Setelah riuh ramai kabar seorang jurnalis senior, Farid Gaban yang dilaporkan ke polisi oleh politisi PSI, Muannas Alaidid karena mengkritik kebijakan Menteri Koperasi dan UKM yang menjalin kerjasama dengan Blibli milik Djarum yang dinilai tidak mengurai masalah di sektor UKM masyarakat, publik lalu dikejutkan dengan kasus lain.
Sebuah seminar yang mendiskusikan tema pemberhentian Presiden dalam koridor konstitusi Indonesia oleh mahasiswa UGM dengan Guru Besar Hukum Tata Negara UII yakni Prof. Dr. Nimatul Huda, S.H., M.Hum mendapat teror pembunuhan dari pihak tak dikenal.
Para pihak terkait seperti mahasiswa dan pembicara mendapat teror verbal melalui telepon genggam dengan ancaman pembunuhan, hingga kediaman mereka yang diganggu oleh orang tak dikenal.
Publik menyebut, arus kehidupan demokrasi dimasa pemerintahan Presiden Joko Widono (Jokowi) saat ini sudah tidak lagi sehat.
Kritik dibalas dengan pelaporan ke polisi dan diskusi akademik diancam dengan teror pembunuhan
Menurut pengamat Komunikasi Politik dari lembaga survey Kedai KOPI, Hendri Satrio saat ini terjadi pengebirian demokrasi di era Presiden Jokowi.
Dilansir dari laman TribunWow.com berjudul Bahas Teror di Balik Batalnya Seminar Pemecatan Presiden, Hendri Satrio: Pak Jokowi Tahu Enggak Sih?, hal itu disampaikan Hendri Satrio terkait dengan pembatalan seminar pemecatan presiden di masa pandemi yang diadakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).
Baca: Tulis Surat Terbuka Minta Jokowi Mundur dari Jabatan Presiden, Mantan Anggota TNI Diamankan Polisi
Baca: Kembali Bersuara, Refly Harun Buka Celah Buruk Era Presiden Jokowi: Pengkritik Bisa Dikriminalisasi
Baca: Walau Sebut Jokowi Orang Baik, Din Syamsuddin: Presiden Tak Kuasa Atasi Orang Buruk di Sekitarnya
Bahkan, pembatalan itu kabarnya disebabkan karena pihak panitia mendapat teror pembunuhan dari oknum yang belum diketahui asal-usulnya.
Hal tersebut disampaikan Hendri Satrio melalui kanal YouTube Apa Kabar Indonesia tvOne, Sabtu (30/05/2020) lalu.
"Memang ada perbincangan bahwa mungkin ada pihak yang menginginkan ada isu selain Covid-19 yang dibicarakan," ucap dia.
"Karena Covid-19 ini akan terkait dengan ekonomi, maka muncullah isu-isu yang sebetulnya seksi tapi menurut saya sampai saat ini gagal masuk untuk menggantikan permasalahan ekonomi akibat Covbid-19."
Terkait hal itu, ia lantas menyinggung soal kepemimpinan Jokowi sejak periode pertama.
Isu soal kebebasan menurutnya tak pernah menjadi fokus utama mantan wali kota Solo itu.
"Isu soal komunisme dan yang kedua soal ini, isu soal kebebasan berpendapat."
"Tapi lagi-lagi dari periode pertama Pak Jokowi, ini kerap terjadi dan memang ya tidak menjadi fokus utama Pak Jokowi," tandasnya.
Lebih lanjut, Hendri lantas menyebut adanya kesalahan komunikasi di pemerintahan Jokowi.
Hendri pun menyinggung kasus pemecatan anggota TNI, Ruslan Buton, karena mendesak sang presiden mundur dari jabatan.
"Lagi-lagi saya mengatakan bahwa mungkin ada kesalahan penerjemahan visi misi Pak Jokowi di sini dan masalah komunikasi yang tidak ekstravaganza," ucap Hendri.
"Menurut saya pertanyaan besarnya kan begini, dalam hal misalnya sebelumnya ada Ruslan Buton, kemudian ada case UGM ini."
Terkait hal itu, Hendri lantas menganggap ada pengebirian demokrasi di era pemerintahan Jokowi.
Secara gamblang, ia menyebut Jokowi seharusnya memiliki kendali untuk mencegah kejadian ini kembali terulang.
