Demonstrasi menuntut keadilan terhadap tindakan rasis dari aparat setelah kematian Floyd semakin meluas dan hampir terjadi di semua negara bagian Amerika Serikat.
Meski begitu, alih-alih memberi respons meneduhkan dan berusaha meredam kemarahan publik, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, justru melempar isu lain dengan mengumumkan dia akan memasukkan kelompok Antifa (anti-fasis) sebagai teroris.
Antifa atau akronim dari anti-fasis, merupakan payung dari pergerakan sayap kiri ekstrem tanpa adanya kepemimpinan yang pasti.
Kelompok itu menentang ideologi sayap kanan ekstrem, di mana mereka melawan neo-Nazi atau kelompok supremasi kulit putih dalam setiap aksinya.
Pengumuman Trump itu terjadi setelah demonstrasi memprotes kematian George Floyd, dan juga kabar kebrutalan polisi lainnya, berakhir dengan kerusuhan.
Tanpa menyertakan bukti, sang presiden dan beberapa pembantunya, termasuk Jaksa Agung William Barr, justru menyalahkan kelompok Antifa.
Dilansir Al Jazeera Minggu (31/5/2020), Gedung Putih menyebut kelompok itu sebagai "penghasut" karena memimpin protes di sejumlah tempat.
Baca: Jadi Korban Konflik Politik Amerika Serikat vs China, Kini Banyak Warga Hong Kong Ingin Bermigrasi
Baca: Hampir Seluruh Wilayah, Demonstrasi Atas Kematian George Floyd Semakin Luas di Amerika Serikat
Baca: Merasa Dipermainkan oleh Pihak Twitter, Donald Trump Ancam Tutup Keberadaan Platform Sosial Media
"Amerika Serikat akan memasukkan Antifa sebagai organisasi teroris," ujar presiden berusia 73 tahun itu dalam kicauannya di Twitter.
Sementara Barr dalam keterangan tertulis menyatakan, aksi organisasi itu dan kelompok lainnya dikategorikan sebagai terorisme domestik.
Namun, analis maupun pakar hukum menyebut Trump tidak punya kewenangan memasukkan grup domestik sebagai teroris, seperti yang mereka lakukan di luar negeri.
"Tidak ada dasar hukum saat ini yang menyatakan dengan jelas terkait bisa dimasukannya organisasi domestik sebagai teroris," ulas Mary McCord, mantan pejabat Kementerian Kehakiman.
Baca: Di Tengah Tekanan dari Amerika Serikat, China Dongkrak Anggaran Militer sebesar 2.645 Triliun
Baca: Semakin Panas, Amerika Serikat Kini Minta Para Sekutunya Batalkan Proyek Besar dengan China
McCord, yang sebelumnya pernah bertugas di pemerintahan Trump, menjelaskan jika keputusan itu dipaksakan, maka bertentangan dengan Amendemen Pertama.
Amendemen Pertama Konstitusi AS dengan jelas melarang perampasan kebebasan berpendapat, maupun hak bagi setiap orang untuk berkumpul.
Pakar menekankan bahwa Antifa adalah pergerakan yang cair.
Jadi, mereka mempertanyakan bagaimana dasar hukum yang dipakai untuk menangani mereka.
"Terorisme adalah label inheren politik."
"Mudah disalahartikan dan disalahgunakan," kata Direktur Proyek Keamanan Nasional ACLU, Hina Shamsi.
Tidak diketahui apakah Gedung Putih bakal tetap memproses status itu melalui jalur formal, seperti melibatkan banyak lembaga di AS.
Jika iya, maka konsekuensinya adalah mereka bakal menghadapi gugatan hukum.
Baca: Amerika Serikat Putuskan Blacklist Puluhan Perusahaan China Pasca Terlibat Diskriminasi Etnis Uighur
Baca: Amerika Serikat Cabut Status Istimewa Hong Kong: Bukan Lagi Daerah Otonom dan China Kena Getahnya