Selain harus bekerja ekstra setiap harinya, mereka juga harus menghadapi hal tak menyenangkan sebagai orang pertama yang kemungkinan terpapar Covid-19 dari interaksinya yang dekat dengan pasien.
Sudah puluhan tenaga kesehatan mulai dari dokter dan perawat di Indonesia yang meninggal dunia akibat terinfeksi Covid-19.
Namun, meski berjuang keras di medan tempur melawan virus Corona, ternyata nasib para tenaga kesehatan di Indonesia masih jauh dari perhatian serius.
Terbaru, ratusan perawat di Indonesia mengadukan masalah soal hak Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran pada tahun 2020 ini.
Menurut Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah, setidaknya pihaknya sudah menerima sekitar 300-an pengaduan terkait masalah THR.
"Sekarang sudah lebih dari 300 pengaduan khusus THR," kata pada Jumat (29/5/2020), melansir berita Kompas.com berjudul PPNI Terima 300 Aduan Perawat Terkait THR Lebaran.
Harif mengatakan, PPNI memuka hotline dalam bentuk Google Form untuk anggota PPNI yang mengalami kesulitan mendapatkan THR seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri 1441 H.
Baca: Jelang New Normal, Serikat Buruh: Masyarakat Sudah Kehilangan Pekerjaan, Akan Kembali Kerja Dimana?
Baca: Marak Dipakai, Seberapa Amankah Penggunaan Face Shield Cegah Penularan Covid-19? Ini Penjelasannya
Baca: Kurang Disiplin Protokol Kesehatan, 2 Orang di Salatiga Positif Covid-19 Setelah Berjaga Ronda Malam
Laporan yang masuk, yakni tidak menerima THR, pembayaran THR secara dicicil, hingga pemotongan THR.
"Itu ada bentuknya tidak dapat THR atau belum dapat THR."
"Kedua adalah THR-nya dicicil."
"Ketiga THR-nya separuh (dipotong) tapi ada juga data (aduan) yang masuk gaji dipotong," tutur Harif.
Data tersebut, kata dia, nantinya akan digunakan untuk memberikan advokasi.
Untuk perawat yang bekerja di RS swasta, data akan diteruskan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta kamar dagang industri.
Sedangkan untuk perawat yang bekerja di RS pemerintah, data akan diteruskan ke Kemenkes, Kemendagri, atau Pemda.
"Jadi itu kita upayakan sebagai upaya untuk membela anggota," kata dia.
Harif menekankan, THR adalah hak pekerja yang wajib diterima.
"Itu suatu yang normatif dan harus dibayarkan dan tidak mengenal status pegawainya apakah dia
honor, kontrak atau tidak," kata dia.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah sebelumnya menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Menaker mengingatkan kepada para pengusaha untuk membayarkan THR Idul Fitri paling lambat 7 hari sebelum Lebaran.
Melalui SE tersebut, Ida juga menjabarkan opsi-opsi yang dapat ditempuh perusahaan jika tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya secara tepat waktu.
Perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR secara tepat waktu maka perlu melakukan dialog terlebih dahulu agar mencapai kesepakatan dengan pekerjanya.
"Proses dialog tersebut dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan," bunyi poin ke-2 SE.
Baca: Pasien OTG Diduga Tularkan Virus Corona ke 24 Perawat di RSUD Kota Depok
Baca: VIRAL Seorang Pria Asal Probolinggo Doakan Perawat Mati Kena Corona, Berujung Mohon Maaf
Baca: Doakan Perawat Mati Terjangkit Virus Corona, Seorang Warganet Probolinggo Dilaporkan Polisi
Menaker memberikan dua opsi bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya.
Pertama, pembayaran THR secara bertahap bagi perusahaan yang tidak mampu membayar penuh.
Kedua, bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR sama sekali diperkenankan untuk menunda pembayaran hingga waktu yang disepakati.
Lebih lanjut, SE ini menegaskan, kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar THR dan denda kepada pekerja atau buruh, dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020.
Menaker juga meminta kepada gubernur untuk memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, terdapat cukup banyak provinsi yang tidak mengalami penambahan kasus baru virus corona pada Jumat (29/05/2020).
Berdasarkan data pemerintah, ada delapan provinsi yang tidak memiliki penambahan pasien baru Covid-19.
"Hari ini cukup banyak provinsi yang tidak kita temukan kasus positif, di antaranya Aceh, Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jumat sore.
Selain itu, empat provinsi lainnya yakni, Kalimantan Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat.
Penambahan jumlah pasien Sementara itu, berdasarkan data yang dipaparkan Yuri, penambahan kasus baru Covid-19 tersebar di 26 provinsi.
Dari 26 provinsi itu, 5 di antaranya mencatat jumlah penambahan tertinggi.
Kelimanya provinsi itu yakni DKI Jakarta (125 kasus baru); Jawa Timur (101 kasus baru); dan Kalimantan Selatan (74 kasus baru). Kemudian, Papua (56 kasus baru); dan Sulawesi Selatan (41 kasus baru).
Selain itu, Yuri juga menyebutkan sejumlah provinsi lain yang penambahan kasus barunya berkisar antara 1 hingga 3 kasus.
"Yakni Kepulauan Riau, Gorontalo, DIY, Bengkulu dan Sulawesi Tenggara," kata Yuri.