Insiden kematian George Floyd memicu banyak demonstrasi di negeri Paman Sam tersebut.
Namun, diberitakan oleh Jerusalem Post, sejumlah negara tampak 'happy' atau "merayakan" dengan peristiwa itu.
Pada hari Senin (1/6/2020), misalnya, media Iran banyak memberitakan sejumlah kisah yang menyoroti "keruntuhan" AS dengan mengutip sumber-sumber dari Rusia.
Mengutip Jerusalem Post, AS menjadi negara paling kuat di dunia setelah Uni Soviet dan negara-negara sekutunya hancur berantakan pada tahun 1989.
Namun, Rusia, China, Iran, dan Turki berusaha untuk bekerja sama lebih erat dan sering duduk di forum global yang tidak dihadiri AS.
Disebutkan, demi mengoordinasikan upaya melawan AS, negara-negara ini memiliki media pemerintah yang didanai dengan baik, seperti RT, TRT, Tasnim and Fars News Iran dan sejumlah media Tiongkok.
Kebijakan negara-negara ini adalah perlahan-lahan merusak AS dan menunggu saat-saat kelemahan AS untuk mendorong agenda mereka.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan baru-baru ini terkait kerusuhan di AS, dengan mengatakan bahwa Amerika adalah bagian dari "tatanan yang tidak adil" di dunia.
Mantan presiden Iran membuat komentar serupa tentang tatanan AS yang terus menurun. Ini merupakan referensi ke konsep poros perlawanan di Iran, dan kekalahan arogansi AS.
Baca: Warner Bros Gratiskan Nonton Streaming Film Just Mercy untuk Dukung Protes Kematian George Floyd
Baca: Demo Bela George Floyd Rusuh, Pemilik Toko Minuman Ini Siapkan Senapan Militer M16 Agar Tak Dijarah
Saat ini, aksi protes di AS dan krisis Covid-19 telah menyebabkan situasi di Washington menurun dengan cepat.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa AS sekarang harus berurusan dengan kesalahan polisi dan membanding-bandingkan AS dengan Rusia.
"Syukurlah, hal-hal yang terjadi di Amerika tidak terjadi di Rusia," katanya seperti yang ditulis media TASS Rusia.
NBCNews juga menuliskan berita yang sama. China, Rusia dan Iran menggunakan media yang disponsori negara untuk menyerang AS atas pembunuhan George Floyd dan kerusuhan sipil yang terjadi.
Menurut sebuah laporan yang dirilis Rabu (3/6/2020) oleh sebuah perusahaan swasta, tidak ada bukti adanya operasi pengaruh online yang mirip dengan campur tangan Rusia dalam kampanye presiden 2016.
"Musuh AS menggunakan gejolak di media tradisional dan sosial dengan menggunakan narasi mereka yang sedemikian rupa," demikian bunyi laporan oleh Graphika, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis volume besar lalu lintas media sosial, seperti yang dikutip dari NBCNews.
Ketiga negara menggunakan kehadiran editorial online mereka yang substansial untuk mengkritik pembunuhan Floyd, reaksi polisi terhadap protes, dan Presiden Donald Trump.
Akan tetapi, menurut laporan itu, tujuan mereka tampaknya berbeda.
“Tujuan utama Tiongkok tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS atas tindakan keras Tiongkok terhadap Hong Kong. Tujuan utama Iran tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS terhadap catatan hak asasi manusia Iran dan untuk menyerang sanksi AS," kata laporan tersebut.
Ditambahkan pula, “Media-media yang dikendalikan oleh Rusia sebagian besar terfokus pada fakta-fakta aksi protes, sejalan dengan praktik yang sudah berlangsung lama dalam meliput unjuk rasa di Barat; beberapa konten editorial individual juga menyerang kritikus Kremlin dan media arus utama."
"Malam ini, aktivitas media sosial tentang # protes & reaksi balasan dari akun media sosial terkait dengan setidaknya 3 musuh asing. Mereka tidak membuat divisi ini. Tapi mereka aktif memicu & mempromosikan kekerasan & konfrontasi dari berbagai sudut."
Demo bela kematian George Floyd di berbagai wilayah di Amerika Serikat berujung rusuh.
Seorang pemilik toko minuman keras di Santa Monica, California yang bernama Joe mengatakan dirinya sangat was-was akan penjarahan.
Kerusuhan tersebut membuatnya harus mengamankan bisnisnya dengan menyiapkan senapan militer AR-15 atau M16 untuk menghindari orang menjarah tokonya.
