannya sampai pecah pembuluh darah dan dia mengeluh sakit kepala terus. Jam 3 sore kena, kurang 5 menit jam 12 malam meninggal dan divonis PDP," ujar Ryadi dikutip dari Kompas.com, Selasa (2/6/2020).
Ryadi sangat yakin bahwa istrinya tidak terpapar virus corona.
Baca: Pesan Keras Petugas Makam Covid-19: Kami Siapkan Tempat Kosong bagi Mereka yang Abaikan PSBB
Baca: Warga Tutup Akses Jalan ke Rumah Dokter Positif Covid-19 di Sulawesi Barat, Camat Turun Tangan
Oleh sebab itu, Ryadi mencoba mengambil untuk jenazah istrinya, namun aparat TNI yang berjaga di rumah sakit berusaha untuk memborgolnya.
Ryadi bahkan memohon dan mencium sepatu tim gugus agar mereka tidak memakamkan istrinya di Macanda.
Namun, usahanya tersebut tidak membuahkan hasil.
Lebih jauh, Ryadi mencoba untuk menghentikan aparat dengan tidur di bawah mobil yang akan mengangkut istrinya.
Namun, sekali lagi aparat TNI kembali menyeretnya.
Kekecewaan Ryadi lantas tak berhenti di situ, saat berada di pemakaman khusus Covid-19, ia dan keluarganya tak dibebaskan untuk melihat prosesi pemakaman sang istri.
"Setelah penguburan kami ditinggal begitu saja. Tidak satupun petugas medis menyapa kami. Saya berpikir dalam hati, istri saya PDP, kenapa saya tidak diisolasi, anak-anak saya tidak diberi tindakan," kata Ryadi.
Kemarahan Ryadi akhirnya memuncak ketika pada tanggal 22 Mei 2020 ia menerima hasil laboratorium swab test istrinya yang menyatakan bahwa istrinya negatif Covid-19.
Ryadi pun kini tengah mempersiapkan langkah hukum untuk menggugat gugus tugas penanganan Covid-19 dan berniat memindahkan makam istrinya dari pemakaman khusus pasien Covid-19.
Baca: Video Viral, Ibu-Ibu di NTT Tolak Tes Swab dan Lempari Tenaga Medis Covid-19 dengan Beras dan Jagung
Baca: Viral Video Tik Tok Pemuda Jalani Swab Tes Covid-19, Sebut Tidak Rasakan Sakit tapi Ngilu
Ryadi mengatakan bahwa dia sudah memiliki pengacara yang siap membantunya karena berempati untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Sekarang saya perjuangkan dan meminta jenazah istri saya untuk dikebumikan di pemakaman keluarga apapun resikonya. Kalau saya harus menuntut lewat hukum saya akan lakukan itu," ucap Ryadi.
"Saya sudah dirugikan, saya sudah mendapatkan sanksi sosial, saya sudah dikucilkan oleh keluarga. Semua bisnis saya tidak ada lagi yang jalan karena status PDP yang tidak benar," lanjutnya.
Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Kombes Pol dr Farid Amansyah menjelaskan alasan mengapa sehingga istri Ryadi dijadikan PDP oleh pihak rumah sakit.
Farid mengungkapkan, meski istri Ryadi mengalami gejala stroke, tetapi dari hasil pemeriksaan laboratorium CT Scan dan foto thoraks, almarhumah juga mengalami radang paru-paru.
Hal itu, kata Farid, sudah menjadi syarat pasien dijadikan PDP Covid-19 sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
"Karena kriteria PDP adalah ketika ada radang paru-paru yang didapatkan dari foto ataupun CT scan thoraks kemudian didukung dengan hasil lab," ujar Farid dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/6/2020).
Walaupun pada akhirnya hasil swab istri Ryadi negatif Covid-19, tetapi pemakaman yang dilakukan, kata Farid, sudah sesuai dengan prosedur dari pemerintah.
Menanggapi rencana Ryadi untuk memindahkan makam istrinya karena hasil swab-nya negatif, menurut Farid hal itu tidak mungkin dilakukan di masa pandemi ini.
"Kita ini menjalankan prosedur dan protokol yang sudah ditetapkan pemerintah. Lantas apa yang diributkan? Yang diributkan itu aturan pemerintah," ujar Farid.
"Kalau suatu saat pandemi ini reda dan dia bermohon okelah bolehlah dipindahkan. Tapi jangan dulu sekarang karena kita ini sedang berjuang bagaimana masyarakat tidak kena," sambungnya.
Sejalan dengan Karumkit RS Bhayangkara, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulsel Ichsan Mustari mengatakan bahwa bila Ryadi ingin memindahkan jenazah istrinya, hal itu bisa dilakukan bila masa pandemi Covid-19 sudah berakhir.
Kadis Kesehatan Sulsel ini menjelaskan bahwa pemulasaran bagi pasien PDP atau positif Covid-19 tidak boleh lebih dari 4 jam.
Untuk itu, agar tidak berisiko, apalagi saat itu hasil swab belum keluar, tim gugus harus memakamkan pasien PDP di pemakaman khusus Covid-19 yang terletak di Macanda, Gowa.
"Pemulasaran jenazah itu sesuai protokol sesuai ketentuan. Ini bukan kepentingan petugas tapi kepentingan keluarga. Penyelenggaraan pemulasaran itu tidak lebih 4 jam. Kita kan punya tugas untuk memutus mata rantai," ucap Ichsan.
Ichsan menambahkan bahwa pihaknya juga menyiapkan pemakaman khusus Covid-19 di Macanda, Gowa lantaran saat itu warga Makassar menolak pasien PDP atau Covid-19 dimakamkan di pemakaman umum karena takut tertular.
"Kenapa ada Macanda karena ada beberapa orang yang menolak dimakamkan di Pemakaman umum. Makanya supaya tidak terjadi konflik kita lakukan (pembongkaran) seusai pandemi Covid-19 selesai," pungkas Ichsan.