Baca: Dicecar tentang Watak Kritis Fadli Zon, Sandiaga Uno: Suara Fadli Zon Tak Mewakili Sikap Gerindra
Baca: Disebut Mahal dan Tak Relevan, Belajar Instal Windows Bayar Rp260.000 di Kartu Prakerja Panen Kritik
"Pak Jokowi tau enggak sih sebenarnya ada pengkebirian demokrasi atau pengkebirian kritis-kritisan yang membangun."
"Tapi presiden punya kuasa, jadi maksud saya kalau Pak Jokowi memandang isu demokrasi jadi hal yang penting bagi pemerintahan dia maka dia akan instruksikan pembantu-pembantunya untuk beresin ini," tukasnya.
Di sisi lain, sebelumnya Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar angkat bicara soal kabar batalnya seminar bertajuk pemakzulan presiden di masa pandemi Virus Corona.
Dilansir TribunWow.com, Zainal Arifin Mochtar menanggap pembatalan seminar tersebut menjadi wujud tak diizinkannya warga berbeda pendapat dengan pemerintah.
Ia bahkan menyinggung soal pihak yang sengaja menghalangi publik mengkritik pemerintah.
Hal itu disampaikan Zainal Arifin dalam pembicaraan di channel YouTube Refly Harun, Minggu (31/05/2020).
Pada kesempatan itu, sebelumnya Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun meminta pendapat Zainal soal kebebasan berpendapat di era sekarang.
Menurut Refly, pembicaraan soal kebebasan seharusnya bahkan sudah selesai diperdebatkan sejak era reformasi.
Karena itu, Refly menganggap situasi yang kini terjadi begitu horor.
"Di republik ini Bung merasa enggak sesungguhnya kok sepertinya kita masih berkutat soal-soal yang sifatnya harusnya kita sudah selesai sejak reformasi," kata Refly.
"Yaitu kebebasan berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Bung merasa enggak sepertinya kok ada suasana horor dalam hal itu saat ini?"
Baca: Kritik Ekonom INDEF: Jika Saya Presiden, Kemenko Marves Pimpinan Luhut Pandjaitan Dibubarkan Saja
Baca: Biasanya Rutin Lancarkan Kritik, Kini Amien Rais Berbelok Dukung Jokowi Pertahankan Jabatan Presiden
Baca: Ucapkan Selamat Hari Kebangkitan Nasional, Presiden Jokowi Justru Tuai Kritikan di Twitter
Menanggapi pertanyaan Refly, Zainal lantas menyoroti kebijakan yang seolah melarang publik berbeda pendapat dengan pemerintah.
Menurut Zainal, kebebasan berpendapat seharusnya menjadi hak penuh publik.
"Saya mengatakan begini, jadi berbeda pendapat ini seakan-akan menjadi bid'ah, lalu kemudian orang penganjur bid'ah ini harus masuk neraka," ujar Zainal.
"Padahal menurut saya seharusnya kebabasan itu bagian penting sepanjang kemudian tidak ada pemaksaan dan lain sebagainya."
Lantas, Zainal menyinggung adanya pihak yang sengaja mencegah publik untuk berpendapat.
"Memang yang harus diperbincangkan ini siapa sih sebenarnya yang sangat anti-demokrasi?." ucap Zainal.
"Karena kan kalau kita kemudian merujuk ini pasti negara, ini pasti aparat, kan belum tentu juga."
Terkait hal itu, Zainal pun menyoroti Farid Gaban yang mengkritik Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki.
Menurut Zainal, terdapat kejanggalan dalam kasus tersebut karena ada pihak yang melaporkan Farid Gaban ke kepolisian.
"Karena saya melihat ada gerakan yang tidak pas, seringkali misalnya Mas Farid Gaban mengkritik Teten," ucap Zainal.
"Yang itupun Teten enggak ada masalah, lalu ada orang yang melaporkan."
Menanggapi hal itu, Zainal mencurigai adanya pihak yang sengaja membuat citra negara buruk dengan melakukan sejumlah pengancaman.
"Jadi kita belum tentu mengatakan ini wajah negara, bisa jadi ada orang yang memang bertindak itu."
"Bisa jadi ada yang menunggangi itu, bahkan misalnya saya bilang bisa jadi loh ada yang mau menjelekkan negara dengan melakukan pengancaman," tandasnya.