Senapan yang disiapkannya tersebut merupakan senjata api semi-otomatis yang memang dipasarkan untuk warga sipil.
Memang awalnya senapan tersebut digunakan Angkatan Darat AS saat berperang di Vietnam.
Menurut pengakuannya, Joe dan teman-temannya sering berjaga di depan toko minuman sambil membawa senapan tersebut.
Hal itu ia lakukan untuk membuat demonstran yang ingin menjarah tokonya mengurungkan niatnya.
Baca: Tak Mau Dijarah Oknum Pendemo Kematian George Floyd, Pemilik Toko Senjatai Diri dengan Senapan AR-15
Baca: Demo Kematian George Floyd, Kelompok Antifa akan Dikategorikan Sebagai Teroris oleh Donald Trump
Ia bahkan mengaku ingin melindungi para pelanggannya lantaran keadaan saat ini sangat berbahaya.
"Ini adalah hal baik karena aku, teman-temanku, dan para pelanggan bisa terlindungi, situasi cukup mengerikan," ujar Joe.
Tak hanya mengamankan bisnisnya sendiri, Joe dan teman-temannya juga mengamankan bisnis yang berada di sekitarnya agar tak dijarah.
Diketahui, Santa Monica termasuk kota dengan situasi berbahaya di tengah gelombang protes membela George Floyd.
Penjarahan di Santa Monica termasuk paling banyak dan paling rusuh.
Bahkan, demi mengamankan situasi, pihak berwenang meminta pertokoan harus sudah tutup pada pukul 13.00.
Sedangkan segala aktivitas di luar dibatasi hanya sampai pukul 16.00.
Di tengah demo membela George Floyd yang ricuh di berbagai daerah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melenggang ke Gereja St. Johns yang sempat terbakar.
Trump sempat 'berjanji' akan segera bertindak tegas demi mengamankan situasi yang tengah melanda negaranya.
"Aku akan berjuang untuk melindungi kalian," tegas Trump di Washington DC, Senin (1/6/2020).
Baca: Tanggalkan Atributnya, Sheriff Ini Bergabung dalam Demo Kematian George Floyd: Ayo Berjalan Bersama!
Baca: FAKTA-fakta Foto Viral Pria Bertato Peta Indonesia Ikut Demo Rusuh di AS: Trump Dibawa ke Bunker
Trump mengklaim akan segera mengerahkan segala sumber daya federal di berbagai negara bagian untuk menghentikan kekacauan yang disertai penjarahan itu.
Setelah berjanji dalam pidatonya itu, Trump terekam berjalan bersama rombongannya keluar dari Gedung Putih.
Mereka melintasi Lafayette Square menuju Gereja St. Johns yang terbakar oleh para pengunjuk rasa pada Minggu (31/5/2020).
Jurnalis FoxNews melalui Twitter @KristinFisher mengaku tak percaya apa yang ia saksikan.
Yakni pemandangan Trump berjalan dari pintu depan Gedung Putih menuju daerah pusat demo lalu masuk ke gereja.
"Aku hampir tak bisa percaya apa yang aku lihat. Presiden AS keluar dari pintu depan Gedung Putih menuju Lafayette Square - pusat demo di Washington DC - untuk mengunjungi gereja St. John bersejarah yang sempat dibakar malam lalu," cuit Fisher.
Tindakan Trump berjalan keluar dari Gedung Putih itu langsung dikecam warganet.
Pasalnya, banyak kabar menyebut para demonstran mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari pihak kepolisian.
Mulai dari terkena peluru karet, gas air mata, hingga kekerasan lainnya.
Para warganet berpendapat bahwa Trump mengamankan wilayahnya hanya supaya ia bisa keluar dengan tenang.
"Setelah dia memberi komando Agen Rahasia, Garda Nasional, dan polisi untuk membereskan para demonstran yang damai dengan peluru karet, gas air mata, dan kekerasan. Hak amandemen pertama kami diabaikan sehingga ia bisa jalan-jalan," tulis @CindysMomtwitch.
"Menyerang para demonstran yang damai hanya supaya bisa jalan-jalan," ujar @RecoverySailor.
"Dia menyuruh (pihak kepolisian) menyemprotkan gas air mata kepada seluruh demonstran sebelum dia jalan-jalan," tulis @JakeTheSmartass.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Iran, Rusia, China, Turki merayakan kekacauan di Amerika dan Tribunnews.com dengan judul Tak Mau Dijarah saat Demo Bela George Floyd, Pemilik Toko Minuman Gunakan Senapan Militer M16